Dalam pengajian ahad, Ustadz Jalaluddin Rakhmat menyampaikan
pengalamannya saat mengunjungi sebuah panti asuhan di Bandung. Dalam
kunjungannya bersama teman, Ustadz Jalal di tempat itu melihat perawat dan
pengasuh yang memperlakukan anak-anak asuh yatim dan piatu tanpa sentuhan kasih
sayang.
Dengan wajah kurang bersahabat, anak-anak yang sedang bermain dengan ceria segera diteriaki untuk duduk rapi. Seluruh anak pun terdiam dan duduk rapi. Tidak ada yang bicara atau bisik-bisik. Suasananya tegang mirip upacara bendera.
Kemudian sang pengasuh itu menyuruh anak-anaknya untuk mendengarkan
yang akan disampaikan perawatnya. Selesai menginformasikan tentang kehadiran
Ustadz Jalal kemudian disuruh untuk membaca surah Al-Fathihah. Mereka
membacanya dengan nada yang masih tegang dan tidak terlihat wajah keceriaan
anak.
“Tidak ada wajah ceria pada mata mereka. Saya lihat
kesedihan dan harapan untuk dapat kebahagiaan. Berharap mereka diambil untuk
dijadikan sebagai anak asuh. Saya merasa kasihan pada anak-anak tersebut.Mereka
dirawat tanpa kasih sayang. Hanya sekadar diberi makan dan minum. Jiwa anak dan
dunia cerianya hilang dari mereka,” ujar Ustadz Jalal berkisah.
Pengalaman yang hampir sama pernah diceritakan Ustadz Miftah
F. Rakhmat (Usmif), putra Ustadz Jalal. Usmif berkisah bahwa Ustadz Jalal suatu
hari pernah menemani Pak Sudarmono, mantan wakil presiden masa orde baru,
berkunjung ke Ma’had Al-Zaitun di Indramayu, Jawa Barat.
Setiba di pesantren, terlihat santri-santri berseliweran.
Berbagai aktivitas dijalani civitas akademika Ma’had Al-Zaitun. Sampai depan
aula besar dikumpulkan seluruh santri. Mereka berkumpul. Terdiam. Tidak ada
suara sedikit pun. Tidak ada suara bisik-bisik dari para santri. Mereka semua
mengikuti perintah dari pengurus pesantren untuk mendengarkan petuah dari
pimpinan sekaligus sambutan dari Pak Sudarmono.
Selesai acara dan dalam perjalanan pulang, Pak Sudarmono
bertanya kepada Ustadz Jalal, “Bagaimana menurut Pak Jalal tentang santri
Al-Zaitun?”
“Bagus,” jawab Ustadz Jalal. Pak Sudarmono kembali bertanya,
“Kalau Pak Jalal punya cucu, mau tidak disekolahkan di Al-Zaitun?”
Ustadz Jalal menjawab, “Tidak.”
Menurut Usmif—kalau tidak salah dengar—Ustadz Jalal
memberikan penjelasan bahwa setiap anak punya hak untuk menikmati dunianya.
Berkaitan dengan keceriaan anak seharusnya dinikmati saat masih anak-anak.
Tidak dihilangkan dengan aturan semi militer dan peraturan untuk orang-orang
dewasa. Dunia anak harus disesusaikan dengan dunianya. Bahkan, dalam belajar
harus ada penyesuaian dengan dunia anak. Belajar dengan ceria dan menyenangkan
lebih efektif dan cepat masuk dalam hati serta mudah dipahami oleh anak. *** (Bandung
07/10/2012)