Kamis, 01 September 2022

Tarikh Nabi: DUKA UNTUK KHADIJAH

 Setelah wafat Abu Thalib, Rasulullah saw ditimpa lagi musibah: Khadijah wafat. Bagaimana tidak sedih, istri pertama Rasulullah saw ini banyak berperan dalam dakwah Islam. Peran Khadijah dapat dilihat dari masa awal kenabian sampai peristiwa boikot. Khadijah adalah wanita pertama yang mempercayai kenabian Sayid Muhammad bin Abullah

Sebelum menikah, Sang Nabi pernah dipercaya oleh Khadijah untuk menjual barang-barang dagangan ke luar negeri. Kemudian masa-masa menjalani pernikahan, Khadijah merelakan waktu dan hartanya ketika Sang Nabi menyendiri di Gua Hira. Juga ketika rumahnya diisi dengan kehadiran Ali bin Abi Thalib, Khadijah merawatnya dengan baik.[1]

Secara lahiriah kehidupan Nabi Muhammad saw berasal dari Khadijah. Banyak harta dan barang-barang Khadijah yang habis untuk dakwah Islam.[2] Sejak menikah dengan Rasulullah saw, rumah Khadijah sering didatangi orang-orang miskin. Khadijah atas anjuran Sang Nabi bermurah hati kepada mereka. Jiwa sosial istri pertama Muhammad saw ini membuat sebagian wanita-wanita Makkah cemburu karena tidak dapat menyaingi perbuatannya. Tidak heran kalau Khadijah dijuluki “Pemimpin Wanita Quraisy” dan Ummul Mukminin (Ibu Kaum Beriman).[3] 

Ketika masa boikot berlangsung, Khadijah mengerahkan seluruh hartanya untuk kebutuhan sehari-hari selama boikot berlangsung. Kehidupan yang serba kekurangan membuat kondisi kesehatan Khadijah menurun. Meski terus menurun kesehatannya, Khadijah tidak mengeluh. Ia tetap bersabar dan terus mendampingi suaminya. Nabi Muhammad saw selaku suami pun mengetahui kondisi istrinya. Ketika sakitnya mulai parah, Sang Nabi berada di sampingnya dan senantiasa mendoakannya.

Selesai masa boikot, kesehatan Khadijah semakin memburuk. Keadaan ini terus berlanjut sampai wafat yang tahunnya bersamaan dengan wafat Abu Thalib. Di Bukit Hajun, Sang Nabi menurunkan jenazah istrinya ke liang lahat dan mendoakannya.[4] Dengan wafat Khadijah, membuat Sang Nabi merasa sedih karena kehilangan tonggak dan sandaran dalam menyebarkan agama Islam. Kehidupan rumah tangga bersama selama dua puluh lima tahun tinggal kenangan yang kadang menitikan air mata Rasulullah saw. *** (ahmad sahidin)



[1] Ali Syariati, Fatimah: The Greatest Woman in Islamic History (Jakarta: Tahira, 2008) h.208.

[2] Ali Syariati, Fatimah: The Greatest Woman in Islamic History (Jakarta: Tahira, 2008) h.200-205.

[3] Muhammad Abduh Yamani, Hanya Fathimah Bunga nan Jadi Bunda Ayahnya (Jakarta: Pustaka IIMaN, 2007)  h.61.

[4] Muhammad Abduh Yamani, Hanya Fathimah Bunga nan Jadi Bunda Ayahnya (Jakarta: Pustaka IIMaN, 2007)  h.141.