Minggu, 16 Juli 2017

Imam Muhammad Al-Jawad

Wafatnya Imam Ali bin Musa Ar-Ridha menjadi tanda beralihnya kepemimpinan Islam kepada putranya, Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad. Ia lahir di Madinah, 10 Rajab 195 H. dari ibunya yang bernama Raibanah. Imam Muhammad Al-Jawad dikenal memiliki ilmu agama yang luas dan sering berdebat dengan ulama-ulama tentang fiqih, hadits, tafsir, teologi, dan lainnya.

Al-Makmun, penguasa Daulah Abbasiyah, meminta Imam Muhammad Al-Jawad untuk menikahi Ummu’l Fadl, putrinya. Al-Makmun mengambil keputusan ini untuk menghilangkan dendam pengikut Ahlulbait kepada penguasa Daulah Abbasiyah.

Namun, keputusan tersebut membuat keluarga Daulah Abbasiyah marah terhadap Al-Makmun sehingga memintanya agar mengurungkan niatnya mengambil Imam Muhammad Al-Jawad sebagai mantu. Karena tidak berhasil dicegah, keluarga Daulah Abbasiyah menyuruh Yahya bin Aktham, salah seorang ulama besar di Baghdad, untuk berdebat dengan Imam Muhammad Al-Jawad. Al-Makmun mempersiapkan acaranya dan mengumumkannya secara besar-besaran dengan menyediakan sembilan ratus kursi untuk para ulama dan masyarakat yang akan melihat pertunjukkan debat.

Saat acara digelar, Imam Muhammad Al-Jawad duduk di sebelah Al-Makmun berhadapan dengan Yahya bin Aktham. Sesi pertama pertanyaan-pertanyaan dari Yahya bin Akhkam dijawab Imam Muhammad Al-Jawad dengan argumen yang mendalam dan penuh hikmah. Pada sesi kedua Imam Muhammad Al-Jawad bertanya dan Yahya bin Aktham tidak bisa menjawabnya.

Melihat kecerdasan Imam Muhammad Al-Jawad, Al-Makmun berkata, “Tidakkah aku sudah kukatakan bahwa Imam Al-Jawad datang dari keluarga yang telah dipilih oleh Allah sebagai tempat penyimpanan ilmu pengetahuan. Apakah ada seseorang yang mampu menyaingi kecerdasan anak ini?”

Lalu, Al-Makmun menikahkan Ummu’l Fadl dengan Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad. Satu tahun setelah pernikahan, Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad kembali ke Madinah bersama istrinya. Tidak lama kemudian, Al-Makmun meninggal dunia dan Al-Mu’tasim naik menjadi penguasa Daulah Abbasiyah.

Kebijakan Al-Mu’tasim berbeda dengan Al-Makmun. Kepada umat Islam, Al-Mu’tasim menyebarkan fitnah bahwa Imam Muhammad Al-Jawad berupaya merebut kekuasaannya. Fitnah yang disebarnya tidak berpengaruh. Karena itu, Al-Mu’tasim meracuni makanan Imam Muhammad Al-Jawad hingga wafat pada 28 Zulqaidah 220 H. Imam Muhammad Al-Jawad dikuburkan di samping makam kakeknya, Imam Musa Al-Kazhim, di pinggiran Baghdad, Irak. ***

(Diambil dari buku SEJARAH POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit: Acarya Media Utama, Bandung, tahun 2010)