Bukan tanpa alasan kalau Allah mengondisikan masa kecil para calon nabi sebagai penggembala. Dalam sejarah dikisahkan bahwa Nabi Muhammad saw, Nabi Ibrahim as, Nabi Daud as, Nabi Musa as, dan Nabi Isa as pernah menjalani profesi sebagai penggembala.
Dalam
sebuah hadis Rasulullah saw mengatakan, “Semua nabi pernah menggembalakan
ternak.”
Para
sahabat bertanya, “Bagaimana dengan Anda, ya Rasulallah?”
Rasulullah
saw menjawab, “Allah tidak mengutus seorang nabi, melainkan ia pernah
menggembalakan ternak.”
Kemudian ada sahabat yang bertanya lagi, “Anda sendiri bagaimana?”
Sambil
tersenyum Rasulullah saw menjawab, “Dahulu aku menggembalakan kambing
penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath.” (HR. Bukhari)
Yang
menjadi pertanyaan: mengapa harus mengembala? Pertanyaan ini tampaknya mengada-ada.
Namun, kalau kita telusuri lagi akan didapatkan pelajaran yang sangat bermakna
dari aktivitas rendah tersebut. Disebut rendah karena biasanya di Indonesia
yang menjadi pengembala adalah orang-orang desa dan anak-anak kampung yang
miskin. Orang-orang yang kurang beruntung dalam kekayaan dunia yang biasanya
yang berkenan untuk menjadi gembala.
Sejarah
mencatat bahwa Muhammad kecil termasuk orang yang kekurangan dari harta. Sejak
ditinggal wafat ayahnya, Abdullah, hidup dalam kondisi yang sederhana. Mungkin
kalau tanpa dukungan finansial dari paman dan kakeknya, Abu Thalib dan Abdul
Muthalib, kehidupan Muhammad beserta ibunya, Aminah, terpuruk.
Sesuai
dengan kebiasaan masyarakat Arab, pengasuhan dan pemberian susu untuk sang bayi
diserahkan kepada para ibu dari desa-desa yang memiliki profesi mengasuh anak.
Halimah binti Sa’diyah termasuk seorang wanita yang menawarkan dirinya untuk
mengasuh Muhammad kecil. Kondisi ekonomi yang terbatas membuat Aminah enggan
menyerahkan putranya untuk diasuh. Namun, sang pengasuh tampaknya sudah
terpikat pada sosok Muhammad kecil mengambilnya meski tidak dapat bayaran yang
memuaskan.
Teman-teman
Halimah yang membawa anak-anak orang kaya mencibir dan merendahkannya. Halimah
tidak menghiraukannya. Muhammad kecil dibawanya ke desa yang memiliki tumbuhan
dan udara yang segar karena di daerah pegunungan. Banyak keajaiban yang dialami
Halimah dan keluarganya. Kambing yang kurus mulai berisi dan mengeluarkan susu
ketika diperah. Dada Halimah yang digunakan untuk menyusui Muhammad kecil juga
mengalir air susu yang awalnya sedikit. Suami Halimah menyebutnya berkah dari
sang yatim, Muhammad saw.
Sebagaimana
kebiasaan hidup di desa, Muhammad dan anak Halimah bermain sambil mengembala
kambing. Sering didapati Muhammad kecil sendirian memandang langit dan
tenggelam dalam pikiran yang mendalam. Sambil mengembala, Muhammad merenungi
kehidupan. Tidak ada yang mengetahui kalau kebiasaan merenung berlanjut ketika
Muhammad beranjak dewasa.
Setelah
masa pengasuhan dan penyusuan selesai, Muhammad kecil dikembalikan kepada
ibunya. Aminah, sang ibu, membawanya ke Madinah untuk menziarahi makam
Abdullah, ayahnya Muhammad. Namun dalam perjalanan pulang menuju Makkah, ibu Muhammad sakit dan
meninggal dunia. Muhammad yang kini yatim piatu itu pulang ke Makkah disertai
pembantunya yang setia, Ummu Aiman. Abdul Muthalib, sang kakek, mengurus
Muhammad. Selama dalam pengurusan kakeknya ini Muhammad sempat mengembalakan
kambing yang dimiliki kakek. Ketika kakeknya wafat, Muhammad diambil Abu
Thalib. Sang paman merawat Muhammad kecil dengan penuh kasih sayang dan diajak
berdagang ke luar negeri. Selama dalam masa pengasuhan sang paman pula Muhammad
melakukan aktivitas sebagai pengembala.
Kalau
melihat aktivitas gembala, sebetulnya bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi jika
ternaknya berjumlah ratusan. Kalau tidak terlatih, bukannya dapat mengarahkan
dengan baik ternak yang digembala, bisa-bisa kabur. Seorang penggembala harus
mampu mencari dan mengarahkan ternaknya ke padang gembalaan yang subur. Kemudian
ia harus mengendalikan gembalaannya agar tidak tersesat dan melindunginya dari
hewan pemangsa dan pencuri. Karena itu, orang yang menjadi pengembala harus
memiliki kemampuan yang andal, harus ada cinta dan kasih sayang, perhitungan
yang matang, kejelian, dan fisik yang prima.
Mungkin
itulah sebabnya Allah menjadikan para Nabi sebagai penggembala agar kelak
mereka mampu mengatur, melindungi, dan melayani umat agar berada dalam jalur
yang lurus dan selamat. Singkatnya, mengembalakan ternak merupakan tahapan
latihan untuk kelak menjadi pengurus dan pembimbing umat. Dari aktivitas
gembala itu Allah mempersiapkan dan memberikan pelajaran kepemimpinan kepada
para Nabi sejak dari kecil.
Bagaimana
dengan kita? Tentunya kita selaku orang Islam harus mempelajari perjalanan
hidup Rasulullah saw kemudian sunahnya dilaksanakan dalam keseharian.
Belajarlah dari sejarah Nabi Muhammad saw dan renungkan arah hidup kita: sedang
menuju Allah atau menjauh dari Allah? Sambil merenung mulailah evaluasi diri.
*** (Ahmad Sahidin)