Sabtu, 17 September 2022

Kepemimpinan versi Sunni dan Syiah

Dalam sejarah, Syiah menentukan pemimpin berdasarkan nash dan para ulama hanya merujuk kepada Imam Ahlulbait. Memang soal menentukan Imam yang keempat melahirkan Syiah Zaidiyah dan Imam setelah Imam keenam melahirkan Syiah Ismailiyah. Namun, keduanya secara ushuluddin sama dan tidak mengakibatkan perpecahan yang mengakibatkan noda hitam sejarah malah memunculkan khazanah intelektual yang beragam dan dinamis. 

Perpecahan yang lebih tampak adalah dalam Mazhab Ahlussunah. Dalam mazhab ini lahir beberapa aliran teologi seperti Khawarij, Mutazilah, Maturidiyah, Jabariyah, Qadariyah, Asyariah, dan Wahabiyah. Di antara tokohnya tidak jarang saling menyerang dan menyalahkan, bahkan menganggap yang tidak sepahaman dengannya murtad atau kafir. Juga dalam fikih Sunni terdapat fikih Hanafiyah, Hanbaliyah, Malikiyah, Syafiiyah, Taimiyah, Baziyah, Baniyah, dan Qardhawiyah. 

Kemudian pada hadis yang disusun para ulama Sunni terdapat perbedaan dalam menentukan otentik atau shahih tidaknya sebuah riwayat. Bahkan, politik Sunni tidak memiliki kejelasan dalam menentukan seorang pemimpin: syura (dipraktikan saat mengangkat Abu Bakar), wasiat (saat mengangkat Umar bin Khaththab), sidang terbatas dewan formatur (saat memilih Utsman bin Affan), aklamasi (saat memilih Ali bin Abi Thalib), tahkim (saat mengangkat Muawiyah), dan turun temurun atau monarki (Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Umayyah Spanyol, Usmaniyah, dan lainnya). 

Demikian perbedaan Sunni dan Syiah. Kalau melihat sejarah akan kaget bahwa perpecahan umat Islam hingga sekarang lebih karena alasan politik ketimbang pemahaman agama. Sejarah menorehkan tinta berkaitan dengan aliran dan kelompok yang lahir, baik itu akidah (teologi), filsafat, fikih, tarekat (sufi), tafsir, dan lainnya. 

Bahkan, pada masa modern ini partai politik yang mengaku berazas Islam banyak bermunculan di Indonesia maupun negeri-negeri yang dihuni umat Islam. Di Indonesia muncul  Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Darul Islam, Al-Irsyad, Persatuan Umat Islam, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Ahlul Bait Indonesia (ABI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan lainnya. 

Kalau dikaji secara jeli akan terlihat perbedaan di antara ormas tersebut. Bisa jadi dalam rujukan pelaksanaan ibadah pun berbeda. NU dan Muhammadiyah mengaku bermazhab Ahlussunnah, tetapi keduanya berbeda dalam pemahaman akidah dan pelaksanaan syariah serta pandangan politik. Namun dari keduanya, ada yang sama bahwa Allah sebagai Tuhan dan Muhammad saw sebagai Rasul Allah yang terakhir serta mengaku berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah Nabawiyah. *** (ahmad sahidin)