Senin, 26 Juni 2023

Mukjizat Nabi Akhir Zaman

“DAN sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan  tanda-tanda, melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu  yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (QS Israa [17]: 59)

Seorang laki-laki sempurna dan para sahabatnya dalam perjalanan melewati rumah seorang wanita bernama Ummu Ma’bad. Rumah itu terletak di padang pasir dan jauh dari perkampungan. Karena lapar dan haus, salah seorang sahabatnya datang menemui Ummu Ma`bad untuk membeli daging, kurma, dan susu. Tapi wanita itu bilang tidak mempunyai makanan dan susu yang dibutuhkan mereka. Mendengar itu, laki-laki sempurna yang berada tak jauh dari depan rumah Ummu Ma`bad langsung menunjuk kambing kurus yang berbaring di pojok.

 “Apakah ada susu padanya?” tanya Rasulullah saw.  “Ia lemah, tidak ada susunya,” jawab Ummu Ma`bad.  “Apakah engkau mengizinkan aku bila memerah susunya?” pinta Rasulullah saw.

“Kalau saja aku tahu kambing itu mempunyai air susu, sudah pasti kupersembahkan untukmu,” jawab Ummu Ma`bad.

Beliau mendekat ke arah kambing dan meletakkan tangannya pada bagian perutnya sambil menyerukan nama Allah berdoa untuk wanita itu dan kambingnya. Ajaib, kambing itu bangun dan pada putingnya mengalir susu. Beliau meminta wadah untuk menampung susu itu hingga penuh. Susu itu diberikannya kepada wanita itu dan para sahabat agar diminum dan beliau sendiri minum paling akhir. Setelah itu, beliau memerah susu lagi sampai wadah itu penuh dan meninggalkannya untuk Ummu Ma`bad.

Setelah rombongan pergi, datanglah Abi Ma’bad, suami Ummu Ma`bad, dengan menuntun beberapa ekor kambing kurus. Setibanya di rumah Abi Ma`bad terkejut melihat susu segar memenuhi wadah minum dan langsung bertanya, ”Dari mana engkau mendapatkan susu ini? Bukankah kambing kita itu kering?”

”Benar, suamiku. Tadi seorang laki-laki mulia telah melewati tempat ini dan begini dan begitu hingga keluarlah susu dari kambing kita,” jawab Ummu Ma`bad menjelaskan.

”Bagaimanakah sosoknya? Coba gambarkan penampilannya!” desaknya. Meluncurlah kalimat dari Ummu Ma`bad, ”Aku melihat seorang pria yang wajahnya putih cemerlang. Ia sopan. Tidak kurus dan tidak botak dan lemah lembut; matanya hitam legam dengan bulu mata melengkung, suaranya merdu dan lehernya bersinar, dan janggutnya tebal. Alis matanya melengkung indah. Ketika diam, kemuliaan tampak padanya dan saat bicara tampak berwibawa dan berilmu. Ia tampan dan bercahaya. Manis dan lembut bicaranya. Jika tidak salah, teman-temannya memanggilnya Rasulullah.”

Setelah mendengar penjelasan itu, Abi Ma`bad langsung berujar, ”Demi Allah, Dialah orang Quraisy yang terkenal itu.”

Siapakah ia? Benar, beliau adalah Muhammad bin Abdullah utusan Allah yang terakhir. Sosok nabi dan Rasul Allah yang tiada bandingannya dari semua nabi dan rasul serta umat manusia sepanjang sejarah. 

Diriwayatkan pada suatu pagi buta menjelang waktu subuh, Rasulullah saw bermaksud untuk wudhu. Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat, “Apakah ada air untuk wudhu?”

“Tak ada ya Rasulullah,” jawab salah seorang sahabat, ”Yang ada hanyalah kantong kulit yang di bawahnya masih tersisa tetesan-tetesan air.”

Kantong itu pun dibawa ke hadapan Rasulullah Saw. Beliau lalu memasukkan jari jemarinya yang mulia ke dalam kantong itu. Ketika Rasulullah saw mengeluarkan tangannya, terpancarlah dengan deras air dari sela-sela jarinya. Para sahabat segera berwudhu dengan air suci itu, dan bahkan Abdullah bin Mas’ud meminumnya.

Kisah lainnya yang paling popular adalah naiknya Muhammad saw ke langit ketujuh dan bertemu dengan Allah serta mendapat petunjuk ibadah ritual shalat.

Apabila diperhatikan, kisah-kisah seperti di atas cukup menjelaskan kemuliaan dan kebesaran Rasulullah saw dibanding manusia dan utusan lainnya. Sebuah penegas bahwa beliau memang luar biasa. Apabila diungkap, mungkin akan banyak yang kita temukan dari beliau yang bersifat mukjizat. Tapi umat Islam sendiri sudah mengakui bahwa mukjizat yang sesungguhnya dari Rasulullah saw adalah al-Quran sebagai risalah terakhir yang diberikan untuk umat manusia hingga akhir zaman.    

Pada mulanya orang-orang Mekkah, Arab, tidak mengakui Muhammad bin Abdullah sebagai utusan Allah. Mereka meminta untuk menunjukkan keganjilan-keganjilan atau kejadian-kejadian aneh di luar kebiasaan dan kemampuan biasa manusia normal seperti para nabi sebelumnya. Tapi keanehan yang ditunjukkan seperti di atas tidak menjadikan mereka langsung mengakui kebenaran yang dibawanya, dan bahkan tidak sedikit yang mengingkarinya.

Jalaluddin Al-Suyuthi mengatakan, mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw bersifat ‘aqliyyah yang tidak dapat diketahui kecuali dengan pemahaman dan sifat kebenarannya kekal sampai akhirat. Sehingga wajar bila masyarakat Arab yang jahiliyah tidak mampu memahaminya karena risalah yang dibawa Rasulullah saw menyempurnakan pemahaman terdahulu dan memberikan pencerahan baru.

Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abi Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, ”Tidak seorang pun dari para nabi kecuali diberi mukjizat agar dipercayai oleh orang banyak; dan sesungguhnya yang diberikan kepadaku ialah berupa wahyu dari Allah yang aku mengharap kiranya akulah yang paling banyak pengikutnya pada hari kiamat.”

Menurut Muhammad Rasyid Ridha, ulama modern Mesir, Rasulullah saw tidak diberi mukjizat selain Al-Quran. Ia menolak riwayat-riwayat yang menceritakan keanehan dan keajaiban yang dilakukan Nabi Muhammad saw. Menurutnya, bisa jadi itu dibuat sengaja oleh orang-orang untuk mencitrakan Muhammad saw sama dengan nabi lainnya dan bersifat supranatural (irasional).

Ridha menjelaskan, keistimewaan yang diberikan Allah kepada nabi-nabi memang benar adanya; tapi itu hanya sebagai penghormatan dari Allah kepada nabi-nabi-Nya, bukan sebagai bukti atas kebenaran kenabiannya. Jika mukjizat hanya dimaknai sebagai pembuktian kebenaran seorang nabi, maka bagi orang yang sudah percaya tidak lagi membutuhkan mukjizat. Mereka yang sekadar percaya belum tentu memiliki kesadaran untuk mengakui kebenaran Ilahi dan menerima Islam sebagai agamanya. Bisa saja orang itu berhenti sampai di sana dan tetap dalam ajarannya yang lama. Ia membenarkannya sekadar bukti toleransi beragama atau menjaga kerukunan antaragama, seperti yang banyak dipraktikan kaum minoritas di Indonesia. 

Mukjizat Rasulullah saw bukan hal-hal supranatural, tetapi risalah Ilahi (al-Quran) yang bersifat rasional, universal, dan menyadarkan hakikat kemanusiaan (umat manusia) serta membimbing ke jalan yang sejati (Allah). *** (ahmad sahidin)