Sabtu, 30 Desember 2017

Aforisme Diri Penuh Dosa

Saya merasa ada masalah dengan diri ini. Begitu kuat tersedot dengan nuansa birahi. Saat lihat perempuan dengan lekuk tubuh, segera saja tatapan mata ini tidak berhenti. Bahkan pikiran pun terkuasai dengannya sehingga membayangi pikiran tentangnya. Padahal saya sadar kalau yang dilhat itu bukan milik saya sebagaimana istri. Namun, tetap saja kalau melihat pandangan mata tak bisa lepas darinya meski sedang jalan dengan istri. Ah, ini memang dosa. Bagaimana ini?

Minggu, 24 Desember 2017

Malam Minggu, Manaqib di Cianjur

Malam minggu, 23-12-2017 di Cianjur. Sebuah pesantren Darul Falah penuh sesak sejak maghrib. Ada "manaqib" Tarekat Qadariyah wal Naqsyabandiyah (TQN). Orang-orang yang mengikuti TQN berkumpul dari seluruh penjuru. Melakukan dzikir dan ibadah dari ba'da Isya sampai Shubuh. Kegiatannya diisi dengan ibadah dan majelis ilmu.

Jumat, 22 Desember 2017

Nonton film susah sinyal

Saya baru kali ini makan di sebuah pusat perbelanjaan di Bandung. Di lokasi tersebut ternyata susah cari makan yang murah sekaligus mengenyangkan. Serba mahal dan porsinya tidak mengenyangkan. Maklum selera saya adalah makan dan minum di warteg yang murah meriah sekaligus mengenyangkan.

Senin, 18 Desember 2017

Aforisme Hidup

Hidup dan kehidupan. Dua hal yang berbeda. Yang satu universal dan yang kedua partikular. Hidup bermakna umum dan berlaku seluruh makhluk. Manusia, jin, malaikat, tumbuhan, dan hewan. Bagaimana laku, karakter, sifat, dan dinamika setiap makhluk, maka itu bersifat tersendiri dan setiap makhluk memiliki ciri khasnya berbeda satu sama lain. 

Rabu, 06 Desember 2017

Aforisme Sejarah

Saya ingin terus menulis tentang yang dialami diri. Setidaknya dengan dituliskan sedikit mereda gejolak diri dan kemelutnya. Dan ini tentang peran manusia dalam konteks ruang dan waktu; yang biasa disebut sejarah.

Harus diakui bahwa sejarah diperankan oleh manusia dalam ruang dan waktu. Setiap peristiwa tidak lepas dari unsur pelaku dan waktu. Peristiwa bisa diartikan ruang berlangsungnya kehidupan manusia dan yang terdahulu disebut sejarah. Sekali lagi sejarah ini bagian dari kemanusiaan, pencapaian, dan jejak. Manusia dan jejaknya tidak bisa dipisahkan. Manusia dan waktu tidak bisa lepas. Saat lahir dari rahim bunda, itulah masuk dalam ruang sejarah. Saat jerit tangis itulah ada waktu yang menjadi tanda sekaligus jejak sang manusia.

Selasa, 28 November 2017

(Hadis) Pahala yang Membaca Shalawat

Diriwayatkan dari Imam ‘Ali al-Ridha as bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang membaca shalawat 100 kali kepadaku di hari Jumat, Allah Ta‘ala menetapkan (mengabulkan) baginya 60 keperluan: 30 di dunia dan 30 di akhirat.”

[Syaikh Shaduq Abi Ja‘far Muhammad bin ‘Ali bin al-Husain bin Babawaih al-Qummi, Tsawab al-A‘mal wa ‘Iqab al-A‘mal, (Qum: Thali‘ah Nur, 1431 H), cet. 5, hal.188].

Sabtu, 25 November 2017

Selamat Hari Guru, Putra Sang Cendekiawan

Saya kembali menulis. Meski tak ada yang baca, biarlah ini menjadi bukti dari kebersatuan saya dalam dunia global. Ini tentang masa lalu. Yang terlewati. Sekira tahun 2002. Saya masih teringat. Saat masih mahasiswa di UIN Bandung. Saya termasuk pembaca buku. Modalnya hanya masuk perpustakaan dan pinjam buku. Lalu dibaca dan setelahnya dikembalikan. Saya baca satu buku karya cendekiawan Muslim yang kemudian dikenal sebagai tokoh Syiah di Bandung. Tulisannya mencerahkan dan menyajikan pengetahuan yang mudah dicerna. Dari buku-bukunya saya lantas mengenal tokoh-tokoh Islam di dunia, termasuk generasi awal Islam pascawafat Rasulullah Saw.
 
Kepada sosok cendekiawan itu, saya merasa penasaran. Ingin ketemu dan seorang teman mengantarkan saya pada majelisnya.

Senin, 06 November 2017

Historiografi: Rekonstruksionisme, Konstruksionisme, dan Dekonstruksionisme

Saya ingin berbagi sedikit informasi tentang historiografi, yang terkait dengan pemikiran kesejarahan dan aliran sejarah yang berkembang dalam studi sejarah kontemporer. Kajian ini pernah saya dapatkan dalam mata kuliah Ilmu Sosial Humaniora yang diampu oleh Dr Setia Gumilar dan mata kuliah Filsafat Sejarah oleh Dr Djodjo di Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun 2016.

Tentang aliran historiografi (model dan bentuk penyusunan tulisan sejarah) bahwa Alun Munslow menyebutkan secara umum ada tiga karakter.[1]

Minggu, 05 November 2017

Mampir ke Toko Buku di Buah Batu Bandung

04 November 2017

Sabtu pagi sekira jam 08.30, saya mampir ke toko buku di jalan buah batu Bandung. Di dalam terpajang buku-buku yang menarik minat baca saya: filsafat, sejarah, agama, dan sastra. Bahkan novel dan buku pelajaran pun ada.

Saya melihat buku-buku karya Kuntowijoyo berupa disertasi yang tebal dan harganya 200ribu, novel-novelnya, kumpulan esainya, dan buku kecil Dinamika Umat Islam. Sayangnya harga buku-buku tersebut di atas 60ribu. Juga buku-buku filsafat dan sejarah serta agama harganya sekira 70-100ribu. Hanya bisa menikmati blurb dan catatan pengantar. Itu pun kalau buku tersebut dibuka plastiknya.

Jumat, 03 November 2017

Filsafat Sejarah, Adakah masa Yunani Kuno?

SAYA teringat dengan pernyataan Dr. Sulasman saat menyarankan salah seorang teman untuk menulis sejarah pemikiran tokoh Muhammadiyah. Menulis sejarah pemikiran seorang tokoh harus membaca buku-buku atau karya tulis dari tokoh tersebut. Kemudian diseleksi informasi yang mendukung pada penelitian dan merangkai bentuk pemikirannya secara kronologis. Supaya tidak kering dikaji pula aspek dan hal-hal yang mempengaruhinya dari berbagai sisi dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial.

Dari pernyataan itu saya termenung. Apalagi ketika ditugaskan untuk menulis makalah tentang teori sejarah fatum dan teori sejarah Santo Augustinus (abad 4 Masehi). Semakin membuat saya sedikit keteteran. Betapa tidak, sejumlah literatur yang membahas dua teori sejarah itu lebih banyak ditulis dalam bahasa Inggris dan beredar dalam jurnal-jurnal ilmiah. Cukup sulit mengaksesnya kalau tidak menggunakan internet. Karena itu, saya coba telusuri. Saya temukan beberapa jurnal dan buku berbahasa Inggris. Namun, untuk tema kesejarahan tidak banyak.

Kamis, 02 November 2017

Tiga Langkah Penelitian Historiografis

History is philosophy teaching by examples,” kata Dionysus dari Halicarnassus. Sejarah  memberikan kita contoh tentang kecintaan kepada kebenaran.  Leopold von Ranke menegaskan bahwa “the first demand is pure love of truth.” Atau sejarah, menurut salah seorang murid Ranke, adalah “not the truth and light; but a striving for it, a sermon on it, a  consecration to it.”

Menurut muridnya yang lain, “History is divine service in the broadest sense.” Bagikita, studi sejarah bukan hanya ingin mengungkapkan masa lalu “wie es eigentlich gewesen” seperti yang diajarkan Ranke. Kita ingin studi sejarah seperti kaum historisis dapat menunjukkan kepada kita “socially motivated misrepresentations of the past” sehingga kita  menyadari kesalahan dalam memandang dan menafsirkan masa lalu. 

Rabu, 01 November 2017

Memahami Historical Critical Method

PADA abad ke-18 dan 19 M, di Jerman berkembang Historical Critical Method (HCM). Dengan metode ini, sumber-sumber sejarah dilihat dengan sikap kritis. Sumber sejarah diterima dengan sejumlah pertanyaan. Default dari sumber sejarah adalah palsu, sampai ia terbukti benar. Sejarahwan harus memulai penelitiannya dengan meragukan otentisitas dan reliabilitas sumber sejarah. Peneliti sejarah harus menepis sampah-sampah sejarah, menggali lebih dalam, sehingga ia menemukan di balik reruntuhan pemalsuan,—menurut sejarahwan besar dari Jerman, Leopold von Ranke—wie es eigentlich gewesen, apa yang benar-benar terjadi. Verifikasi dengan prinsip konsistensi, analogi, dan disimilaritas.

Jumat, 15 September 2017

Gagal Masuk CPNS 2017: Waktu Anu Mustari

Saya harus menuliskannya. Mungkin akan lebih tersalurkan. Sedikit kecewa karena tak bisa ikut meramaikan bursa CPNS Kemenag 2017. Saat coba daftar online, ternyata langsung ada penolakan online karena usia yang lebih setahun dari batas maksimal. Tadinya saya membidik CPNS di lingkungan kampus UIN dan IAIN yang menyediakan formasi dosen sejarah peradaban Islam. Termasuk yang di almamater saya di UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Yah, nasib. Dan memang harus plong dada ini meski ingin belajar menjadi pengajar resmi tingkat perguruan tinggi sekaligus coba mengais rejeki yang lebih dari sekadar honorer.

Selasa, 05 September 2017

Istilah dalam agama Islam


Anshar
umat Islam di Madinah yang menerima kehadiran Rasulullah saw beserta umat Islam yang hijrah dari Makkah.

Muhajirin
umat Islam yang berasal dari Makkah yang ikut hijrah ke Madinah bersama Rasulullah saw.    

Mushaf
ayat-ayat Al-Quran yang sudah dibukukan dalam satu kitab yang dimulai dari surah Fathihan dan berakhir pada surah An-Naas.

Selasa, 29 Agustus 2017

Kedudukan Ibadah Qurban

QURBAN dalam bahasa Arab artinya dekat. Sedangkan qurban secara istilah dalam agama Islam bermakna menyembelih hewan sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah qurban disebut udzhiyah, artinya hewan yang dipotong sebagai qurban. Ibadah qurban ini perintahnya terdapat dalam al-Qur'an surah al-Kausar (108) ayat 2, “maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan berqurbanlah.”

Keutamaan ibadah qurban dijelaskan pula dengan hadist yang diterima A'isyah bahwa Rasulullah saw  bersabda, "Sabaik-baik amal bani Adam bagi Allah di hari iedul adha adalah menyembelih qurban. Di hari kiamat hewan-hewan qurban tersebut menyertai bani adam dengan tanduk-tanduknya, tulang-tulang dan bulunya, darah hewan tersebut diterima Allah sebelum menetes ke bumi dan akan membersihkan mereka yang melakukannya (muqarib)" (HR.Tirmidzi, Ibn Majah).

Juga dalam riwayat Anas bin Malik, yang terdapat dalam kitab Sunan Tirmizi, disebutkan bahwa Rasulullah saw menyembelih dua ekor domba putih bertanduk. Rasulullah saw meletakkan kakinya di dekat leher hewan tersebut lalu membaca basmalah dan bertakbir serta menyembelihnya.
Hukum ibadah qurban, menurut mazhab Hanafi masuk pada tingkat wajib dengan dalil hadist Abu Haurairah yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa mempunyai kelonggaran (harta), namun ia tidak melaksanakan qurban, maka jangan lah ia mendekati masjidku" (H.R. Ahmad, Ibn Majah).

Pendapat ulama
Berdasarkan hadis di atas, Imam Hanafi menyatakan bahwa dalil-dalil di atas menunjukkan suatu perintah yang sangat kuat sehingga lebih tepat bila dikatakan wajib. Namun mayoritas ulama mengatakan, hukum qurban itu sunnah dan dilakukan tiap tahun bagi yang mampu. Mazhab syafi'i mengatakan, qurban hukumnya sunnah 'ain (menjadi tanggungan perorangan) bagi setiap individu sekali dalam seumur.

Sunnah kifayah hukumnya bagi sebuah keluarga besar, yang juga menjadi tanggungan seluruh anggota keluarga. Namun kesunnahannya terpenuhi jika salah seorang anggota keluarganya telah melaksanakan ibadah qurban. Pendapat ini berlandaskan pada riwayat Ummu Salamah, Rasulullah saw bersabda, "Bila kalian melihat hilal dzul hijjah dan kalian menginginkan menjalankan ibadah qurban, maka janganlah memotong bulu dan kuku hewan yang hendak disembelih" (HR. Muslim). Jika dilihat dengan jeli, hadits ini mengaitkan ibadah qurban dengan keinginan yang artinya bukan kewajiban.

Dalam riwayat Ibn Abbas Rasulullah saw bersabda, "Tiga perkara bagiku wajib, namun bagi kalian sunnah, yaitu shalat witir, menyembelih qurban dan shalat idul adha" (HR. Ahmad dan Hakim).  Jadi berdasarkan hadits ini, qurban disunnahkan kepada yang mampu. Ukuran kemampuan didasarkan kepada kebutuhan individu, yaitu apabila seseorang setelah memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk membeli hewan qurban, khususnya di hari Idul Adha dan tiga hari tasyriq, maka ia harus berqurban.

Dalam ibadah qurban harus disertai niat untuk Allah atas nama dirinya. Berqurban atas nama orang lain menurut mazhab Syafi'i tidak sah tanpa seizin orang tersebut. Begitu juga atas nama orang yang telah wafat tidak sah bila tanpa dasar wasiat. Ulama Maliki mengatakan makruh berqurban atas nama orang lain. Ulama Hanafi dan Hanbali mengatakan sah saja berqurban untuk orang lain yang telah meninggal dan pahalanya dikirimkan kepada almarhum.

Dalam menyembelih qurban disunnahkan membaca bismillah, membaca shalawat untuk Rasulullah, menghadapkan hewan ke arah kiblat waktu menyembelih, membaca takbir sebelum basmalah dan sesudahnya disertai doa. [ahmad sahidin]

Minggu, 27 Agustus 2017

Usia dan Sejarah


27-8-2017

Usia dalam hitungan angka bertambah, tetapi kekuatan fisik menurun. Dan kebutuhan dasar hidup kian bertambah. Mulai dari sekadar memenuhi, selera, dan rasa. Semakin tampak keinginan dan menjadi persoalan yang layak disikapi.

Tentang ini, seorang filsuf yang jarang dibincang: Seneca, pernah menyatakan bahwa persoalan manusia dan kemelut jiwa terjadi karena adanya "benturan" antara harapan dan kenyataan. Keinginan yang besar kemudian tidak mewujud dalam kenyataan maka akan timbul persoalan. Kenyataan hidup yang dijalani tidak sesuai dengan keinginan atau harapan maka timbul masalah.

Dan setiap orang ingin keluar dari masalah. Padahal, masalah datang dari dirinya sendiri. Sang Budhis pernah berkata: selama dia dihinggapi keinginan maka tidak akan tenteram.***


22-8-2017

Sejarah adalah guru kehidupan. Apa pun yang pernah dialami, dijalani, dan yang dilakukan manusia meski dalam hitungan detik dan menit adalah sejarah. 

Dan sejarah manusia perlu untuk direnungkan. Perlu dikaji sepak terjang dan laku yang layak dan pantas. Juga tak mengulang kembali yang masuk kategori amoral dan asosial. Ini memang yang seharusnya. Lagi-lagi itu tak maksimal dalam prosesnya. Tentu ini keur lenyepaneun urang sarerea.***

Senin, 21 Agustus 2017

Saya Sadar Mengurus Diri Lebih Sulit

Saya sadar mengurus diri sendiri lebih sulit dan tidak mudah. Hasrat dan dosa. Kembali lagi berbuat berulah meski sadar diri ini bahwa yang demikian, perilaku dan gunjangan hati untuk berbuat negatif senantiasa timbul. Jika muncul maka saya akui diri ini kalah dengan dorongan nafsu. Bermula dari mata direspon pikiran kemudian membentuk imajinasi. Selanjutnya hal negatif bermunculan dalam benak. Ada saja legitimasi yang berbisik. Duh, eta Iblis gentayangan terus.

Ibnu Sina menyatakan dalam manusia itu ada jiwa binatang, jiwa tumbuhan, dan jiwa insaniah; sebuah jiwa manusiawi yang berbeda dengan jiwa binatang dan jiwa tumbuhan. Hanya saja jiwa insaniah ini dalam diri saya mengalami kekalahan. Dikalahkan dalam diri ini dengan jiwa binatang dan jiwa tumbuhan. Ini yang menyergap saya. Dan, sungguh saya terkapar dengan keduanya. Tak berdaya. Tak kuasa mengekangnya. Tak kuasa lawannya. Inilah diri yang lemah. Saya sadar dengan diri ini.

Nun Gusti anu Maha Suci, kuatkan diri ini. Tegakkan badanku. Giatkan diri ini dalam kemanusiaan, dalam kebaikan, dan dietapkan berjiwa insaniah. Tidak bergeser, tidak berganti, atau kembali pada jiwa binatang dan jiwa tumbuhan. Tanpa Diri-Mu ya Allah, sungguh diri ini tiada daya sedikit pun. Hanya untuk kendali diri saja tidak tampu. Apalagi dibebani dengan amanah yang lebih besar dari itu. Nun Gusti beri kemampuan untuk terus bergerak menuju sempurna dengan bantuan-Mu. Allahumma Bihaqqi Muhammad wa aali Muhammad. ***

(Ahmad Sahidin)

Selasa, 15 Agustus 2017

Sahabat Nabi

RABU, 16 Maret 2011,  Dr.Fuad Jabali dalam sebuah diskusi buku bersama Jalaluddin Rakhmat di UIN Sunan Gunung Djati Bandung,  menyampaikan bahwa ia telah membaca lebih dari 2000 biografi para sahabat untuk menulis bukunya yang berjudul Sahabat Nabi.

Dari hasil kajiannya, Fuad menyimpulkan bahwa sahabat Nabi bukan manusia sempurna sehingga terdapat kesalahan dan keterbatasan dalam beragama. Apalagi tidak semua sahabat terus menerus hidupnya bersama Rasulullah saw maka tingkat pemahaman keagamaan pun seadanya.

Fuad juga mengatakan, definisi sahabat yang dipegang para ahli hadis kurang bernilai religius karena hanya menyebutkan orang-orang yang bersama Nabi. Ketaatan tidak menjadi ukuran dalam menentukan sahabat Nabi atau bukan. Karena itu, wajar kalau terdapat orang-orang yang digelari sahabat (setelah Rasulullah saw wafat) menggunakan Islam sebagai alat untuk mengukuhkan kekuasaan politik dan meraup keuntungan duniawi.

Lalu, mengapa Rasulullah saw menggelarinya sahabat? Sebutan sahabat diberlakukan oleh Rasulullah saw kepada orang-orang Islam terdahulu untuk pengikat hubungan persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyyah). Karena itu, mereka yang disebut sahabat adalah orang Islam yang hidup satu zaman atau satu masa dengan Nabi dan berada dalam lingkungan kekuasaan Islam.

Memang belum ada kesepakatan dari ulama maupun ahli sejarah dalam menetapkan definisi sahabat. Saya mengira istilah ‘sahabat’ dalam sejarah Islam dapat dimaknai sebagai generasi atau babak sejarah. Karena setelah masa Rasulullah saw, secara politik, umat Islam berada dalam masa kepemimpinan empat sahabat Nabi (Khulafa Rasyidun): Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Masa empat sahabat Nabi inilah generasi umat Islam yang hidup satu zaman dengan Rasulullah saw menjadi rujukan. Sedikit demi sedikit para sahabat meninggal dunia akibat perang maupun kematian.

Para sahabat tersebut mengajarkan Islam kepada anak-anaknya dan cucu-cucunya atau generasi yang lebih muda dari mereka. Generasi setelah para sahabat Nabi inilah yang disebut tabiin. Selanjutnya, dari generasi tabiin ini lahir generasi tabiit-tabiin dan kemudian generasi mutaakhirin.

Terlepas dari pembabakan sejarah tersebut, yang jelas umat Islam yang hidup bersama Rasulullah saw memiliki peran dan kontribusi yang cemerlang dan memiliki nilai keteladanan yang berguna bagi umat Islam masa sekarang.

Mesti diakui para sahabat Nabi berkorban dan berjuang demi menegakan agama Islam dan mereka punya kisah teladan yang penting direnungkan oleh umat Islam sekarang. []


(Buku KECEMERLANGAN SAHABAT-SAHABAT NABI MUHAMMAD SAW karya Ahmad Sahidin. Penerbit ACARYA MEDIA UTAMA, Bandung. Tahun terbit 2010)

Rabu, 02 Agustus 2017

Syarikat Islam dan Gerakan Kebangsaan

Sekadar diketahui bahwa catata ringkas ini merupakan bahan diskusi Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam di Masyarakat Sunda, yang diasuh oleh Prof A. Sobana di Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam Pascasarjana UIN SGD Bandung. Temanya tentang Syarikat Islam dan gerakan kebangsaan di Jawa Barat atau area Tatar Sunda. Catatan ini hanya ala kadarnya untuk bersama-sama dikaji kembali secara historis dan analisis sosial budaya.

Syarikat Islam (SI) merupakan organisasi gerakan kebangsaan. Sebelumnya bernama Syarikat Dagang Islam (SDI) didirikan tahun 1911 di Surakarta yang berganti nama menjadi Syarikat Islam pada tahun 1913.[2] SI termasuk berhasil dalam merekrut massa yang berasal dari para pedagang sehingga para anggota dan pengurusnya adalah orang-orang yang terlibat dalam perdagangan. SI bergerak mendirikan toko-toko dan koperasi di banyak kota. Karena bergerak dalam bidang ekonomi, sehingga SI menjadi pesaing dari orang-orang Cina yang juga berkiprah dalam perdagangan. Gerakan SI memiliki daya tarik bagi wong cilik dikarenakan persamaan sosial yang digalakan dalam organisasi SI. Selain kalangan wong cilik, juga santri dan priyayi tergabung dalam gerakan SI.

Selasa, 01 Agustus 2017

Kehidupan Beragama Islam di Masyarakat Sunda


Catatan Ringkas[1]

Kehidupan beragama Islam di masyarakat Sunda pada masa pergerakan nasional periode 1920-1945 tidak seperti periode awal Islam masuk. Sebagaimana diketahui bahwa bentuk dan pengamalan beragama masyarakat Sunda dekat dengan budaya dan seni. Umat Islam di Sunda masih memandang figur ketokohan seperti Sunan Gunung Jati dan penyebar Islam lainnya seperti penghulu-penghulu dan kiai-kiai ternama. Sehingga mereka yang dijadikan acuan dalam berbicara pengamalan agama dan membahas sejarah Islam di Tatar Sunda. Unsur tokoh diakui sebagai faktor utama dalam perkembangan dan penyebaran agama Islam di Tatar Sunda. Selanjutnya organisasi di masa pra dan masa Kemerdekaan RI juga berperan dalam pengembangan pemahaman agama Islam di Tatar Sunda.

Minggu, 30 Juli 2017

Review: Pengaruh Perubahan Politik Dominasi Ikhwanul Muslimin terhadap Minat Turis untuk Mengunjungi Mesir Sebelum Runtuhnya Rezim (American Academic & Scholarly Research Jounal; Vol.5, No.6, Nov. 2013)

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad

Masalah politik tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia. Kehidupan di sebuah negara tidak lepas dari politik. Bahkan, dengan politik segala perubahan terjadi. Perkembangan ekonomi pun kerap terjadi hanya dengan perubahan penguasa yang memerintah. Perilaku politisi yang berkuasa dan memerintah kadang menjadi pemicu perubahan-perubahan di sebuah negeri.  Apalagi kalau pemerintah yang berkuasa itu berganti, pasti memiliki kekhasan, karakter, dan kepentingan yang berbeda dari pemerintah sebelumnya.

Politik tidak hanya berpengaruh di dalam negeri, tetapi juga bagi sektor luar negeri. Salah satunya aspek pariwisata. Seperti yang terjadi di Mesir, berdasarkan pada tulisan Ahmed Moussa Elsamadicy dan Eiman Medhat Negm, yang meneliti minat pariwisata ke Mesir setelah dominasi pemerintahan Ikhwanul Muslimin.

Elsamadicy dan Negm meneliti minat parawisata ke Mesir yang dihubungan dengan situasi politik. Dalam penelitian itu, keduanya menggunakan pendekatan emperis dengan melakukan wawancara terhadap lima belas narasumber. Kemudian dihubungkan dengan data-data dari WTO hingga kemudian menyimpulkan bahwa politik memiliki hubungan yang kuat dengan minat parawisata.

Dasar pemikiran dari penelitian Elsamadicy dan Negm ini didasarkan pada asumsi bahwa perjalanan berwisata ke luar negeri sangat bermanfaat. Bahkan, bisa menyehatkan pemikiran dari stres. Apalagi pariwisata yang bernuansa religius.

Selain hiburan, tentu yang diinginkan (apalagi kalau turisnya Muslim) adalah mendapatkan pengalaman dan hikmah dari ciptaan Tuhan di alam raya ini. Dalam agama Islam, kegiatan untuk bepergian atau berwisata pada tempat-tempat bersejarah sangat dianjurkan karena dari sana seseorang dapat mengambil ibrah atau pelajaran berharga.

Karena itu, banyak orang yang datang untuk mengunjungi Mesir karena faktor jejak sejarah dan negeri yang dikenal sebagai kawasan peradaban. Mesir memang diakui negeri yang memiliki jejak sejarah yang berkaitan dengan keagamaan dan kebudayaan kuno. Agama Islam juga memiliki kontribusi dalam membentuk kebudayaan Mesir.  Dari asumsi ini kedua peneliti menyebut Mesir sebagai negeri wisata kaum Muslim untuk mengambil ibrah atau hikmah dari kebesaran Allah atas ciptaannya.

Benarkah demikian? Tampaknya tidak semua wisatawan berpikir sampai pada aspek religius. Misalnya kunjungan pada lokasi lain yang sama memiliki unsur agama seperti di Bali, Indonesia. Banyak orang-orang barat datang berkunjung hanya sekadar menghilangkan kepenatan pikiran dan membelanjakan uangnya sebagai hiburan akhir tahun. Tidak ditemukan orang India yang beragama Hindu memadati Bali untuk ziarah atau menikmati nuansa religius Hindu model Bali.    

Lebih jauh, kedua peneliti ini juga menyebutkan bahwa parawisata merupakan salah satu industri terbesar di dunia. Bukan hanya negara yang mendapatkan keuntungan, tetapi juga warga masyarakat Mesir. Bisa dianggap dengan parawisata, Mesir mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Apalagi Mesir ini menurut WTO pada 2006 termasuk satu dari sepuluh tujuan parawisata Muslim terbesar di dunia. Namun, ketika terjadi revolusi 2011 terjadi penurunan yang drastis terhadap minat parawisata ke Mesir.

Mengapa demikian? Menurut kedua penliti tersebut bahwa stabilitas politik sangat menentukan pertumbuhan ekonomi.  Karena berdasarkan data yang didapatkannya bahwa sebelum revolusi 2011, parawisata di Mesir menjadi sektor utama dalam peningkatan ekonomi masyarakat.

Lantas, mengapa terjadi penurunan pariwisata yang berdampak melemahnya aspek ekonomi Mesir? Ikhwanul Muslimin dan aktivitas politiknya dianggap biang dari masalah berkurangnya pariwisata ke Mesir. Hal ini dapat dimengerti karena hampir setiap aspek yang berkaitan dengan parawisata seperti travel internasional, imigrasi, dinas penerbangan, dan perusahaan yang berhubungan dengan wisata, kebijakan atau aturan-aturannya ditentukan dengan keputusan pemerintah yang berkuasa.

Jika penguasanya mementingkan pertumbuhan ekonomi dari wisata asing, maka aspek-aspek yang mendukung itu akan dipermudah dalam pengaturannya. Kalau memiliki orientasi yang berbeda maka akan lain hasilnya. Pemerintahan Ikhwanul Muslimin tidak terlihat memiliki minat dalam urusan meningkatkan ekonomi dari sektor pariwisata. Mereka dengan label pemerintahan Islam lebih mengedepankan penerapan syariat Islam secara lahiriah dalam berbagai sektor. Itu juga yang biasanya menjadi cita-cita besar dari gerakan Islam fundamental di mana pun.  

Masalah lain yang dapat mengakibatkan menurunnya minat parawisata adalah perang, terorisme, dan huru-hara politik dalam negeri. Hal demikian sangat berpengaruh. Apalagi kejadiannya tersiar ke mancanegara, mereka yang sudah berniat untuk datang menjadi turis bisa berubah pikiran. Mungkin berpindah lokasi pada tempat yang aman. Karena itu, stabilitas politik sangat penting untuk parawisata karena tidak mungkin orang akan bisa menikmati hiburan kalau kondisinya tidak nyaman.

Untuk sebagian orang yang memiliki kepentingan akademis dan media-media besar dunia mungkin bisa menjadi tantangan untuk melihat langsung kondisi negeri yang tidak stabil dalam politik. Dari pantauan riil itu biasanya mereka bisa memetakan seberapa besar pengaruhnya bagi dunia, khususnya hubungan diplomatik antarnegara. Namun, untuk pariwisata tidak bisa dipastikan akan mengundang banyak orang yang berminat datang.


Masuknya Ikhwanul Muslimin menjadi pemerintahan baru Mesir dikhawatirkan oleh turis dari non-muslim. Mereka takut kalau kebijakannya mengubah aturan dan kebijakan yang sebelum revolusi 2011 telah mengundang minat wisatawan Mesir. Pemerintahan baru yang dikenal mewakili kelompok Islam fundamental dikhawatirkan mengubah segalanya.

Apalagi yang disajikan dalam wawancara kepada narasumber parawisata yang pernah datang dengan mengedepankan pemerintahan Mesir baru yang berbau Islam. Turis mengenal pemerintahan Islam Timur Tengah tidak cukup ramah dengan budaya Barat, yang dinilai dari lahiriah bertentangan. Misalnya kebiasaan pakaian minim di pantai, nongkrong di tempat keramaian, dan hotel yang bebas. Semua itu dikhawatirkan akan dihilangkan pemerintah Mesir yang baru. Karena itu, narasumber ada yang menyatakan enggan untuk kembali ke Mesir.

Hal lainnya yang menjadikan Mesir turun dari minat wisatawan asing disebutkan bahwa orang-orang asing yang menjadi turis terkadang diganggu warga yang iseng, khususnya pada wanita. Kemudian jalanan yang kumuh dan rusak. Apsek internal negeri yang tidak kondusif ini menjadikan wisatawan tak mau kembali ke Mesir. Apalagi dikabarkan bahwa pemerintahan baru Mesir ini mengusung pelaksanaan syariat Islam hanya sekadar informasi dari media pun langsung membuat wisatawan asing berpikir ulang untuk masuk ke Mesir. Ketakutan dengan aturan baru yang tidak mendukung kebiasaan dan gaya hidup wisatawan asing ini dinilai peneliti menjadi faktor yang menjadikan Mesir turun drastis dalam parawisata.

Diakui sendiri oleh peneliti bahwa riset minat turis ke Mesir memiliki kekurangan dari sedikitnya sampel, hanya lima belas orang yang diwawancarai, dan tidak didukung dengan penelitian kualitatif.

Kekurangan lainnya, saya kira riset ini tidak menggunakan konteks pemerintahan baru Mesir. Mungkin dengan melihat program dan langsung berdialog dengan orang-orang yang berkuasa atau pengambil kebijakan akan diketahui visi dan program yang direncanakan untuk Mesir ke depan.

Dari sana, masalah pariwisata bisa dirumuskan ulang. Jika kembali pada karakter Ikhwanul Muslimin yang sangat ingin menerapkan syariat Islam dengan aturan pemisahan ruang publik wanita dan laki-laki sebagaimana negeri Arab Saudi maka keengganan wisatawan asing menjadi alasan untuk tidak datang. Siapa yang mau diatur atau melepaskan gaya hidup pribadi disesuaikan dengan negeri lain. Dari pada tidak nyaman selama berwisata, mereka tampaknya lebih memilih untuk tak datang ke Mesir.      

Jika dibandingkan dengan konteks Arab Saudi atau Iran, Mesir memiliki perbedaan yang siginifikan dalam tempat-tempat wisata dan (sebelum Ikhwanul Muslimin berkuasa) cukup terbuka dengan budaya Barat sehingga wisatawan/turis merasa nyaman. Artefak kuno, piramida, arsitektur, seni, dan pantai-pantai yang indah cukup memanjakan para turis.

Iran memiliki jejak sejarah kuno dan budaya Islam mazhab Syiah. Dengan aturan yang cukup ketat bagi turis yang harus menyesuaikan dengan budaya Islam Iran dalam pakaian dan lainnya maka yang datang lebih banyak dari turis Muslim atau pelajar yang menimba ilmu.[1] Sedangkan Arab Saudi bisa banyak karena ada faktor utama yang menarik umat Islam, yaitu Makkah dan Madinah: Kabah dan Makam Rasulullah saw.[2] Kerinduan untuk ibadah yang mengantarkan umat Islam dari mancanegara berdatangan dalam perjalanan umrah atau ziarah. Sedangkan turis non-Islam hanya sedikit yang tertarik dengan Arab Saudi.

Bandung, 21 Agustus 2014  
Ahmad Sahidin
Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam Pascasarjana UIN SGD Bandung
  





[1] Informasi tentang Iran bisa dibaca pada Dina Y. Sulaeman, Pelangi di Persia: Menyusuri Eksotisme Iran (Jakarta: Iiman, 2007).
[2] Hal ini bisa dilihat dari jumlah jamaah haji dan umrah yang datang ke negeri tersebut.

Sabtu, 29 Juli 2017

Kitab Ushul Tafsir (bagian Tafsirul Quran bil Lughah)

  
Al-QURAN merupakan kitab suci umat Islam. Selain sebagai pedoman, juga sumber pengetahuan dan inspirasi bagi kehidupan umat Islam. Rasulullah saw selaku pembawa Al-Quran sekaligus yang mempraktikan isi Al-Quran telah mewariskan Al-Quran untuk umatnya agar senantiasa merujuk dan mengambil manfaat dari Al-Quran. Karena itulah, Al-Quran sepanjang masa dibaca, dikaji, dan ditafsirkan hingga menjadi khazanah ilmu-ilmu Islam yang tidak terkira.

Sejak masa Sahabat Rasulullah saw sampai masa tabiin, jumlah tafsir al-Quran sangat banyak dan beraneka ragam bentuk maupun pendekatan. Apalagi masa sesudah tabiin, semakin bertambah dan setiap orang Islam yang menafsirkan saling berbeda serta memiliki khazanah pengetahuan yang luar biasa banyaknya.

Selasa, 25 Juli 2017

Politik Dunia Islam Modern: Monarki dan Wilayah Faqih

Pada abad pertengahan hingga awal modern, Dunia Islam diwarnai dengan perebutan identitas mazhab Islam pada setiap daulah dan kawasan-kawasan Islam. Hal ini tidak aneh karena setiap Muslim atau Muslimah memiliki kewajiban untuk berdakwah sehingga kawasan atau pemerintahan pun disesuaikan dengan mazhab yang dianutnya. Karena itu, tindakan kejam dan peperangan sesama Muslim menjadi masalah yang tidak pernah selesai. Kemudian orang-orang yang anti-Islam menggunakan fakta tersebut sebagai landasan untuk menuding Islam sebagai agama perang.

Kemudian umat Islam memasuki masa modern yang ditandai dengan munculnya gerakan pembaruan Islam dan bangkitnya negeri-negeri yang dihuni umat Islam dari penjajahan Barat. Bersamaan dengan gerakan pembaruan dalam pemikiran, muncul gerakan politik Islam modern yang kemudian membentuk pemerintahan baru.  

Beberapa negeri yang dihuni umat Islam ada yang masih mempertahankan bentuk pemerintahan monarki (kerajaan) seperti Arab Saudi, Maroko, Jordania, Malaysia, dan Brunei Darussalam.  

Ada juga yang menjadi negara modern republik seperti Mesir, Al-Jazair, Irak, Suriah (Syiria), Pakistan, dan Turki. Identitas politik tersebut jelas terpengaruh dengan pemikiran politik Barat dan menyesuaikan dengan zaman yang sedang dihadapi.

Selain yang bertahan dalam model lama (kerajaan) dan mengambil bentuk pemerintahan modern (Barat), terdapat juga negeri yang menggabungkan doktrin Islam dengan sistem pemerintahan republik seperti Republik Islam Iran dengan pemerintahan Wilayah Faqih. Bentuk pemerintahan Iran modern merupakan pola politik Islam yang baru dan lahir dari ijtihad seorang Muslim yang tercerahkan.

Wilayah Faqih  merupakan bentuk politik dan pemeritahan Islam Syiah modern. Konsep wilayah faqih ini dikembangkan oleh Imam Khomeini sebagai bentuk pemerintahan di bawah otoritas ulama yang menjadi bagian dari teologi Syi`ah Imamiyah modern.  Imam Khomeini mengembangkan pemikiran politik  wilayah faqih  saat  berlangsung masa rezim Pahlevi yang memerintah dengan tangan besi. Pada 1962, Khomeini memulai perjuangan politik menentang kekuasaan Pahlevi. Pada 1964, rezim Syah Pahlevi membuang Imam Khomeini ke Irak dan pada 1978 ke Paris, Perancis. Meski berada di negeri orang, tetapi perjuangannya tidak pernah berhenti.

Seruan Imam Khomeini tentang perlawanan terhadap kezaliman disambut masyarakat Iran dengan menggelar demonstrasi menentang rezim Syah dan menuntut adanya pemerintahan Islam. Dalam sebuah demontrasi besar-besaran yang saat itu bersamaan dengan asyura, lebih dari 60.000 orang meninggal dan lebih dari 100.000 orang terluka atau cacat akibat ditembak oleh tentara penguasa Syah Pahlevi yang coba membubarkan demonstrasi. Semakin hari yang menentang terus-menerus tumbuh dan meminta Pahlevi untuk turun dari kekuasaannya sehingga pada akhir 1978 Pahlevi pergi ke Mesir meninggalkan Iran.  Setelah perginya Pahlevi, Imam Khomeini kembali ke Iran pada 1979.

Untuk menentukan pemimpin dan sistem pemerintahan yang baru diadakan referendum pada 29 dan 30 Maret 1979. Hasilnya, 98,2 % masyarakat Iran mendukung dibentuknya negara Republik Islam Iran dengan sistem pemerintahan wilayatul faqih yang dicetuskan Imam Khomeini. Kemudian Imam Khomeini terpilih sebagai wilayatul faqih atau disebut Rahbar (Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran).

Selanjutnya, memilih presiden melalui pemilu dan Bani Shadr terpilih sebagai presiden. Karena tidak mengikuti aturan, Bani Shadr diturunkan dari jabatannya. Lalu, diadakan pemilu dan terpilihlah Syahid Rajai yang kemudian dibunuh oleh teroris. Pemilu lagi dan terpilihlah Sayyid Ali Khamenei`sebagai presiden sampai dua periode.

Setelah wafat Imam Khomeini, Sayyid Ali Khamenei` terpilih sebagai Rahbar oleh Dewan Ahli (Majlis-e Khubregan) yang terdiri dari 72 ulama yang mendapat kepercayaan dari rakyat (yang dipilih melalui pemilihan umum). Pergantian Rahbar Republik Islam Iran ini dilakukan setiap enam tahun sekali yang dipilih oleh Dewan Ahli.

Wilayatul Faqih yang dicetuskan Imam Khomeini merupakan sistem pemerintahan Islam Syiah modern. Wilayah Faqih dapat disebut penyiapan kekuasaan dan pemerintahan Islam  untuk Imam Mahdi yang akan mengisi ‘kursi’ kepemimpinan Islam. Untuk mengisi masa kekosongan ini, Imam Khomeini mencetuskan konsep Wilayah Faqih dengan terlebih dahulu membentuk Dewan Ahli.  Dewan Ahli ini diisi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan agama yang luas dan mendalam (faqahah), ulama yang mampu bersikap adil dan berani mewujudkannya dalam kehidupan serta berakhlak mulia (`adalah) dan memiliki kecakapan dalam berbagai urusan atau kompeten dalam memegang sebuah jabatan (kafa`ah). Ulama yang masuk menjadi Dewan Ahli ini dipilih oleh Anggota Parlemen. Sedangkan Anggota Parlemen dan Presiden dipilih langsung oleh masyarakat melalui pemilihan umum yang dilakukan dengan sistem distrik. Selain memilih Rahbar (Wali Faqih), Dewan Ahli juga bertugas menguji Undang-Undang Dasar yang dibuat oleh Anggota Parlemen.

Singkatnya, konsep wilayah faqih ini merupakan kepemimpinan manusia yang bersumber pada kepemimpinan Ilahiah. Allah selaku penguasa semesta alam telah memilih utusan-Nya yang disebut Nabi dan Rasul untuk membimbing manusia agar berada di jalan yang benar. Para Nabi dan Rasul ini kemudian menjalankan fungsinya sebagai pemimpin agama, sosial, dan kemasyarakatan.

Mengenai sistem politik yang dibentuknya, Imam Khomeini mengatakan, “Wali Faqih adalah seorang individu yang memiliki moralitas (akhlak), patriotisme, pengetahuan, kompetensi yang telah diakui oleh rakyat. Rakyat sendirilah yang memilih figur mana yang memenuhi kriteria semacam itu” (Yamani, 2002: 136-137).

Terbukti, Imam Khomeini berhasil mendirikan Republik Islam Iran pada saat Dunia Islam mengalami krisis akibat kolonialisme bangsa Barat. Masyarakat dunia pun mengakui bahwa Imam Khomeini merupakan pemimpin besar yang disegani Barat sampai sekarang. Walaupun sudah wafat, tetapi Imam Khomeini telah meninggalkan jasa yang besar bagi rakyat Iran dan umat Islam. []

(Diambil dari buku SEJARAH POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit:  Acarya Media Utama, Bandung, tahun 2010)


Senin, 24 Juli 2017

Utsmaniyah, Mughal, dan Shafawiyah

Kemudian muncul Daulah Utsmaniyah (1301-1924 M.) di Turki, Shafawiyah (1501-1722M) di Persia, dan Mughal (1730-1857M) di India. Ketiga Daulah ini dalam sejarah meraih kemajuan dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, arsitektur masjid dan istana yang megah. Utsmaniyah meneruskan Saljuk yang sebelumnya berasal dari pelarian Abbasiyah di Baghdad saat dihancurkan oleh Hulagu Khan.

Utsmaniyah mengalami kehancuran akibat serangan orang-orang Kristen Eropa. Sedangkan Shafawiyah runtuh akibat serangan-serangan suku bangsa Afghan dan Mughal mengalami perlawanan dari kerajaan-kerajaan India dan perebutan kekuasaan di antara keluarga istana sehingga mengalami kehancuran (Harun Nasution, 1996:14-22).

Menjelang abad dua puluh, terjadi pembaruan yang besar terhadap Shafawiyah, Mughal, dan Utsmaniyah. Setelah wafat penguasa terakhir, Abdul Majid II (1340-1342H/1922-1924 M), Kamal Attaturk mengganti pemerintahan Utsmaniyah menjadi Republik Turki dan Daulah Mughal tepecah menjadi kerajaan India, Pakistan, Kashmir, dan Bangldesh. Sedangkan Shafawiyah berganti dengan pemerintahan Zand, Qajar (1722-1925 M.), Pahlevi (1925-1979 M.), dan Republik Islam Iran (1979 M. sampai sekarang).[]
    
(Diambil dari buku SEJARAH POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit:  Acarya Media Utama, Bandung, tahun 2010)




Jumat, 21 Juli 2017

Glosarium dan Istilah Islam

Ahlulbait
Keluarga khusus Rasulullah saw meliputi Sayidah Fathimah, Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Ali, dan Al-Husain bin Ali. Istilah Ahlulbait sekarang ini merujuk pada golongan umat Islam yang mencintai keluarga Nabi yang biasanya dikenal dengan mazhab Syiah.

Ijtihad
Berpikir keras dalam urusan keagamaan kemudian menghasilkan keputusan hukum dan urusan umat Islam.

Imam
Pemimpin atau yang menjadi pelopor dari sebuah mazhab atau golongan.

Imamah
Kepemimpinan dalam Islam yang dalam sejarah disebut khalifah.

Islam
Satu dari tiga agama samawi yang diturunkan Allah untuk umat manusia yang berlaku sampai akhir zaman.

Khawarij
Golongan umat Islam yang keluar dari pasukan Ali bin Abi Thalib dalam Perang Shiffin dan memisahkan diri menjadi mazhab Islam dan gerakan politik.

Mahdi
Sosok pemimpin Islam yang akan muncul kelak sebelum terjadi kiamat.

Mutazilah
Golongan Islam yang memahami Islam secara logika dan termasuk mazhab teologi Islam dan gerakan politik.

Nash 
Teks ayat Al-Quran atau hadits Rasulullah saw yang dijadikan rujukan atau dalil-dalil oleh umat Islam.

Sunni
Mazhab Islam yang menganggap Rasulullah saw tidak mewasiatkan khalifah dan mengambil pedoman agama dari jalur para sahabat.

Syiah
Mazhab Islam yang menganggap Ali bin Abi Thalib beserta keturunannya yang berhak sebagai khalifah setelah Rasulullah saw.


Selasa, 18 Juli 2017

Imam Hasan Al-Asykari

Kepemimpinan Islam pun beralih kepada Imam Hasan Al-Asykari. Imam Hasan lahir pada Rabiul Tsani 213 H. dari seorang muslimah bernama Haditsa. Putra Imam Ali Al-Hadi ini mendapat julukan Al-Asykari, yang dinisbatkan pada suatu lempat yang bernama Asykar, di dekat Samara.

Sejak kecil sampai usia dua puluh tiga tahun, Imam Hasan berada dalam asuhan ayahnya. Imam Hasan hidup pada masa Daulah Abbasiyah dengan penguasa Al-Mu’taz, Al-Mukhtadi, dan Al-Mu’tamad atau Al-Muktamid. Di bawah ketiga penguasa ini, Imam Hasan dan pengikutnya tidak lepas dari tekanan dari penguasa Daulah Abbasiyah. Karena itu, Imam Hasan memberlakukan taqiyah (menyembunyikan keimanan untuk keselamatan jiwa) bagi pengikutnya.

Penguasa Daulah Abbasiyah mendengar bahwa dari Imam Hasan Al-Asykari akan lahir seorang manusia yang akan menegakkan keadilan. Disuruhlah oleh Al-Muktamid yang menjadi penguasa, seorang dokter dan hakim beserta pengawalnya untuk memantau gerak gerik Imam Hasan Al-Asykari. Segala sikap dan perilakunya disampaikan kepada penguasa. Apalagi Imam Hasan terlihat memperlihatkan keenganannya untuk bekerjasama dengan penguasa sehingga dianggap membahayakan. Karena itu, Al-Muktamid membunuh Imam Hasan Al-Asykari dengan racun hingga wafat pada 260 H./872 M. dan dikuburkan bersebelahan dengan makam ayahnya di Samara. []


(Diambil dari buku SEJARAH POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit:  Acarya Media Utama, Bandung, tahun 2010)

Senin, 17 Juli 2017

Imam Ali Al-Hadi

Setelah wafat Imam Muhammad Al-Jawad, kepemimpinan Islam beralih kepada Imam Ali Al-Hadi, putra Imam Muhammad Al-Jawad yang lahir di Madinah, 15 Dzulhijah/5 Rajab 212 H. Imam Ali Al-Hadi dididik ayahnya. Tidak heran kalau pada masa itu Imam Ali Al-Hadi menjadi panutan dalam akhlak, ibadah, dan rujukan dalam masalah keagamaan.

Imam Ali Al-Hadi hidup ketika moral dan ekonomi umat Islam mulai merosot akibat banyaknya pajak yang diambil oleh pejabat Daulah Abbasiyah. Al-Mu`tasim yang menjadi penguasa Daulah Abbasiyah dikenal sebagai peminum minuman keras dan membenci pengikut Ahlulbait. Pernah suatu ketika, Al-Mu`tasim memerintahkan pelawak untuk mengejek Imam Ali bin Abi Thalib pada sebuah jamuan pesta dan memerintahkan untuk meratakan makam cucu Rasulullah saw di Karbala.

Setelah berakhirnya masa kekuasaan Al-Mu`tasim, Al-Muntasir pada 248 H. menjadi penguasa Daulah Abbasiyah menggantikan ayahnya, Al-Mutawakkil. Meskipun berkuasa selama enam bulan, ia berlaku baik dan tidak membunuh pengikut Ahlulbait. Namun enam bulan kemudian Al-Muntasir meninggal dunia kemudian digantikan Al-Mustâ`in. Intrik politik dan rebutan kekuasaan dalam keluarga istana Daulah Abbasiyah terus bergejolak. Wajar jika setiap penguasa digulingkan oleh keluarganya sendiri, bahkan dibunuh untuk mengambil alih tampuk kekuasaan darinya.

Ketika Al-Musta’in berkuasa, kekejaman dan kesewenang-wenangan kembali merajalela. Namun, pemerintahannya hanya berlangsung dua tahun sembilan bulan karena atas perintah saudaranya, Al-Mu’taz, dia dibunuh dan dipenggal sehingga kekuasaan Daulah Abbasiyah beralih ke Al-Mu’taz yang tidak kalah kejamnya. Orang-orang Islam diketahui menjadi pengikut Imam Ali Al-Hadi diburu dan diminta untuk mengecamnya. Tidak jarang sampai dibunuh kalau tetap mengikuti ajaran-ajaran yang disampaikan Imam Ali Al-Hadi. Bukan hanya pengikutnya, bahkan Imam Ali Al-Hadi pun dibunuhnya dengan racun dan wafat pada 26 Jumadil Tsani 254 H. Jasadnya dikuburkan oleh Imam Hasan Al-Asykari, putranya, di Samara. []


(Diambil dari buku SEJARAH POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit:  Acarya Media Utama, Bandung, tahun 2010)

Minggu, 16 Juli 2017

Imam Muhammad Al-Jawad

Wafatnya Imam Ali bin Musa Ar-Ridha menjadi tanda beralihnya kepemimpinan Islam kepada putranya, Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad. Ia lahir di Madinah, 10 Rajab 195 H. dari ibunya yang bernama Raibanah. Imam Muhammad Al-Jawad dikenal memiliki ilmu agama yang luas dan sering berdebat dengan ulama-ulama tentang fiqih, hadits, tafsir, teologi, dan lainnya.

Sabtu, 15 Juli 2017

Imam Ali Ar-Ridha


Kepemimpinan Islam beralih kepada Imam Ali bin Musa Ar-Ridha. Putra Imam Musa ini lahir di Madinah, Kamis, 11 Dzulqa’dah 148 H. Ibunya bernama Taktam yang dijuluki Ummu Al-Banin. Imam Ali Ar-Ridha hidup dalam bimbingan ayahnya selama tiga puluh lima tahun dan berada dalam masa kekuasaan Daulah Abbasiyah.

Imam Ali Ar-Ridha dikenal dekat dengan kaum tertindas yang hidup dalam serba ketakutan dan berharap terjadinya perubahan kehidupan yang lebih baik. Mereka sering berkumpul dan mendengarkan nasihat-nashiat dari Imam Ali Ar-Ridha. Dekatnya umat Islam kepada Imam Ali Ar-Ridha ini membuat khawatir penguasa Daulah Abbasiyah. Al-Makmun, penguasa Daulah Abbasiyah, mencoba mengambil hati umat Islam dengan mengangkat Imam Ali Ar-Ridha sebagai putra mahkota. Al-Makmun menuliskan teks baiat kepada Imam Ali Ar-Ridha dengan tangannya sendiri dan Imam Ali Ar-Ridha menandatanganinya.

Tidak pernah ada yang memperkirakan bahwa pengangkatan Imam Ali Ar-Ridha sebagai putra mahkota tersebut merupakan siasat untuk menyingkirkannya. Dalam sebuah jamuan makan, Imam Ali Ar-Ridha diracun sampai mengembuskan nafas terakhir pada Selasa, 17 Shafar 203 H. dan dimakamkan di Thus (Masyhad), Iran.[]


(Diambil dari buku SEJARAH POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit:  Acarya Media Utama, Bandung, tahun 2010)

Jumat, 14 Juli 2017

Imam Musa Al-Kazhim

Kepemimpinan Islam pun beralih kepada Imam Musa bin Jafar. Imam Musa yang digelari Al-Kazhim lahir pada Ahad, 7 Shafar 128 H. di kota Abwa. Ibu Imam Musa bernama Hamidah, seorang wanita berkebangsaan Andalusia (Spanyol). Sejak masa kecil Imam Musa telah menunjukkan kepandaiannya.

Imam Musa hidup pada masa kekuasaan Daulah Abbasiyah: periode khalifah Al-Mansur, Al-Mahdi, Al-Hadi, dan Harun Ar-Rasyid. Pada masa ini nasib pengikut Ahlulbait teraniaya. Mereka dipenjarakan tanpa diberi makan, diusir dari rumah-rumahnya, dan dibunuh. Pernah suatu hari Harun Ar-Rasyid memanggil Humaid bin Qahtabah bertanya tentang ketaatannya kepada dirinya sebagai penguasa Daulah Abbasiyah. Humaid menyatakan kesiapannya. Harun Al-Rasyid kemudia memberinya sebuah pedang dan menyuruhnya pergi bersama seorang pelayan ke sebuah rumah yang terkunci yang di tengah-tengahnya terdapat sumur.

Di rumah tersebut terdapat tiga kamar yang seluruhnya terkunci. Pelayan itu membuka kunci pintu kamar yang di dalamnya terdapat duapuluh orang keturunan dari Ahlulbait Rasulullah saw. Mereka terdiri dari anak-anak remaja dan orang-orang tua dengan kaki dan tangan terikat rantai. Sang pelayan menyuruh Humaid untuk membunuh orang-orang itu dan memasukkan jasad mereka ke dalam sumur. Humaid tanpa risih melakukannya. Kemudian pintu kedua dibuka yang di dalamnya terdapat tawanan sejumlah yang di kamar pertama. Kembali pelayan itu menyuruh Humaid melakukannya. Humaid pun melaksanakannya. Pintu ketiga pun dibuka dan di situ terdapat sejumlah itu. Lagi-lagi pelayan itu menyuruhnya melakukan hal yang sama dan Humaid pun menaatinya.

Karena itu, keberadaan Imam Musa Al-Kazhim pada masa  kekuasaan Harun Ar-Rasyid menjadi tumpuan umat Islam. Orang-orang Islam lebih taat kepada Imam Musa ketimbang kepada pemerintah Daulah Abbasiyah. Setiap hari pengikut Imam Musa bertambah dan Harun Al-Rasyid merasa cemas. Tanpa alasan yang jelas, Imam Musa ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Bahkan, untuk meruntuhkan derajat Imam Musa, Harun Al-Rasyid memasukkan pelayan wanita yang cantik ke dalam penjara guna merayunya. Namun tidak berhasil karena si wanita tersebut malah menjadi murid Imam Musa.

Setelah berbagai cara tidak berhasil, Harun Al-Rasyid menyuruh Sanadi bin Sahik agar meletakkan racun pada makanan Imam Musa hingga wafat pada Jumat, 25 Rajab 183 H. Jenazahnya dibiarkan tergeletak dipenjara selama tiga hari dan dibuang di jembatan Al-Karkh, Baghdad. Putra Imam Musa beserta keluarga dan pengikutnya kemudian menguburkannya di pemakaman Quraiys.[]

(Diambil dari buku SEJARAH POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit:  Acarya Media Utama, Bandung, tahun 2010)