Dalam
buku God Has Many Names, bab empat: Whatever Path Men Choose is Mine, John Hick meletakkan
dasar-dasar pemikiran pluralisme. Hick memaparkan bahwa sebagian besar manusia
memeluk agama sesuai dengan tempat kelahiran dan agama orangtuanya. Jika ia lahir
dari orangtua beragama Islam maka kemungkinan besar menjadi Muslim sampai
meninggalnya. Jika lahir dari orangtua yang beragama Budha, maka akan terus
menjadi umat Budha. Juga agama yang dipeluk orang Kristen lebih banyak karena
faktor orangtuanya. Meski beda agama, tetapi dari setiap orang yang beragama
atau beribadah di rumah ibadahnya masing-masing, pada dasarnya ingin
menjalankan hidup sesuai dengan higher reality.
Rabu, 30 Desember 2015
Sabtu, 12 Desember 2015
Ada Dua Wajah dalam Beragama
Agama merupakan institusi yang tidak
pernah hilang dari wacana manusia sepanjang zaman. Agama membuat manusia merasa
benar dalam tindakan dan perilakunya, bahkan berani menyatakan salah pada orang
lain yang berbeda. Agama dalam dunia ini yang ditampilkan umat manusia dalam
dua wajah: menyeramkan dan menenangkan.
Tengok ISIS dan gerakan radikalisme agama,
yang bagi manusia normal akan menyatakan tidak senang dengan perilaku dan cara mereka
dalam melakukan tindakan yang bernuansa kerusakan. Alih-alih menenteramkan,
malah membuat takut orang masuk pada agama. Sedangkan wajah agama yang
menenangkan adalah kebalikannya: tidak meresahkan dan berkesan baik. Melihat
makna agama dalam bahasa sanskerta disebutkan bahwa agama terdiri dari dua: “a”
berarti tidak dan “gama” berarti rusak. Karena itu, dari kedua kata yang
terpisah itu maka agama memiliki makna yang baik dan bertujuan menyelamatkan
orang dari berbagai kerusakan. Orang yang beragama diharapkan “tidak rusak”
dalam perilaku dan berkehidupan sehingga menenangkan dan tidak mengganggu
ketenteraman. Lalu, mengapa agama yang tampil sekarang ini tidak demikian?
Rabu, 09 Desember 2015
Murtadha Muthahhari: Perbuatan Baik non Islam
Kajian pluralisme sangat menarik
dibahas. Sudah banyak dibahas oleh ilmuwan dan cendekiawan, baik muslim atau
non muslim. Sekarang ini yang perlu mendapat sorotan berkaitan perbuatan baik
non Islam atau orang yang tidak beragama Islam, tetapi memiliki kontribusi
terhadap umat manusia.
Sebagaimana diketahui Bunda Teresa,
Thomas Alfa Edison, Pasteur, Hunain bin Ishaq, dan orang non Islam lainnya
karyanya bermanfaat bagi umat Islam.
Atau yang lebih menarik lagi adalah apakah hanya Ahlussunnah saja yang
masuk surga dan diterima Allah? Benarkah
hanya pengikut Syiah saja yang selamat dan dapat syafaat dari Nabi
Muhammad saw dan Ahlulbait? Inilah persoalan al-taaddudiyyah ad-diniyyah, yang
cukup rumit diuraikan.
Senin, 07 Desember 2015
Wacana Syiah dan Sunni di UIN Bandung
Sekarang ini, Sunni dan Syiah menjadi
persoalan yang sedang hangat. Sejak kasus pembakaran hingga pengusiran warga
Syiah di Sampang Madura, Jawa Timur, tahun 2011 sampai sekarang ini nasibnya
masih terkatung-katung dan belum bisa pulang ke kampung halaman. Ditambah lagi
dengan hadirnya gerakan yang gencar untuk mengeluarkan Syiah dari Islam,
menambah persoalan keagamaan di Indonesia semakin semraut.
Minggu, 06 Desember 2015
Belajar Pluralisme dari Sunan Kudus
Belajar pluralisme tidak perlu jauh
ke Barat. Di Indonesia pun sejarah menunjukkan teladan pluralisme. Salah
satunya oleh Sunan Kudus. Dikisahkan masyarakat Kudus masih memeluk agama Hindu
yang menghormati dan mensucikan sapi. Sunan Kudus dalam dakwah agama Islam
menyampaikan bahwa dalam kitab suci Al-Quran memuat sapi betina (al-baqarah).
Rabu, 02 Desember 2015
Imam Hasan Al-Askari dan Pendeta Nasrani
Masa
kekuasaan Dinasti Abbasiyah, Baghdad mengalami kekeringan. Orang-orang sangat
risau dan mengkhawatirkan keadaan ini sehingga melakukan doa bersama untuk
turunnya hujan. Meski sudah dilakukan doa, tetapi hujan tidak kunjung turun.
Di
tengah kondisi kekeringan, seorang pendeta nasrani (Kristen) datang dan
menawarkan bantuan untuk menurunkan hujan. Orang-orang Baghdad menyambutnya dan
mempersilakan pendeta tersebut. Tibalah di sebuah pegunungan yang tinggi.
Langganan:
Postingan (Atom)