Rabu, 16 Agustus 2023

Isyarat Mimpi Rasulullah SAW

DALAM salah satu hadits dikabarkan bahwa Rasulullah saw bermimpi tentang sekelompok kera yang bergelantungan di mimbar masjidnya. Di hadapan mimbar itu ada beberapa kaum Muslim yang mundur berangsur-angsur. Beliau terbangun dan menangkap mimpi itu sebagai tanda akan ada gelombang yang menghancurkan ajaran dan nilai-nilai Islam. 

Bersamaan dengan mimpi itu, Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu, “Dan ketika Kami wahyukan kepadamu, sesungguhnya Tuhanmu meliputi segala manusia. Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan  pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.” (QS. Al-Isra [17]: 60) 

Sejarah menceritakan bahwa pascawafat Rasulullah saw muncul para penguasa yang menindas umat. Sebut saja Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Mereka naik ke mimbar dan berbicara tentang Islam dengan indah dan begitu memikat, tetapi dibelakang mereka menindas kaum Muslim, khususnya terhadap keluarga Rasulullah saw. 

Apalagi kalau bicara mazhab, telah terjadi perpecahan hingga beratus-ratus aliran sejak masa sahabat hingga sekarang ini. Baik itu aliran aqidah (kalam), filsafat, fiqih, atau pun tarekat (sufi) beraneka macam bentuk. Bahkan, partai politik yang mengaku berazas Islam banyak bermunculan, baik di Indonesia maupun negeri-negeri yang dihuni kaum Muslim. 

Begitu juga organisasi keagamaan (ormas) di Indonesia (yang kadang dianggap sebagai sekte-sekte Islam Indonesia) telah bermunculan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Al-Irsyad, Persatuan Umat Islam, Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia, dan lainnya. Di antara ormas-ormas terlihat perbedaannya, bahkan dalam rujukan pelaksanaan ibadah pun berbeda dalam merujuknya. 

Meskipun NU, Muhammadiyah, dan Persis mengaku bermazhab Sunni atau Ahlu Sunnah wal Jamaah, tetapi berbeda dalam pemahaman akidah dan pelaksanaan syariah serta pandangan politik. Namun, dari ketiga ormas tersebut ada yang sama: mengaku Allah sebagai tuhan dan Muhammad saw sebagai Rasul Allah yang terakhir serta mengaku berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah Nabawiyah. 

Perkembangan Islam yang berimplikasi lahirnya perbedaan mazhab, aliran politik, pemahaman ibadah, dan organisasi keagamaan merupakan fakta yang tidak dapat diingkari bahwa Islam sudah tinggal sejarah. Islam tinggal namanya saja. 

Kita mengaku beriman kepada Allah dan Rasulullah saw, tetapi dibalik itu kita mengecam, mengancam, mencerca, memaki dan mem-bid`ah-kan orang lain yang berbeda pemahaman dengan kita. Padahal, Allah swt  berfirman, “Sesungguhnya mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” [QS Al-Hujurat (49):10] 

Di sinilah sikap keragaman atau perbedaan yang didasarkan ukhuwah basyariyah wa ilahiyah penting untuk diwujudkan. Apalagi masyarakat Indonesia yang multi-budaya, etnis dan agama, tentu harus direalisasikan. Karena dengan ini, kita sebagai manusia tidak akan lagi tersekat garis pemisah antara kita sebagai manusia dan  yang-lain (the others) sebagai bukan manusia. Ini yang harus kita sadari bahwa sesungguhnya manusia itu adalah makhluk yang beranekaragam. *** (AHMAD SAHIDIN, Alumni Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung)