Senin, 29 Juni 2015

Belajar Sepanjang Hidup

Wates diajar mah paeh. Elmu mah teu beurat mawa. Elmu nu mawa urang. Lain urang nu mawa elmu. Elmu nu ngajirim na diri nu ngariksa, ngaerohan dina diri urang. 

Mun elmu na asalna tinu bener, puserna ti Allah, pasti bakal mawa manfaat keur urang. Sok paluruh bae elmu di mana ngancikna, reugeupkeun caritaan guru. 

Sabtu, 27 Juni 2015

Alhamdulillah

Alhamdulillahi rabbalil 'alamin. Ieu kalimah anu kudu diucapkeun ku sakabeh manusa anu ngaku Islam. Mangkukna kuring atos rengse mereskeun makalah sejarah Islam modern. Nembe rengse makalah sejarah lisan perkawis etos kerja urang Sunda.

Alhamdulillah, bari ingsreuk-ingsreukan kuring teras nyerat makalah. Maklum ti kamari loba gawean kaditu kadieu. Jeungan hanteu bisa mikir mun bari ngagawean anu sanes mah. Janten dugi kamari tacan rengse tugas kuliah.

Senin, 22 Juni 2015

Resensi Buku: Kidung Angklung di Tanah Persia

Guru saya, Miftah F.Rakhmat, memberi buku yang ditulisnya, yang berjudul Kidung Angklung. Saya dapatkan buku ini masih berupa dami (naskah para cetak) dan sekira dua bab belum lengkap.

Buku yang belum dicetak itu pernah dibahas bersama di Aula Muthahhari Bandung, dengan narasumber dari Iran dan Kang Jalal (Dr.KH.Jalaluddin Rakhmat).

Alhamdulillah, saya sudah membacanya. Dari sisi bahasa, kalimat yang digunakan dalam buku tersebut mengalir dan renyah ketika dibaca. Maklum buku ini merupakan laporan perjalanan kurang lebih dua pekan di Tanah Persia. Saat itu ada undangan festival budaya Indonesia-Iran yang di antaranya diwakili oleh tim seni dari Muthahhari Bandung. 

Tentu saja ada beberapa tim seni yang mewakili daerah, yang dibawa oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia. Misinya jelas budaya dan mengenalkan khazanah budaya Indonesia. Kebetulan dari Muthahhari, Jawa Barat, yang coba dikenalkan adalah angklung.

Karena merupakan buku perjalanan, pastinya berisi tentang perjalanan dan kisah menjalani kegiatan di sana. Meski dari segi perambahan kawasan Iran atau Tanah Persia sudah pernah ditulis oleh Dina Y.Sulaeman dalam buku berjudul, Pelangi di Persia: Menyusuri Eksostisme Iran, tetapi ada yang menarik.

Di antara yang menarik dari buku yang ditulis guru saya itu adalah unsur emosi yang masuk dalam catatannya. Silakan baca (kalau sudah terbit). Hampir di setiap bab ada sentuhan emosi dalam menuangkan kata-katanya seakan-akan kita sendiri ada dalam peristiwa yang dituliskan. 

Saya kira ini bentuk keandalan memindahkan kejadian nyata dalam bentuk kalimat dan kata. Saya sendiri kagum dengan kemampuan guru saya dalam menuliskannya. Bisa detail dan runtut serta enak dibaca. Setiap bab terdapat pencerahan berkaitan dengan tempat dan suasana yang dihadapi. Bahkan, hikmah dan pelajaran-pelajaran agama pun masuk dalam kalimat dan menjadi satu bagian dari cerita perjalanan di Tanah Persia.

Hal lainnya, yang menarik di dalamnya ada informasi masa muda guru saya yang saat itu nyantri di Suriah dan Iran. Sungguh menambah informasi karena guru saya memasukan aktivitas selama di pesantren, kontrakan, dan kunjungan pada makam-makam ulama, serta interaksi dengan pengikut Muslim Syiah pun diuraikannya dengan baik. 

Masalah tudingan terhadap Mazhab Syiah, khususnya al-Quran yang dianggap memiliki Kitab Suci sendiri oleh orang-orang yang tidak mengetahui, dikisahkan dengan santai dalam bukunya. Ketika seorang pegawai  Indonesia yang sehari-hari tinggal di Iran di KBRI, ternyata masih punya kecurigaan bahwa Syiah punya Quran yang berbeda dengan Sunni. Guru saya menjelaskan kepadanya.

Sekali lagi, buku Kidung Angklung ini menambah khazanah kebudayaan Islam. Orang Indonesia yang ingin mengetahui Iran dari orang Indonesia yang lama hidup di Iran, bisa membaca buku ini. [ahmad sahidin]

Senin, 15 Juni 2015

Ambil Cincin ini untuk Anda‏

Guru saya dalam pertemuan dengan para guru di lingkungan pendidikan tempat saya mengajar bercerita tentang pengalamannya saat nyantri di Iran. Di hauzah atau pesantren di Iran setiap lulusan yang berasal dari negeri asing diberi kesempatan untuk diwisuda dan mendapatkan “sentuhan” dari Rahbar (Pemimpin Spiritual Islam Republik Islam Iran) Ayatullah Sayid Ali Khamenei.

Guru saya bercerita bahwa pada malam hari untuk esok keberangkatan
wisuda berkumpullah santri-santri di kamarnya. Dari obrolan kemudian muncul ide bahwa sebagai tanda kenangan ingin meminta sesuatu dari Sayid Khamenei. Seorang kawan guru saya, yang dari Pakistan, berencana saat bertemu dan salaman akan meminta cincinya sebagai kenang-kenangan.

Minggu, 14 Juni 2015

Memberi Makna Kisah-kisah Kearifan Para Nabi


Judul : The Prophetic Wisdom: Kisah-kisah Kearifan Para Nabi
Penulis : Miftah Fauzi Rakhmat
Penerbit : Mizania (Bandung)
Terbit : Juni 2011/Rajab 1432
Tebal : 211+xvi (halaman)

BUKANKAH ada hikmah di balik setiap kisah? Begitulah ujung kalimat yang muncul setiap kali mengakhiri uraian panjang pada kisah-kisah Nabi yang dikupas dalam buku The Prophetic Wisdom: Kisah-kisah Kearifan Para Nabi.

Memang kalau dilihat dari judul buku ini bukan sesuatu yang baru. Namun, kupasan dan sajian hikmah yang diungkap oleh Ustadz Miftah Fauzi Rakhmat dalam buku ini terbilang baru dan menyegarkan. Ada hal-hal yang tidak diperkirakan dalam mengambil hikmah dari setiap perjalanan hidup para Nabi Allah.

Sejuk, mengalir, dan mendalam adalah kesan yang saya dapatkan selama membacanya. Apalagi penulisnya mumpuni dalam tasawuf dan filsafat Islam maka sajian buku ini menambah rasa renyah dan nikmat saat menelusuri lembar demi lembar. Tidak terasa, buku yang saya dapatkan langsung dari penulisnya ini, kurang dari sepekan tuntas dibaca. Biasanya saya tidak secepat ini dalam membaca buku yang berkaitan dengan agama. Masalah diksi dan istilah serta kejelimetan penulis dalam menggunakan bahasa yang kadang membuat saya enggan untuk menyelesaikan baca hingga tuntas. Pada buku ini kendala tersebut tidak saya dapatkan.

Jumat, 12 Juni 2015

Mengenal Sosok Khadijah (Istri Rasulullah saw)

Baru saja saya selesai mengajar keagamaan di kelas. Mulai dari shalat wajib zhuhur, doa, dan kemudian diskusi agama yang disampaikan murid secara bergiliran. Setiap hari para murid diwajibkan mengikutinya: mulai ba’da dzuhur. Lamanya sekira satu jam.

Kebetulan temanya tentang sosok Khadijah, istri Nabi Muhammad saw. 

Senin, 08 Juni 2015

Tidak Menghujat Sahabat

Sekarang Umat Islam memasuki bulan ramadhan. Sebuah perjalanan panjang yang harus lakukan evaluasi tentang kehidupan umat Islam. Sudahkah ada kontribusinya bagi dunia dan Indonesia? Kalau menengok sejarah Islam di Indonesia, ternyata belum. Salah satunya tentang kerukunan umat Islam, kasus Sunni dan Syiah, dan kekerasan terhadap mazhab minoritas, serta pernyataan sesat yang tidak berdasarkan dalil. Ini kekurangan umat Islam Indonesia. Lainnya, mungkin bisa unggul.

Berkaitan dengan penyesatan terhadap pengikut mazhab Syiah, dan salah satu masalah yang kerap dijadikan tudingan bagi pengikut Syiah atau Ahlulbait adalah berkaitan dengan mencaci sahabat Nabi Muhammad saw. Pengikut Syiah atau Ahlulbait dianggap suka melakukannya. Ini yang terus ditudingkan dan keengganan pengikut Sunni untuk menerima kehadiran Muslim Syiah.


Sejak isu adanya Quran yang berbeda sampai Malaikat Jibril salah kirim wahyu dan hajinya bukan ke Makkah. Kemudian soal nikah mut’ah sampai boleh berbohong dan melakukan tindakan anarkis. Itu semua sebetulnya sudah banyak dijawab. Meski sudah dijawab tetap masih ada saja yang terus menebarkan isu-isu bohong tersebut.

Salah satu ormas yang anggotanya bermazhab Syiah sudah menerbitkan buku yang isinya menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan Syiah. Harusnya semakin berhenti, malah terus saja provokasi dan membuat isu-isu lain lagi. Kalau memperhatikan mereka yang benci Syiah, terasa cape dan lelah.

Yang paling membosankan adalah alasan tidak mengakui Syiah sebagai Islam karena membenci sahabat Nabi Muhammad saw. Saya sendiri belum menemukan bukti bahwa orang Syiah hujat sahabat Nabi, khususnya di Indonesia.

Sejarah mengisahkan justru Dinasti Umayyah yang menghujat Sayidina Ali bin Abi Thalib beserta keturunannya. Kemudian dihentikan melalui pernyataan Umar bin Abdul Aziz untuk melarang umat Islam menghujat Sayidina Ali.

Entah apa buktinya kalau orang-orang Syiah sepanjang sejarah melakukan hujat terhadap sahabat Nabi yang utama. Kalau kepada pembunuh cucu Nabi Muhammad saw, Sayidina Husain bin Ali, memang kerap terdengar.

Saya kira itu wajar karena Yazid bin Muawiyah beserta konconya melakukan kezaliman. Pasti orang Islam pun tidak suka pada mereka yang melakukan kezaliman, penindasan, dan penghujatan, dan penyebar isu-isu negatif.

Nah, berikut ini ada fatwa dari Sayid Ali Khamenei, pemimpin Islam di Iran yang menyatakan larangan menghujat sahabat Nabi Muhammad saw:

Bismillahirrahmanirrahi. Assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh. Diharamkan menghina simbol-simbol (yang diagungkan) saudara-saudara seagama kita, ahlusunah, berupa tuduhan terhadap istri Nabi saw dengan hal-hal yang mencederai kehormatannya, bahkan tindakan ini diharamkan terhadap istri-istri para nabi terutama penghulunya, yaitu Rasul termulia saw.Semoga Anda semua mendapatkan taufik untuk setiap kebaikan.”

Dengan adanya bukti larangan dari ulama Syiah Iran tersebut, sudah saatnya kaum Muslim Sunni tidak lagi menganggap Syiah sebagai penghujat Sahabat Nabi. Kalau pun ada orang Syiah yang masih terus begitu, berarti bukan lagi seorang yang beriman dan saya kira sudah keluar dari ajaran Islam. Tinggal para penebar isu-isu negatif yang menyadarinya dan melakukan evaluasi diri.

[ahmad sahidin]


Kamis, 04 Juni 2015

Memahami Dahulukan Akhlak di Atas Fiqih

Satu bulan kemarin saya membaca buku Dahulukan Akhlak Di Atas Fikih. Buku karya Jalaluddin Rakhmat ini tidak membosankan ketika dibaca. Meskipun membaca secara keseluruhan, buku Dahulukan Akhlak Di Atas Fikih ini tidak menjelimet. Mungkin karena ditulis oleh ahli komunikasi. Juga karena penulisnya piawai menggunakan istilah dan bahasa yang mudah dicerna oleh orang awam. Karena itu, saya selaku orang awam dalam agama mnerasa mudah memahami isi gagasannya.

Melihat dari judulnya saja orang mungkin sudah bisa paham kalau urusan akhlak merupakan hal utama dan tidak menimbulkan perselisihan. Perselisihan timbul ketika setiap orang mempertanyakan dan menguji kembali dasar-dasar sumber yang digunakan dalam penulisan buku atau pemikiran seseorang. Apalagi kalau dikaji berdasarkan filsafat dan metodologi ilmu-ilmu modern maka akan ketahuan “bolong-bolong” atau kekurangannya.

Rabu, 03 Juni 2015

Ayo Belanja “Ilmu” di Pameran Buku Islam Bandung

Alhamdulillah, baru saja saya pulang dari pameran buku Islam di jalan Braga Bandung. Lumayan penuh. Di dalam arena pameran saya melihat bergerombol perempuan yang mengenakan baju hitam dengan jubah tertutup. Bahkan mengenakan cadar sehingga hanya mata yang terlihat. Kalau dikira-kira dari usia tampaknya masih remaja kaum perempuan tersebut.

Dalam hati terbersit ingin tahu wajahnya seperti apa? Secantik apa mereka itu? Pasti tidak mungkin bisa dilihat. Maklum bukan muhrim. Kemudian inginnya tanya: apakah benar model pakaian demikian yang ditentukan syariat Allah dan diajarkan para istri Rasulullah saw? Mengapa mereka mengenakannya? Apakah karena tuntutan orang tua atau memang didasarkan keyakinan? Setumpuk tanya itu yang muncul dibenak. Sayangnya, saya tak berani untuk bertanya kepada mereka.

Selasa, 02 Juni 2015

Memahami Paradigma Dahulukan Akhlak


Dari judulnya: Dahulukan Akhlak di Atas Fikih, buku karya Ustadz Jalaluddin Rakhmat atau Kang Jalal ini terasa menohok pemahaman keagamaan secara umum yang biasanya memahami fiqih lebih utama dalam ajaran Islam. Bahkan, seorang Gurubesar Pemikiran Islam di UIN Bandung menyatakan tidak setuju dengan buku Dahulukan Akhlak Di Atas Fiqih.

Kalau tidak salah dengar, beliau mengatakan, justru fiqih yang akan melahirkan akhlak atau kemuliaan seorang Muslim kalau dijalankan dengan baik. Karena itu, menurutnya, yang perlu didahulukan bukan akhlak tetapi fiqih atau amaliah Islam. Kalau seseorang sudah bagus fiqihnya pasti akan berakhlak.

Senin, 01 Juni 2015

Menjawab Surat dari Pembaca Buku Aliran-aliran Dalam Islam

Seseorang yang pakai akun gmail dengan nama Gunawan mengirim surat kepada saya. Sebelumnya dia meminta kejelasan tentang posisi Sunni dan Syiah. Dalam surat email yang pertama saya cukup menyatakan keduanya Islam dan keduanya punya potensi untuk jalin ukhuwah. Kemudian dia balas bahwa Sunni dan Syiah sangat beda dengan menyaikan argumentasi yang secara esensial berasal dari orang-orang yang benci dengan Syiah. Karena dari kalimat-kalimatnya hanya sekadar perulangan yang tersebar di internet. Hanya fitnah dan kebohongan belaka, khususnya tentang Iran dan mazhab Syiah.

Saya sampaikan bahwa saya kagum pada Iran yang berani menentang Amerika dan Israel ketimbang negeri-negeri Arab yang malah membantu/mendukung Israel atau  Amerika dengan membiarkan warga Muslim Palestina dan Lebanon dikejar-kejar dan diusir dari negerinya.