Wafatnya
Imam Ali bin Musa Ar-Ridha menjadi tanda beralihnya kepemimpinan Islam kepada
putranya, Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad. Ia lahir di Madinah, 10 Rajab 195 H.
dari ibunya yang bernama Raibanah. Imam Muhammad Al-Jawad dikenal memiliki ilmu
agama yang luas dan sering berdebat dengan ulama-ulama tentang fiqih, hadits, tafsir,
teologi, dan lainnya.
Al-Makmun,
penguasa Daulah Abbasiyah, meminta Imam Muhammad Al-Jawad untuk menikahi Ummu’l
Fadl, putrinya. Al-Makmun mengambil keputusan ini untuk menghilangkan dendam
pengikut Ahlulbait kepada penguasa Daulah Abbasiyah.
Namun,
keputusan tersebut membuat keluarga Daulah Abbasiyah marah terhadap Al-Makmun
sehingga memintanya agar mengurungkan niatnya mengambil Imam Muhammad Al-Jawad
sebagai mantu. Karena tidak berhasil dicegah, keluarga Daulah Abbasiyah
menyuruh Yahya bin Aktham, salah seorang ulama besar di Baghdad, untuk berdebat
dengan Imam Muhammad Al-Jawad. Al-Makmun mempersiapkan acaranya dan
mengumumkannya secara besar-besaran dengan menyediakan sembilan ratus kursi
untuk para ulama dan masyarakat yang akan melihat pertunjukkan debat.
Saat
acara digelar, Imam Muhammad Al-Jawad duduk di sebelah Al-Makmun berhadapan
dengan Yahya bin Aktham. Sesi pertama pertanyaan-pertanyaan dari Yahya bin
Akhkam dijawab Imam Muhammad Al-Jawad dengan argumen yang mendalam dan penuh
hikmah. Pada sesi kedua Imam Muhammad Al-Jawad bertanya dan Yahya bin Aktham
tidak bisa menjawabnya.
Melihat
kecerdasan Imam Muhammad Al-Jawad, Al-Makmun berkata, “Tidakkah aku sudah
kukatakan bahwa Imam Al-Jawad datang dari keluarga yang telah dipilih oleh Allah
sebagai tempat penyimpanan ilmu pengetahuan. Apakah ada seseorang yang mampu
menyaingi kecerdasan anak ini?”
Lalu, Al-Makmun
menikahkan Ummu’l Fadl dengan Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad. Satu tahun
setelah pernikahan, Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad kembali ke Madinah bersama
istrinya. Tidak lama kemudian, Al-Makmun meninggal dunia dan Al-Mu’tasim naik
menjadi penguasa Daulah Abbasiyah.
Kebijakan
Al-Mu’tasim berbeda dengan Al-Makmun. Kepada umat Islam, Al-Mu’tasim
menyebarkan fitnah bahwa Imam Muhammad Al-Jawad berupaya merebut kekuasaannya.
Fitnah yang disebarnya tidak berpengaruh. Karena itu, Al-Mu’tasim meracuni
makanan Imam Muhammad Al-Jawad hingga wafat pada 28 Zulqaidah 220 H. Imam
Muhammad Al-Jawad dikuburkan di samping makam kakeknya, Imam Musa Al-Kazhim, di
pinggiran Baghdad, Irak. ***
(Diambil dari buku SEJARAH
POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit: Acarya
Media Utama, Bandung, tahun 2010)