Minggu, 11 Juni 2023

KOMPLEKS PERCANDIAN BATUJAYA karya Dr Hasan Djafar

Alhamdulillah, pada Kamis, 11 November 2010, saya menghadiri diskusi buku KOMPLEKS PERCANDIAN BATUJAYA karya Dr. Hasan Djafar di Aula Unpas, Jalan Setia Budi Bandung.

Nah, berikut ini kesimpulan dari Mang Hasan (Dr. Hasan Djafar) berkaitan dengan penelitiannya yang dibukukan.

Perlu diketahui, Mang Hasan melakukan penelitian arkeologi di kawasan situs Batujaya sejak tahun 1985 hingga kini, telah menghasilkan beberapa kesimpulan, di antaranya sebagai berikut:

1. Hingga kini telah teridentifikasikan 30 situs yang tersebar di areal seluas 5 km².  Dari 22 situs yang telah diekskavasi diketahui terdapat 16 struktur bangunan candi yang terbuat dari bata. Dari bentuk struktur bangunannya, tiga candi yaitu Candi Segaran I (Candi Jiwa), Candi Segaran V (Candi Blandongan), dan Candi  Telagajaya V (Candi Asem) merupakan candi berbentuk stupa, yang mencerminkan latar agama Buddha.

2. Telah ditemukan sejumlah inskripsi yang dituliskan pada lempengan emas, pada meterai (votive tablet) dan lempengan terakota yang ditulis dengan aksara Palawa dan bahasa Sanskerta, berisi ayat-ayat suci agama Buddha tentang ajaran karma yang bersumber pada kitab Pratītyasamutpāda sūtra, sebuah kitab suci agama Buddha  Mahayana awal.   Secara paleografi aksara pada prasasti-prasasti Batujaya ini berasal dari masa   antara abad ke-7 dan ke-8.  Agama Buddha yang tercermin dari isi inskripsi-inskripsi Batujaya tersebut adalah agama Buddha Mahayana.
 

 3.  Arca-arca dan hiasan stuko yang yang ditemukan di kompleks percandi Batujaya memperlihatkan ciri-ciri kesenian agam Buddha yang berasal dari pusat agama Buddha di Nālandā, India.  Kehadiran kompleks percandian di daerah pantai utara Jawa Barat ini sangatlah penting, bukan saja karena tinggalan budaya berupa candi di Jawa Barat sangat sedikit, melainkan karena hingga kini kompleks percandian Batujaya ini merupakan satu-satunya percandian yang berlatar  agama Buddha yang terdapat di wilayah Jawa bagian barat, khususnya  di Jawa Barat.

4. Kompleks percandian Batujaya telah menggunakan bata sebagai bahan bangunan. Hal ini telah membantah anggapan yang dipertahankan selama ini, yaitu bahwa bangunan candi yang terbuat dari batu dianggap merupakan bangunan candi dari periode yang tua, dan bangunan candi yang terbuat dari bata dianggap berasal dari masa yang muda, dari periode akhir Hindu-Buddha. Dengan demikian dalam tradisi pembuatan candi, bata sudah sejak awal  telah digunakan sebagai bahan bangunan, dan bangunan candi bata tidak selalu harus ditempatkan pada babakan terakhir dari masa Hindu-Buddha.
 

5. Percandian  Batujaya  telah  membuktikan adanya penggu stuko (stucco) sebagai bahan plesteran (vajra-lepa) untuk melepa seluruh permukaan bangunan candi, dan sebagai bahan untuk pembuatan arca, ornamen pada bangunan candi, dan beton stuko untuk lantai bangunan maupun untuk penutup halaman candi.

6. Bata yang digunakan sebagai bahan bangunan candi dibuat dari tanah tanah liat yang  diberi campuran (temper) kulit padi. Dari kulit padi yang terbakar di dalam bata ini diperoleh arang yang dapat ditanggali melalui metoda analisis isotop Carbon-14 yang dikenal sebagai metode pertanggalan absolut C14  (Radio Carbon Dating).

7. Berdasarkan pertanggalan C14 dari arang kulit padi yang terdapat dalam data candi diperoleh pertanggalan absolut untuk kompleks percndian Batujaya yang berkisar antara tahun 680-750 dan 760-900 Masehi (Wk-10423).

8.  Dari sudut kronologinya, kompleks percandian Batujaya memiliki pertang galan yang cukup tua, yang dapat ditempatkan pada masa perkembangan kerajaan Tārumānagara, kerajaan tertua di Pulau Jawa.

9. Berdasarkan adanya kulit padi yang digunakan sebagai campuran tanah liat dalam teknologi pembuatan bata di daerah Batujaya pada masa itu, dan adanya pembuatan kanal-kanal dari sungai Candrabhaga dan Gomati seperti disebutkan dalam Prasasti Tugu (sekitar tahun 450) yang dikeluarkan oleh Pūrn)awarman raja Tārumānagara, diperoleh pula petunjuk kuat bahwa masyarakat daerah pantai utara Jawa bagian barat pada masa itu merupakan masyarakat agraris yang menanam padi dengan sistem persawahan beririgasi (wet rice cultivation). Anggapan bahwa masyarakat Jawa Barat (Sunda) sebagai masyarakat  peladang, perlu ditinjau kembali.

10. Kompleks percandian Batujaya dapat dipastikan merupakan sebuah kompleks percandian agama Buddha Mahāyāna, yang tertua di Jawa.