Selasa, 23 Agustus 2016

Risalah Amman: Delapan Mazhab yang Diakui Ulama Internasional

Kasus perbedaan antara Sunni dan Syiah adalah persoalan sejarah. Sudah tidak perlu lagi untuk diributkan. Untuk apa diributkan? Tidak ada manfaatnya. Tidak perlu dirisaukan kehadiran kaum Syiah di Indonesia karena sampai hari ini belum terbukti membuat keonaran atau menentang NKRI. Justru kaum yang menyesatkan Syiah yang memiliki potensi makar terhadap pemerintah dan tidak bersikap damai dengan sesama umat beragama. 

Sekali lagi hentikan tuduhan dan fitnah. Selama umat Islam tidak bersatu maka Indonesia tidak akan maju. Sebab para ulama di dunia sepakat dalam Risalah Amman yang ditandatangani di Jordania tahun 2005 bahwa ada delapan mazhab dalam agama Islam yang diakui dan sah dianut oleh umat Islam. Berikut ini pernyataan dalam Risalah Amman:

Senin, 08 Agustus 2016

Dalam Hadis: Ada Tiga Kaum Syiah

Saya menemukan hadis dari jalur Ahlulbait; keluarga Nabi Muhammad saw. Hadisnya berasal dari Imam Muhammad al-Baqir as berkata:

“Syiah kami terdiri dari tiga macam: mereka yang mencari makan kepada manusia dengan mengatasnamakan kami, mereka yang seperti kaca yang memperlihatkan apa saja, dan mereka yang seperti emas murni yang setiap kali dimasukkan ke dalam api ia bertambah baik” [Bihar al-Anwar, juz 78 hadis no. 24].

Saya tidak paham dengan hadis tersebut. Saya bingung tidak bisa menjelaskannya. Sebab saya tidak paham dengan kaidah tafsir dan kaidah syarh. Apalagi saya termasuk baru belajar dalam studi Islam, terutama dalam studi hadis dan ilmu kalam.

Saya teringat dengan kajian hadis di kampus UIN SGD Bandung. Seseorang yang ingin mengetahui makna dari hadis perlu mencari asbabul wurud hadis. Kemudian mencari padanan hadis yang memiliki kesamaan dalam riwayat yang lain. Kemudian dicek dari sanad dan rawi, apakah benar-benar tsiqah? Yang terpenting, dalam ulumul hadis, bahwa hadis secara matan tidak bertentangan dengan ayat Al-Quran dan dipahami secara nalar (akal sehat). Itu kaidah yang saya pelajari. Tentu saja jika itu dilakukan maka akan berbulan-bulan hasil dari kajian hadis tersebut bisa didapatkan. Namun, karena diminta secara cepat maka saya jelaskan sekenanya (maklum saya awam bin bodoh).

Syarh
Bagian yang pertama pada hadis di atas: Maknanya saya kira berkaitan dengan perilaku yang kurang baik. Jika mengamati saat Imam Baqir hidup yang berada dalam suasana kekacauan politik Dinasti Umayyah yang berakhir direbut keluarga Abbas yang beralih kuasa menjadi Dinasti Abbasiyah maka bisa dipastikan ada orang-orang yang cari kesempatan dan memanfaatkan situasi dengan membawa nama Rasulullah saw dan Ahlulbait untuk legitimasi. Memang tidak dipungkiri kesakralan Rasulullah saw dan Ahlulbait masih amat dimuliakan oleh umat Islam. Maka untuk diakui oleh umat Islam, penguasa kadang memerlukan legitimasi dari Ahlulbait selaku keturunan suci dari Rasulullah saw. Agama menjadi landasan untuk menampilkan citra baik di kalangan masyarakat. Dalam Al-Quran pun disebutkan ada larangan untuk menjual ayat-ayat Al-Quran dengan harga murah, dengan seenaknya, atau digunakan kepentingan pribadi dan golongan.

Bagian kedua: Paling kita hanya mengira-ngira.  Yang kaca: mungkin menampilkan apa adanya. Baik yang buruk atau yang baik. Kalau kita becermin terlihat semuanya. Baik yang asli atau yang palsu. Cermin tidak bohong atau direkayasa. Kecuali kalau diberi cat warna sehingga tidak jernih. Cermin yang jernih dan bersih akan menampilkan apa adanya yang ada pada diri kita: baik atau buruk, akan terlihat dan tampak. Di depan cermin biasanya kita sendiri menilai diri sendiri. Bisa juga dipahami bahwa yang kita lakukan dan ucapakan ibarat ceret atau teko. Yang keluar dari lisan dan ditampilkan dalam perilaku adalah cerminan dari apa-apa yang dibaca atau diakses. Kalau teko diisi dengan air kopi, yang keluar saat dikucurkan tentu air kopi. Begitu pun yang ada pada pikiran dan dikeluarkan dalam bentuk ucapan atau tulisan. Tidak jauh dari yang kita akses atau baca dan dengar. Karena itu, perlu menyaring informasi dan memilih bacaan yang baik atau memilah informasi yang baik untuk kita dengar. Tentu yang positif layak didahulukan. 

Sekarang yang ketiga: Untuk yang emas: mungkin yang dimaksud adalah Muslim Sejati. Dia tangguh dalam musibah, tinggi dalam akhlak, dan terkenal karena kecerdesan atau kecemerlangan nalar (ilmu). Mungkin ini yang dimaksud sosok manusia Syiah yang sejati (yang diakui oleh Aimmah Ahlulbait). Wallahu'alam.

Entahlah saya tidak berani syarh lebih jauh atas kalimat hadis Al-Baqir tersebut. Itu yang diuraikan di atas hanya kira-kira saja. Silakan langsung cek syarh kitab Biharul Anwar. Jika ada kitabnya. Saya belum temukan. Mohon maaf itu hanya perkiraan saya semata. Semoga ada yang mampu menjelaskan lebih jauh sesuai dengan kaidah syarh hadis. Diantos…. 

[ahmad sahidin]

Minggu, 07 Agustus 2016

Shalawat Dilantunkan Saat Kelahiran


Sampurasun.... 

Jumat, 5 Agustus 2016, usia saya bertambah. Saya percaya pada tanggal yang sama, 35 tahun lalu orangtua saya bergembira. Saya percaya bahwa ketika lahir Bapak melantunkan adzan pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri.

Rabu, 03 Agustus 2016

Meraih Cinta Ilahi

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Meraih Cinta Ilahi menyatakan bahwa Allah memelihara manusia bukan hanya dengan kebahagiaan atau kegembiraan, tapi juga dengan penderitaan dan kesedihan. 

Tujuannya adalah agar kita lebih sadar dan berupaya mencapai kesempunaan. Artinya, bahwa dengan musibah sebenarnya kita sedang dituntut untuk peka dan peduli sekaligus berikhtiar melakukan pemeliharaan kehidupan manusia dan alam dengan sebaik-baiknya. 

Pada konteks ini Allah percaya bahwa manusia sanggup memikul perintah dan larangan-Nya; karena telah diberikan potensi-potensi (akal, hati dan indera) dan kesiapan untuk menerima segala yang ada dan melekat pada dirinya (taklifi). Artinya, dalam kehidupan di dunia ini manusia merupakan khalifah yang harus hidup berdasarkan peran dan tugasnya serta siap bertanggungjawab atas akibat yang akan diterimanya. Dan kita harus mulai introspeksi bahwa fenomena tersebut merupakan teguran dari Allah atas kelalaian terhadap saudara kita dan terhadap perintah maupun larangan-Nya.

Selasa, 02 Agustus 2016

Sahabat dan Polisi

Datanglah serombongan orang berjubah putih datang ke kantor polisi melaporkan bahwa ada pengajian yang menghujat Abu Bakar dan Umar bin Khaththab. Mereka meminta polisi agar menghentikan pengajian itu. Kebetulan polisi tersebut seorang Kristiani.

“Pak, kami ingin melapor mengenai pengajian yang menghujat Abu Bakar dan Umar,” ucap juru bicara dari rombongan yang rata-rata berenggot dan celana cingkrang.

Polisi itu menjawab, “Saya belum terima laporan dari Abu Bakar dan Umar.” Kemudian orang-orang yang melapor itu berkata lagi, “Tapi mereka berdua itu sahabat.”

Mendengar itu polisi kembali menjawab dengan singkat, “Apalagi mereka sahabat. Suruh lapor ke sini!”

Demikian kisah saya dengar saat acara diskusi buku Sahabat Nabi karya Dr Fuad Jabali di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. []

Senin, 01 Agustus 2016

Buku dan E-Book


Saya dulu pernah kerja sebagai editor buku di sebuah penerbit ternama di Bandung. Sebelumnya kerja dalam bidang jurnalistik pada majalah dan berita online. Penerbit dan media ternyata memiliki aturan dalam kerja dan mengikuti standar yang baku pada tingkat nasional maupun internasional.

Sudah menjadi ketetapan dalam publishing bahwa yang disebut buku harus detail mulai dari copyright, daftar isi, nomor halaman, rujukan, pembahasan isi, penulis, dan lainnya.

Begitu juga dalam ebook (buku digital) harus memenuhi standar publishing. Di penerbitan buku biasanya yang disebut eBook itu ada buku cetaknya. Juga di perpustakaan nasional, biasanya buku jadul dibuat versi eBook. Dengan desain sama seperti buku versi cetak.