Minggu sore (19/11/2017), setelah hujan reda. Saya memutar dan
menonton film “Muhammad: The Messenger of God” yang diunduh dari satu akun
youtube. Tampaknya yang saya tonton itu berbahasa Turki dan diambil dari
tayangan televise. Alhamdulillah, bisa full nontonnya. Film tersebut di negeri
Indonesia belum release, sehingga bisa dianggap “illegal” menontonnya. Meski
begitu saya tidak mempersoalkan karena keinginan untuk menonton penuh film
tersebut sangat kuat. Sampai dua sampai tiga kali mengulang tontonan. Sampai malam
hari dan selesai sekira jam sembilan malam. Kabarnya film “Muhammad: The
Messenger of God” itu sudah dapat “restu” dari Ayatullah Udzma Jawadi Amuli,
seorang ulama besar di Iran yang dirujuk orang-orang Islam pengikut Syiah
Imamiyah.
Minggu, 30 Desember 2018
Jumat, 14 Desember 2018
Resensi buku Perjalanan Pulang (Tanpa) Kembali
Semalam saya baru menyelesaikan baca buku Perjalanan Pulang (Tanpa) Kembali.
Tuntas. Bagus, mencerahkan, dan mengoyak kesadaran. Sangat menarik buku karya
Ustadz Miftah ini. Dari segi penyajian sangat beda dengan buku lain. Mirip buku
novel dalam penyajiannya. Tidak ada batas bab, bagian, hanya tanda bintang tiga
yang memisahkan setiap peralihan narasi demi narasi. Kalau dilihat dari segi
isi ternyata bukan fiksi, tetapi faktual.
Narasi dibangun berdasarkan pengalaman,
memori, dan catatan-catatan dari teks-teks agama. Yang terakhir ini saya
mengira seperti tampak pelipur dari setiap narasi yang dibangun. Maklum isi
narasi beragam ekspresi: mulai dari sedih, bahagia, tenang, mengalir, dan
menghentak. Buat orang yang tidak betah baca, mungkin akan terasa bosan. Karena
itu, untuk baca buku karya terbaru dari Ustadz Miftah ini butuh pengorbanan
waktu.
Tradisi Duka Cita dan Sejarah Islam
Dari buku Sejarah Islam: Telaah Ringkas Komprehensif Perkembangan Islam sepanjang
Zaman (Bandung Mizan, 2014) karya Karen Armstrong, ada yang menarik untuk
ditelusuri. Yakni terkait dengan tradisi duka cita
mengenang wafat Imam Husain di Karbala, Irak, yang dibantai oleh tentara Dinasti
Umayyah di bawah instruksi penguasa Yazid bin Muawiyah.
Peristiwa ini dikenal dengan nama Asyura. Dan hampir seluruh pengikut Syiah (baik Imamiyyah, Zaidiyyah maupun Ismailiyyah) menyelenggarakan majelis duka cita pada 10 Muharram, yang dilakukan setiap tahun dan pada hari keempat puluh (20 Shafar) disebut Arbain Imam Husain as.
Peristiwa ini dikenal dengan nama Asyura. Dan hampir seluruh pengikut Syiah (baik Imamiyyah, Zaidiyyah maupun Ismailiyyah) menyelenggarakan majelis duka cita pada 10 Muharram, yang dilakukan setiap tahun dan pada hari keempat puluh (20 Shafar) disebut Arbain Imam Husain as.
Langganan:
Postingan (Atom)