Siapa yang tidak kenal dengan Yusuf Qardhawi? Seorang ulama ternama dan
banyak dirujuk umat Islam. Yusuf Abdullah Qardhawi lahir pada 9 September 1926
di Shaftu Turab, Mahallah Al-Kubra, Provinsi Al-Garbiyah Republik Arab Mesir.
Saat berusia sepuluh tahun, Qardhawi belajar di Ilzamiyah dan sudah hafal
Al-Quran serta menguasai ilmu tilawah. Qardhawi melanjutkan pendidikan ke Tanta
dan menamatkannya di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar pada 1952-1953
dengan predikat terbaik. Selanjutnya, belajar bahasa Arab selama dua tahun
hingga memperoleh ijazah internasional dan sertifikat mengajar. Pada 1957 aktif
di Ma’had Al-Buhus wa Al-Dirasat Al-Arabiyah Al-Aliyah pada 1960 menyelesaikan
master di Universitas Al-Azhar dan doktornya diraih pada 1972 dengan disertasi
“Fikih Al-Zakah”.
Rabu, 28 Februari 2018
Sabtu, 10 Februari 2018
Islam dan Pembaruan: Mengenal Imam Khomeini
Umat Islam di dunia pasti mengenal pendiri Republik Islam Iran. Tak salah lagi, dialah Ayatullah Ruhullah Musawwi Khomeini.[1] Ulama cerdas dan bijak ini lahir di Khomein, sebuah perkampungan di Iran Tengah, pada 24 Oktober 1902. Khomeini berasal dari keluarga Sayyid Musawi, yang juga keturunan Rasulullah saw dari jalur Imam ketujuh Syi’ah Imamiyah, Imam Musa Al-Kazhim. Keluarga Sayyid Musawi berasal dari Neysyabur, Iran Timur laut, yang pindah ke India dan menempati kota Keil Kintur, Lucknow. Di kota inilah Sayyid Ahmad Musawi Hindi (kakek Khomeini) lahir.[2]
Ayah Khomeini yang bernama Sayyid Musthafa Musawwi dikenal sebagai ulama,
dan ibunya bernama Hajar atau Agha Khanum. Sejak kecil Khomeini tidak berada
dalam bimbingan ayahnya, tapi dibina ibu dan bibinya, Sahiba. Ayahnya dibunuh
seorang tuan tanah kaya, Ja`far Quli Khan, yang tidak senang padanya karena
membela petani kecil. Khomeini belajar agama pada beberapa ulama, seperti
Allamah Muhammad Husein Thabathabai`(w.1981 M.), Ayatullah Muhammad Ali Syahabadi
(w.1950 M.), Sayyid Abu Al-Hasan Rafii Qazwini (w.1975 M.), Mirza Ali Akbar Yazdi
(w.1926 M.), dan Ayatullah Abd Al-Karim Hairi (w.1936 M.).
Jumat, 09 Februari 2018
Islam dalam Studi Pemikiran Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir pada
22 Februari 1873 Masehi —ada juga yang menyebut pada 9 November 1877—di
Sialkot, Punjab, India. Ayahnya, Syaikh Nur Muhammad adalah seorang sufi yang
berprofesi penjahit, dan ibunya, Imam Bibi, seorang Muslimah yang taat.
Sedangkan kakeknya yang bernama Syaikh Rafia dikenal sebagai ulama.[1]
Pada waktu kecil Iqbal
belajar Islam pada ayahnya. Setiap ba`da shalat subuh Iqbal diharuskan membaca
dan menghafal Al-Quran. “Setiap hari selepas shalat subuh, aku terus membaca
Al-Quran. Ayahku memerhatikan keadaan ini dan lalu bertanya, ‘Apa yang engkau
baca?’ Aku menjawab, ‘Aku sedang membaca Al-Quran’. Selama tiga tahun ayahku
bertanya dengan pertanyaan yang sama dan aku memberikan jawaban yang sama.
Suatu hari aku bertanya kepadanya, ‘Apakah yang ada dalam dadamu wahai ayahku,
engkau bertanya dengan pertanyaan yang sama dan aku terpaksa menjawab dengan
jawaban yang sama?’Ayahku menjawab, ‘Sebenarnya aku ingin mengatakan kepadamu
wahai anakku, bacalah Al-Quran itu seolah-olah ia diturunkan kepadamu’. Sejak
itulah aku mulai mencoba memahami kandungan Al-Quran dan dari Al-Quranlah aku
mendapat cahaya inspirasi untuk sajak-sajakku,” kisahnya.[2]
Kamis, 08 Februari 2018
Islam dan Pembaruan: Studi Pemikiran Muhammad Abduh
Cendekiawan yang dikenal sebagai
tokoh pembaruan Islam ini bernama Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Ia
lahir di Desa Mahallat Nashr di daerah Al-Buhairah, Mesir, tahun 1849 M. Abduh
ketika kecil oleh ayahnya dikirimkan ke Masjid Al-Ahmadi Thantha, untuk belajar
tajwid Al-Quran. Setelah dua tahun, Abduh kembali ke desanya dan dinikahkan
saat berusia 16 tahun. Karena ayahnya terus memaksanya untuk belajar di
Al-Ahmadi, Abduh pergi ke saudara-saudaranya yang berada di Syibral Khit. Di
desa inilah Abduh berguru pada Syaikh Darwisy Khidr, pamannya yang menganut
tarekat Asy-Syadziliyah. Pamannya itu yang menyemangati Abduh agar mau belajar
di Madrasah Al-Ahmadi Thanta. Atas saran dan masukan pamannya itu, Abduh
kemudian masuk ke Madrasah Al-Ahmadi Thanta, Mesir.
Senin, 05 Februari 2018
Pangalaman Sakola di Pascasarjana
Minggu, 04 Februari 2018
Aforisme Waktu
Menunggu memang sebuah harapan. Dari yang ditunggu pada yang menunggu. Banyak persoalan yang tidak tuntas hanya karena tidak bisa meluangkan waktu, atau mungkin yang lebih tepat adalah "mempersembahkan". Memang ini khusus untuk orang yang berada pada tingkat pasrah dari jiwa dan raga.
Langganan:
Postingan (Atom)