Minggu, 30 Oktober 2016

Ilmu Sejarah: Metodologi Struktural


Dalam kajian ilmu sejarah disebutkan pada tahun 1900-an terjadi perubahan dalam ilmu sejarah. Manusia yang menjadi subjek sejarah tidak terlalu mendapat sorotan, malah terjadi pergeseran pada aspek luar manusia. Para sejarawan memahami sejarah bukan pada manusia, tetapi pada aspek di luar manusia berupa struktur dan relasi atau situasi ruang dan waktu. Karena itu, sejarah ditampilkan dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial; yang di Perancis dikenal dengan mazhab Annales.

Mazhab Annales ini dalam melakukan penelitian sejarah menggunakan metodologi struktural sehingga perhatian tidak pada tokoh (pelaku sejarah), tetapi mencakup seluruh lapisan masyarakat. Tokoh mazhab Annales adalah Lucien Febvre, March Bloch, Fernand Braudel, Georges Duby, Jacques Legoff, dan Emmanuel le Roy Ladourie.

Selasa, 25 Oktober 2016

(Ringkasan) Filsafat Sejarah: Ibnu Khaldun dan Muthahhari

Teori Progresif Linier: Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun adalah ilmuwan dan sejarawan Muslim yang hidup pada abad 15 Masehi di Tunisia, Afrika. Khaldun memiliki kecerdasan dan kemahiran dalam hukum sehingga menjadi qadi di beberapa dinasti-dinasti yang terdapat di Afrika. Khaldun termasuk orang yang mengenal gejala runtuh dan maju sebuah kerajaan. Karena itu, setiap kali kerajaan tempatnya mengabdi akan mengalami kejatuhan segera Khaldun meninggalkannya. Di akhir masa hidupnya, Khaldun bergabung dengan sebuah kerajaan di Mesir. Di sinilah menuntaskan karya monumental yang berjudul Kitab Ibar, yang terkenal dengan sebutkan Al-Mukaddimah. Hingga sekarang bagian awal kitab Ibar ini dibaca dan dikaji sehingga menginspirasi ilmuwan dan filosof Barat.

Senin, 24 Oktober 2016

Teori Cultural Revolution versi Childe

Gordon Childe adalah ahli prasejarah dan arkeologi. Dalam memahami sejarah didasarkan pada teori revolusi kebudayaan dengan tahapan: neolithic revolution, urban revolution, revolution in human knowledge, dan industrial revolution. Dicontohkan pada Indonesia yang sudah mengalami tahapan neolithic revolution dan sebelumnya palaeolithicum, mesolithicum. 

Senin, 17 Oktober 2016

Budaya dan Iklan: Neo Colonialism

Dahulu mungkin Anda pernah lihat iklan motor (salah satu) perusahaan Jepang di layar TV yang diperankan bintang-bintang film ternama. Yang menggambarkan dua karakter budaya antara Sunda dan Batak. Si Batak digambarkan orang yang bisa menerima motor, yang sekaligus sebagai simbol hidup orang maju (high) dan si Sunda yang kurang respect dianggap, seakan-akan tidak maju (low). Dari sini kemudian akan muncul citra dan persepsi bahwa "orang-maju" adalah yang memiliki motor, atau yang bisa mengkonsumsi barang-barang dari luar.

Dari iklan tersebut tampak bagaimana budaya dikaji dan ditelaah serta dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi. Yang secara tidak sadar telah menciptakan bentuk (contruction) kebudayaan baru dengan menyisihkan (eclution) kebudayaan lama. Inilah cara kapitalisme menjadikan segala sesuatu sebagai komoditas dan cara agar bisa menguasai dunia.

Selasa, 11 Oktober 2016

Dakwah Harusnya Memikat

SEORANG sufi bernama Jalaluddin Rumi bercerita. Dahulu ada seorang muadzin bersuara jelek di sebuah negeri kafir. Ia memanggil orang untuk shalat.

“Janganlah kamu memanggil orang untuk shalat. Kita tinggal di negeri yang mayoritas bukan beragama Islam. Kami khawatir suaramu menyebabkan terjadinya pertengkaran antara kita dengan orang-orang kafir,” ujar seseorang menasihati.

Namun, muadzin itu tak menghiraukannya. Hingga tiba pada suatu waktu, seorang kafir datang ke masjid. Dia membawa jubah, lilin, dan manis-manisan. Orang kafir itu mendatangi jamaah kaum Muslimin dan bertanya, “Katakan kepadaku di mana sang muadzin itu? Tunjukan padaku muadzin yang suara dan teriakannya selalu menambah kebahagiaanku?”

Minggu, 09 Oktober 2016

Pentingnya Menuntut Ilmu

TIDAK ada agama yang begitu serius mengatur persoalan ilmu dan pendidikan, selain agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Agama yang diridhai Allah Ta`ala ini, menempatkan ilmu pada posisi yang luar biasa, sehingga umat Islam diwajibkan belajar.

Ada beberapa hadits yang menjadi rujukan mengenai hal tersebut. Di antaranya: “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap Muslim” (HR.Bukhari); “Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat”(HR.Muslim); “Barangsiapa keluar dalam rangka mencari ilmu, maka dia berada di dalam jalan Allah hingga kembali” (HR. Tirmidzi); dan dalam hadits yang diriwayatkan Ar Rabii’, Rasulullah saw bersabda, “Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Sedangkan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan akhirat.”

Sabtu, 08 Oktober 2016

Akhlak yang Baik

SEORANG lelaki menemui Rasulullah saw dan bertanya, ”Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Rasulullah saw menjawab, “Akhlak yang baik.”

Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw dari sebelah kanannya dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Dengan tenang Rasulullah saw menjawab, “Akhlak yang baik.”

Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw dari sebelah kirinya dan mengajukan pertanyaan yang sama, “Apa agama itu?” Rasulullah saw dengan tenang menjawab, “Akhlak yang baik.”

Lalu, orang itu mendatangi Rasulullah saw dari belakang dan bertanya,”Apa agama itu?”
Rasulullah menoleh kepadanya dan bersabda, “Belum jugakah engkau mengerti? (Agama itu akhlak yang baik). Sebagai misal, janganlah engkau marah.”

Riwayat tersebut saya temukan dalam buku Dahulukan Akhlak di Atas Fiqih karya Jalaluddin Rakhmat (2007: 147). Kalau pertanyaan demikian dilontarkan pada saya, pasti orang itu akan saya semprot. Namun, Rasulullah saw tidak melakukan demikian. Sang Nabi merasa tidak terganggu, malah terus menjawabnya dengan jawaban yang sama. Bagi saya, yang dilakukan Sang Nabi termasuk dalam kategori perbuatan yang pantas diteladani.

Kamis, 06 Oktober 2016

Peduli Lingkungan

UMAT Islam sudah diingatkan Allah dalam Al-Quran tentang bahaya dari ulah-ulah manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungannya. Semua kerusakan di alam ini jelas akibat manusia yang kurang tidak menyadari efek dari tingkahnya itu.

Membuat sampah disembarang tempat dan ke parit atau got kompleks mengakibat aliran pembuangan mampet dan menimbulkan bau tak sedap. Ketika hujan turun, air yang mengalir tertahan hingga meluap ke jalan dan mengakibatkan banjir atau tergenang. Air yang tergenang sampai berhari-hari menimbulkan penyakit berupa kutu air karena bercampur dengan kotoran dan merusak aspal jalan seperti berlobang dan pecah-pecah. Sangat tampak dan terasa hal itu bila sedang menggunakan kendaraan badan kita bergoyang dan tak enak saat mengendarakan atau menumpangnya. Tak jarang setelah turun hujan kita sering menemukan kemacetan jalan akibat banjir atau yang menggenang. Juga kita lihat di media massa (cetak,elektronika, atau online) tentang kerugian material dan penyakit yang diderita masyarakat yang terkena banjir. Itu semua terjadi akibat dari kecerobohan dan ketidaksadaran manusia terhadap lingkungan sekitarnya.

Selasa, 04 Oktober 2016

Ayatollah Ibrahim Jannati: Boleh Taqlid Kepada Mujtahid yang Sudah Wafat

Berkaitan dengan fikih dalam mazhab Ahlulbait atau Syiah Imamiyah bahwa seorang Muslim/Muslimah dalam ibadah (taklifi) yang terkait dengan individual berupa kewajiban kepada Allah mesti merujuk pada orang-orang yang berilmu (yang disebut Marja Taqlid). 

Namun, dalam merujuk (taqlid) ini (entah sejak kapan) ada ketentuan bahwa harus ikut kepada ulama yang hidup. Setelah saya coba cari informasi: ternyata ketentuan tersebut bukan ijma ulama. Sebab ada ulama Marja Taqlid: Ayatollah Ibrahim Jannati menyatakan seorang Muslim/Muslimah boleh mengikuti fatwa dan tuntunan ibadah dari ulama yang sudah wafat; yang tercantum dalam buku-buku yang ditulisnya.

Berikut ini fatwanya: It is both permissible to stay on Taqlid of a dead Mojtahed as well as begin Taqlid initially from him (Jannaatihttp://www.jannaati.com/eng/index.php?page=6 ).


Senin, 03 Oktober 2016

Fatwa Fadhlullah: Boleh Copy Buku untuk Keperluan Pribadi

Salam. Beberapa pekan lalu saya memfotokopi sebuah buku karya terjemahan yang ditulis oleh ulama dari luar negeri. Buku tersebut pernah diterbitkan di Jakarta dan sekarang sudah terbit lagi. Biasanya dahulu kalau untuk kebutuhan studi, saya berani langsung copy karena hanya satu dan tidak dijual.

Saya pernah dengar guru saya bicara tentang copy buku. Saya ragu: apakah boleh atau tidak? Maklum sudah lama. Kemudian saya tanyakan kembali melaui whatsapp. Tapi tak ada jawaban. Sedangkan buku sudah saya copy dengan memesan kepada tukang foto kopi di kampus UIN Bandung sekira 11 copy. Apalagi ini bahan bacaan untuk kajian yang melibatkan banyak orang. Secara etika memang perlu izin penulis dan penerbit. Saya coba cari info penerbit, tidak ketemu.

Lantas saya coba kirim kepada Bayynat: kantor marja taqlid Ayatullah Udzma Sayyid Muhammad Husein Fadhlullah (allahu yarham). Sore harinya saya dapat kiriman jawaban yang intinya diperbolehkan bila untuk keperluan pribadi. 

Minggu, 02 Oktober 2016

Meraih Ibadah Sejati

AL-JUNAID adalah salah seorang di antara para sufi yang terkenal dalam sejarah Abad Pertengahan Islam. Ia banyak dikagumi karena zuhud, tawadhu, dan toleran terhadap sesama manusia sehingga banyak yang menjadi muridnya. Suatu ketika ia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Dan tersebarlah berita tentang pemenjaraannya itu hingga berbondong-bondong para murid datang menjenguknya. Setelah mengucapkan salam kepada para muridnya, al-Junaid bertanya, “wahai para muridku, hal apa yang mendorong kalian datang kemari?”

“Al-Junaid, engkau adalah guruku. Sudah sepantasnya kami menunjukkan rasa cinta dan sayang padamu.”

“Oh, begitu,” ucap al-Junaid seraya membungkukkan badannya untuk mengambil beberapa batu kerikil. Kemudian tanpa riskan ia lemparkan kepada para muridnya itu. Mereka terkejut, kaget, dan langsung lari menghindar dari lemparan sang guru. Melihat para muridnya berlarian, al-Junaid berteriak, ”kalian semua berdusta.”

Berbuat Baik Tidak Perlu Memilah

PADA suatu malam, seorang lelaki buta tidak dapat melelapkan matanya. Ia mengeluh dan merintih, “Ya Tuhanku, betapa kerasnya hati manusia di sekelilingku. Tak ada seorang pun yang mau memikirkan yang dhuafa dan miskin. Ya Tuhan, pada siapakah aku meminta bantuan?”

Dia terdiam mengingat istrinya yang baik saat masih hidup. Air mata pun bergenang di kelopak mata dan membasahi wajahnya.

Esok paginya, lelaki buta itu bangun dari tempat pembaringannya, mencari sesuatu untuk mengisi perut. Perlahan-lahan tangannya meraba-raba ke seluruh penjuru kamar. Tapi, tak ada yang dapat ditemukan selain sekeping roti kering. Dengan pakaian yang sudah robek, ia berjalan melewati lorong-lorong kota dengan tongkatnya.

Sabtu, 01 Oktober 2016

Teladan Kaum Hawa

DALAM sejarah Islam banyak kaum hawa yang bisa dijadikan teladan. Beberapa di antaranya adalah Khadijah binti Khuwailid dan Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah saw. Khadijah berasal dari kalangan bangsawan Quraisy dan keluarga pedagang. Tidak heran jika kemudian ia menjadi pebisnis besar dan kaya.

Salah satu karyawan yang menjualkan dagangan Khadijah adalah Muhammad bin Abdullah. Sosok Muhammad yang dikenal sebagai Al-Amin (yang dapat dipercaya) membuat Khadijah percaya dan tidak keberatan membawa barang dagangannya itu ke luar kota. Apalagi kemampuan bisnis Muhammad yang cekatan, piawai, cerdas, dan berperrilaku mulia membuat hati Khadijah tertarik. Khadijah pun menikah dengan Muhammad. Setelah pernikahan dengan Khadijah, Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul penutup. Misi suci ini membuat Rasulullah saw banyak meninggalkan rumah untuk berdakwah. Sebagai istri, Khadijah pun mendukungnya, hingga tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk membantu penyebaran Islam.