Alhamdulillah, pada Kamis, 11 November 2010, saya menghadiri diskusi buku KOMPLEKS PERCANDIAN BATUJAYA karya Dr. Hasan Djafar di Aula Unpas, Jalan Setia Budi Bandung.
Nah, berikut ini kesimpulan dari Mang Hasan (Dr. Hasan Djafar) berkaitan dengan penelitiannya yang dibukukan.
Perlu diketahui, Mang Hasan melakukan penelitian arkeologi di kawasan situs Batujaya sejak tahun 1985 hingga kini, telah menghasilkan beberapa kesimpulan, di antaranya sebagai berikut:
1. Hingga kini telah teridentifikasikan
30 situs yang tersebar di areal seluas 5 km². Dari 22 situs yang telah diekskavasi
diketahui terdapat 16 struktur bangunan candi yang terbuat dari bata. Dari
bentuk struktur bangunannya, tiga candi yaitu Candi Segaran I (Candi Jiwa),
Candi Segaran V (Candi Blandongan), dan Candi Telagajaya V (Candi Asem)
merupakan candi berbentuk stupa, yang mencerminkan latar agama Buddha.
2. Telah ditemukan sejumlah inskripsi
yang dituliskan pada lempengan emas, pada meterai (votive tablet) dan
lempengan terakota yang ditulis dengan aksara Palawa dan bahasa Sanskerta, berisi
ayat-ayat suci agama Buddha tentang ajaran karma yang bersumber pada kitab Pratītyasamutpāda
sūtra, sebuah kitab suci agama Buddha Mahayana awal. Secara paleografi aksara pada
prasasti-prasasti Batujaya ini berasal dari masa antara abad ke-7 dan ke-8. Agama Buddha yang tercermin dari isi
inskripsi-inskripsi Batujaya tersebut adalah agama Buddha Mahayana.
3. Arca-arca dan hiasan stuko yang yang
ditemukan di kompleks percandi Batujaya memperlihatkan ciri-ciri
kesenian agam Buddha yang berasal dari pusat agama Buddha di Nālandā,
India. Kehadiran kompleks percandian di
daerah pantai utara Jawa Barat ini sangatlah penting, bukan saja karena
tinggalan budaya berupa candi di Jawa Barat sangat sedikit, melainkan karena
hingga kini kompleks percandian Batujaya ini merupakan
satu-satunya percandian yang berlatar
agama Buddha yang terdapat di wilayah Jawa bagian barat, khususnya di Jawa Barat.
4. Kompleks percandian Batujaya telah menggunakan bata sebagai bahan bangunan. Hal ini telah membantah
anggapan yang dipertahankan selama ini, yaitu bahwa bangunan candi yang
terbuat dari batu dianggap merupakan bangunan candi dari periode yang
tua, dan bangunan candi yang terbuat dari bata dianggap berasal dari
masa yang muda, dari periode akhir Hindu-Buddha. Dengan demikian dalam tradisi pembuatan
candi, bata sudah sejak awal telah
digunakan sebagai bahan bangunan, dan bangunan candi bata tidak selalu harus ditempatkan pada babakan
terakhir dari masa Hindu-Buddha.
5. Percandian
Batujaya telah membuktikan adanya penggu stuko (stucco) sebagai bahan plesteran (vajra-lepa)
untuk melepa seluruh permukaan bangunan candi, dan sebagai bahan untuk
pembuatan arca, ornamen pada bangunan candi, dan beton stuko untuk
lantai bangunan maupun untuk penutup halaman candi.
6. Bata yang digunakan sebagai bahan bangunan candi dibuat dari tanah tanah liat yang diberi campuran (temper) kulit padi.
Dari kulit padi yang terbakar di dalam bata ini diperoleh
arang yang dapat ditanggali melalui metoda analisis isotop Carbon-14 yang
dikenal sebagai metode pertanggalan absolut C14 (Radio Carbon Dating).
7. Berdasarkan pertanggalan C14 dari arang kulit padi yang terdapat dalam data candi diperoleh pertanggalan
absolut untuk kompleks percndian Batujaya yang berkisar antara tahun
680-750 dan 760-900 Masehi (Wk-10423).
8. Dari sudut
kronologinya, kompleks percandian Batujaya memiliki pertang galan yang cukup
tua, yang dapat ditempatkan pada masa perkembangan kerajaan Tārumānagara,
kerajaan tertua di Pulau Jawa.
9. Berdasarkan adanya kulit padi yang digunakan sebagai campuran tanah liat dalam teknologi pembuatan
bata di daerah Batujaya pada masa itu, dan adanya pembuatan
kanal-kanal dari sungai Candrabhaga dan Gomati seperti disebutkan dalam Prasasti Tugu
(sekitar tahun 450) yang dikeluarkan oleh Pūrn)awarman raja
Tārumānagara, diperoleh pula petunjuk kuat bahwa masyarakat daerah pantai
utara Jawa bagian barat pada masa itu merupakan masyarakat agraris
yang menanam padi dengan sistem persawahan beririgasi (wet
rice cultivation). Anggapan bahwa
masyarakat Jawa Barat (Sunda) sebagai masyarakat peladang, perlu ditinjau kembali.
10. Kompleks percandian Batujaya dapat
dipastikan merupakan sebuah kompleks percandian agama
Buddha Mahāyāna, yang tertua di Jawa.