DALAM khutbah Jumat, seorang khotib menyampaikan bahwa Imam Muhammad Al-Baqir dalam sebuah riwayat menyampaikan ada empat pembagian waktu: untuk ibadah, bekerja (mencari nafkah), keluarga, dan diri sendiri.
Saya sendiri tidak paham dengan riwayat tersebut. Kalau
dilihat dari tokohnya jelas bahwa Al-Baqir adalah putra Imam Ali Zainal Abidin
bin Imam Husain, cucu Rasulullah saw. Silsilah keilmuannya berasal dari
Rasulullah saw sehingga (kalau benar-benar dari Nabi) termasuk kategori hadis
Nabawiyyah.
Terlepas dari itu, saat saya mendengarnya saya benar-benar
tidak mengerti dalam penjelasan pembagiannya. Apakah itu berarti dalam seminggu
harus dibagi empat waktu? Apakah dalam sehari dibagi empat waktu? Atau dalam
sebulan dibagi empat?
Kalau melihat aktivitas yang saya jalani, baru tiga waktu
yang dibagi. Waktu untuk Tuhan atau ibadahnya belum disisihkan dan porsi untuk
urusan dunia (bekerja) masih dominan. Dalam seminggu, porsi untuk (resmi)
bekerja empat hari. Sisanya untuk keluarga dua hari dan satu hari untuk
sendiri.
Lalu, untuk Tuhan? Nah… untuk urusan ini sebetulnya
kalau melacak pada kajian keagamaan (Islam) justru yang tiga waktu tersebut
bisa mengarah ibadah. Bukankah setiap aktivitas seorang muslim akan bernilai ibadah
kalau disisipi niat ibadah. *** (ahmad sahidin)