Rabu, 21 Juni 2023

Pengajian Ahad: Perjalanan Imam Husain dan Haji

Sayup-sayup terdengar alunan shalawat. Suaranya tidak keras juga tidak pelan. Enak di dengar. Semakin dekat semakin jelas sumber suara berasal. Dari arah gerbang depan Masjid Al-Munawwarah tampak tidak begitu penuh. 

Saat berjalan menuju masjid, dari sebuah rumah yang searah jalan menuju masjid tiga orang keluar dari pintu gerbang rumah. Dua orang lelaki adalah yang biasa melafalkan ayat-ayat suci Al-Quran dan seorang lagi guru saya: Ustadz Miftah Rakhmat (Usmif).

Saya berusaha mengejarnya, tetapi sayang yang dua orang bergerak ke arah gerbang masjid. Saya buru-buru memberi salam dan bersalaman dengan Usmif. Lalu, bergerak menuju gerbang masjid. Masuk tepat di ruang utama masjid. Di sana sudah ada beberapa jamaah yang rutin hadir, termasuk pengurus Ikatan Jamaah Ahlulbait Indomesia (IJABI) Jawa Barat. Saya coba duduk menyandar di samping kiri menghadap layar dekat mimbar. Kalau ada layar biasanya ada penayangan film dan pasti Ustadz Jalal yang akan menyajikan ceramahnya. 

Alunan shalawat pun berhenti. Kemudian dua lelaki yang biasa melafalkan ayat suci Al-Quran tanpa mushaf langsung bergerak mengambil mikrofon dan melafalkan surah Al-Baqarah.

Sambil mendengarkan alunan ayat suci Al-Quran, saya melihat Usmif masuk ke ruang utama masjid dan duduk berdekatan dengan seorang pengurus IJABI. Sesekali saya lihat ngobrol setengah berbisik. Kemudian memperhatikan yang melafalkan ayat suci Al-Quran. Sekira setengah jam, alunan ayat Al-Quran pun berhenti. Usmif segera mengambil mikrofon sambil berdiri tepat di belakang mimbar. 

Ibadah Haji

Usmif membuka dengan salam dan shalawat. Usmif menyampaikan informasi berkaitan dengan pengumpulan dana untuk Radio IJABI yang jumlahnya sekira dua belas juta dan Muktamar IJABI serta Idul Ghadir yang akan dilaksanakan di Jakarta.

Sambil menunggu kehadiran Ustadz Jalal, Usmif mengisi ceramahnya tentang ibadah haji dan puasa yang memiliki manfaat bukan hanya untuk orang Islam, tetapi juga buat masyarakat dunia. Menurut Usmif, ibadah haji dan puasa mampu menghidupkan perekonomian dunia. Setiap Ramadhan terjadi pertukaran uang dari penjualan kebutuhan yang berkaitan dengan makanan dan busana pelengkap ibadah. Setiap Dzulhijjah pula perekonomian dunia hidup, khususnya yang berkaitan dengan bisnis penerbangan dan barang-barang yang dibutuhkan para jamaah haji.

“Dua ibadah tersebut mampu menghidupkan perekonomian dunia,” kata Usmif. “Tidak ada ibadah yang manfaatnya bukan hanya didapatkan orang Islam, tetapi juga orang lain yang bukan pemeluk Islam.”

Selain sisi perekonomian, Usmif mengatakan bahwa ibadah haji merupakan momentum persatuan umat Islam. Dalam ibadah haji, seluruh umat Islam di dunia berkumpul dan melakukan ibadah yang sama dan semua orang Islam sama-sama sederajat di hadapan Allah.

Usmif menyebutkan beberapa persoalan yang berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Mulai dari pengurusan dan daftar tunggu yang sampai tahunan sampai soal kenaikan ongkos haji oleh Kementerian Agama Republik Indonesia untuk mengurangi lonjakan jamaah haji.

“Di Indonesia tidak ada pembatasan. Orang yang mampu atau punya ongkos bisa menuaikan ibadah haji. Bisa berkali-kali. Di luar Indonesia, terdapat pembatasan usia dan punya aturan yang berbeda,” kata Usmif.

Usmif membandingkan perkumpulan umat Islam dengan umat Hindu di Sungai Gangga, India. Berkumpulnya umat Hindu di Sungai Gangga kalah dibandingkan dengan berkumpulnya umat Islam dalam peringatan Arbain di Irak yang diselenggarakan umat Islam pengikut mazhab Ahlulbait.

“Lebih banyak karena untuk acara Asyura dan Arbain tidak ada jatah kuota. Siapa pun dapat datang dan melalukan ziarah dan berdoa,” lanjut Usmif menerangkan, “Sekiranya ibadah haji tidak dibatasi jumlahnya pasti akan lebih banyak orang yang berkumpul di Padang Arafah.”

Masih berkaitan dengan haji, Usmif menceritakan perjalanan Imam Husain, cucu Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah saw, sebelum ke Karbala sempat melakukan ibadah haji hanya tidak diselesaikan karena ada ibadah yang lebih utama.

“Imam Husain memilih ibadah yang lebih utama, yaitu menegakkan agama yang dibawa kakeknya, Rasulullah saw,” kata Usmif.

Masih dalam ceramahnya, Usmif menyampaikan tiga amalan yang dapat dilakukan oleh umat Islam yang tidak menunaikan ibadah haji. Pertama, shalat sunah dua rakaat sesudah shalat maghrib dan sebelum shalat isya. Setelah membaca surah Al-Fathihah dilanjutkan membaca surah Al-Araf ayat 142. Kedua, saat jamaah haji di Padang Arafah melakukan wukuf, dianjurkan membaca doa arafah sesudah shalat zhuhur. Ketiga, dianjurkan untuk membaca doa ziarah kepada para Nabi, Rasulullah saw, dan Keluarga Nabi (Ahlulbait).

Sambil mengutip surah Al-Mujadallah ayat 12, Usmif mengatakan bahwa sebelum membaca doa ziarah atau menemui Rasulullah saw hendaknya bersedekah terlebih dahulu. Ini pula yang dilakukan Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah setiap kali mau berbincang atau menemui Rasulullah saw bersedekah satu dirham.  

“Pernah suatu hari Imam Ali tidak menemui Rasulullah saw. Ketika diselidiki ternyata tidak memiliki suatu barang atau uang untuk disedekahkan sehingga tidak menemui Rasulullah saw. Karena memang itu yang tercantum dalam Al-Quran. Jadi, ada etika bahwa sebelum berziarah atau doa melakukan kebaikan dahulu bisa sedekah atau berbagi makanan,” kisahnya.

Yaumul Mahabbah

Di akhir ceramah, Usmif mengingatkan momen penting pada Dzulhijjah dalam sejarah Islam bahwa tanggal 1 Dzulhijjah merupakan hari kasih sayang dalam Islam, yaitu yaumul mahabbah, pada hari itulah Imam Ali dan Sayidah Fathimah menikah.

Usmif berkisah tentang Sayidah Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Nabi Muhammad saw dan ibunda Sayidah Fathimah Az-Zahra. Ketika sakit para dan menjelang wafat, Sayidah Khadijah menangis dan berbicara kepada Asma binti Umais. Ibunda Khadijah merasa khawatir kalau nanti saat akan menikah putrinya tidak ada yang memberi nasihat pernikahan yang berkaitan dengan kewanitaan. Asma berjanji kelak dirinya yang akan menggantikan posisi ibunda Khadijah.

Memang benar. Malam hari pernikahan, Asma binti Umais tidak keluar dari rumah Rasulullah saw. Ketika ditanya, Asma mengatakan dirinya telah berjanji dihadapan Sayidah Khajidah yang menggantikan pemberian nasihat kewanitaan. Mendengar itu, Rasulullah saw menangis karena teringat kepada istrinya yang tercinta dan perempuan pertama yang memeluk Islam.

Selain kisah Sayidah Fathimah, Usmif juga mengisahkan kematian Khalifah Utsman bin Affan yang tragis dan dikepung umat Islam yang menilai pemerintahan Utsman banyak melakukan kesalahan. Dalam peristiwa huru-hara itu, Imam Ali tidak berada dalam posisi memihak Khalifah Utsman dan tidak pula berada dalam barisan para penyerang. Saat berada dalam pengepungan, Imam Ali memerintahkan kedua putranya untuk memberikan jatah air yang sangat dibutuhkan Utsman dan keluarganya saat dikepung dan dihentikan jatah air minum.

Film Nabi Ibrahim as

Ketika Usmif selesai berkisah, Ustadz Jalal hadir di ruang utama masjid. Ustadz Jalal membawa lapto dan meminta seorang jamaah untuk membantu menghubungkannya dengan infokus untuk menayangkan film Nabi Ibrahim as.

Bagian film yang diputar berkaitan dengan perjalanan Bunda Hajar, istri Nabi Ibrahim as, yang membawa Nabi Ismail as, putranya ke daerah yang kini masuk bagian wilayah dari Makkah Al-Mukarramah. Nabi Ismail as kecil menangis karena kehausan yang teramat sangat. Bunda Hajar menyimpan Nabi Ismail as kemudian Bunda Hajar berlari dari Shafa ke Marwa. Bolak balik sampai tujuh putaran. Kemudian mengelus putranya yang kakiknya menendang pada tanah. Tiba-tiba muncul air yang kemudian disebut zam-zam. Air itulah yang diminum Bunda Hajar dan Nabi Ismail as sehingga tidak lagi kehausan.

Selesai film bagian Bunda Hajar, Ustadz Jalal menayangkan film bagian dialog Nabi Ibrahim as dengan Nabi Ismail as berkaitan dengan mimpi yang memerintahkan putranya agar disembelih sebagai kurban untuk Allah.  Dengan bahasa yang santun, Nabi Ismail as menyatakan menerima keputusan Allah. Nabi Ismail as meminta agar dirinya diikat dengan kuat, disembelih dengan pisau yang tajam, dan agar menyampaikan salam buat Bunda Hajar, ibunya.

Dalam perjalanan menuju Jabal Abu Qubaisy, Nabi Ibrahim as bersama Nabi Ismail as dicegat oleh seorang laki-laki berpakaian hitam. Lelaki misterius itu berupaya menghalangi Nabi Ibrahim as agar tidak melaksanakan perintah Allah. Sambil mendekat pada tempat berdiri lelaki misterius itu, Nabi Ibrahim as mengambil batu kerikil kemudian dilemparkan kepada orang tersebut. Ketika batu mengena, hilanglah lelaki misterius berbaju hitam tersebut.

Setiba di puncak Jabal Abu Qubaisy, putra satu-satunya Nabi Ibrahim as itu diikat dengan kuat dan dicium keningnya sambil berlinangan air mata. Leher putranya dipegang dan pisau tajam pun ditempelkan. Alunan doa kurban dari Nabi Ibrahim as pun mengeringi gerakan pisau yang menempel. Tiba-tiba muncul suara Allah yang menyatakan bahwa Nabi Ibrahim as telah melaksanakan perintah-Nya dan di sisinya telah ada domba untuk disembelih sebagai kurban. Ayah dan anak itu memuji Allah dan saling berpelukan.

Film berlanjut dengan pembangunan Ka’bah. Nabi Ibrahim as bersama Nabi Ismail as mendirikan bangunan Ka’bah sebagai tempat ibadah kepada Allah. Kemudian keduanya mengelilingi Ka’bah (thawaf) sambil melafalkan talbiyah.

Islam agama Kepasrahan

Dari penayangan film tersebut, Ustadz Jalal menyampaikan catatan berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim as. Menurut Ustadz Jalal, Nabi Ibrahim as merupakan Bapak para Nabi dan Bapak tiga agama besar dunia: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Sosok Nabi Ibrahim as simbol manusia pasrah dalam menerima keputusan Allah dan sabar dari berbagai ujian yang diberikan Allah. Agama yang diturunkan Allah benilai kepasrahan dan seorang yang beragama dilihat dari sikap pasrahnya. Bahkan sebelum wafatnya, Nabi Ibrahim as dalam Al-Quran disebut orang yang paling pasrah.

Menurut Ustadz Jalal bahwa dalam Al-Quran kata pasrah diistilahkan dengan ‘muslim’ dan ‘islam’. Sambil mengutip ayat yang menerangkan bahwa sesungguhnya agama yang diridai adalah Islam, Ustadz Jalal menerangkan bahwa istilah Islam dalam ayat tersebut maknanya bukan institusi agama, tetapi pada sikap menerima dengan kepasrahan atau berserah diri kepada Allah seperti yang dicontohkan Nabi Ibrahim as.

“Karena itu, makna Islam dalam Al-Quran adalah pasrah atau mengikuti jalan kepasrahan. Untuk bisa pasrah tentunya harus didasarkan dengan kecintaan yang sejati. Tanda cinta salah satunya adalah pasrah atau menerima dengan sepenuh hati,” papar Ustadz Jalal.

Selain menyampaikan makna Islam, Ustadz Jalal menyampaikan kisah penulis buku ‘Bahkan Malaikat pun Bertanya’, yaitu Jeffrey Lang, yang pernah kecewa melihat kehidupan umat Islam di Timur Tengah (negeri-negeri Islam) yang tidak sesuai dengan doktrin yang terkandung dalam Kitab Suci Al-Quran dan perilaku Nabi Muhammad saw yang disebutkan dalam hadis dan sunah.

Pesan untuk Ijabiyyun

Di akhir ceramah, sebelum menutup dengan doa untuk jamaah haji dari seluruh dunia, Ustadz Jalal mengingatkan tentang Idul Ghadir dan meminta Ijabiyyun (masyarakat IJABI) untuk berkontribusi sesuai kemampuannya.

Ustadz Jalal sedikit mengurai ceramah Usmif berkaitan dengan Nabi Ibrahim as yang dibakar api. Ketika dibakar api, seekor burung pipit terbang yang diparuhnya membawa air untuk memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim as. Perbuatan burung pipit itu diketahui burung besar yang menertawakan karena air yang dibawa dalam paruhnya yang kecil tidak akan dapat memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim as. Burung pipit menjawab: meski tidak dapat memadamkan, tetapi yang terpenting tercatat pernah berupaya memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim as.

“Sekecil apa pun kontribusi atau sumbangan Anda, Insya Allah akan tercatat sebagai kebaikan. Karena itu silakan menyisihkan uang atau bantuannya,” pungkas Ustadz Jalal mengakhiri. *** (Bandung, 21 Oktober 2012)