Jumat, 25 Agustus 2023

Merajut Ukhuwah Internal Islam

Selain khazanah pemikiran dan gerakan intelektual yang terus tumbuh di Dunia Islam, juga isu-isu klasik berkaitan dengan Sunni dan Syiah. Di Irak setelah masuknya tentara Amerika, konflik Sunni Syiah muncul lagi. Dalam sebuah surat kabar diberitakan terdapat sekelompok Sunni ekstrem di Irak yang membunuh seorang Muslim Syiah ketika pernikahan belangsung. Di Bahrain, pemerintah yang dipegang orang-orang Sunni melakukan penindasan terhadap orang-orang Syiah. Di Malaysia muncul gerakan untuk menyingkirkan orang-orang yang bermazhab Syiah.

Di negeri Indonesia ini, telah terjadi penyerangan terhadap penganut mazhab Syiah di Bondowoso, Sampang, dan Bangil. Apalagi ketika didukung dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1984 dan pernyataan Menteri Agama Republik Indonesia Suryadharma Ali yang menyatakan Syiah bukan bagian dari Islam, seakan-akan memberi amunisi bagi segelintir orang untuk melakukan radikalisme agama yang merugikan bangsa Indonesia, khususnya umat Islam.

Meski MUI Pusat KH Umar Shihab pada 1 Januari 2012 merivisi fatwa terhadap Syiah dengan menegaskan bahwa Syiah merupakan bagian dari Islam dan termasuk mazhab yang sah, tetapi mereka yang tidak suka dengan ukhuwah Islamiyah tetap tidak menerimanya sebagai keputusan resmi umat Islam Indonesia yang dalam hal ini diwakili MUI.

Bahkan, sebelum keluar fatwa revisi MUI, pada Jumat, 20 Mei 2011, di Masjid Akbar Kebayoran Jakarta, KH.Jalaluddin Rakhmat dan H.Daud Poliradja dihadapan tokoh-tokoh agama dan umat Islam mendeklarasikan persatuan Sunni Syiah yang digagas IJABI (Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) dengan nama Majelis Ukhuwah Sunni Syiah Indonesia (MUHSIN).

Menurut Kang Jalal (KH.Jalaluddin Rakhmat), lahirnya MUHSIN untuk menjalin persaudaraan di antara sesama umat Islam. Kasus penyerangan terhadap pesantren dan umat Islam Indonesia yang bermazhab Syiah di Sampang, Bangil, Bondowoso, dan Pekalongan menjadi kekhawatiran retaknya persatuan umat Islam Indonesia.  

Bahkan, gerakan persaudaraan Islam (ukhuwah) ini telah dirintis oleh sejumlah ulama dan cendekiawan di seluruh dunia dalam konferensi Islam internasional di Amman, Yordania, pada 27-29 Jumadil Ula 1426 Hijriah/4-6 Juli 2005 Masehi.  Mereka sepakat bahwa yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari [Imamiyah] dan Zaydi), mazhab Ibadiyah dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. Mereka juga sepakat untuk tidak akan mengafirkan salah seorang dari pengikut atau penganut mazhab tersebut.[1]

Kalau dilihat secara global tampaknya mereka yang tidak menghendaki terwujudnya ukhuwah di antara umat Islam di Indonesia sudah terpengaruh politik global dari Amerika Serikat dan Zionisme yang tidak ingin umat Islam bersatu. Dalam peta politik dunia diketahui bahwa Amerika dan Israel tidak ingin melihat umat Islam bersatu. Kalau persatuan dan persaudaraan terwujud di antara umat Islam di seluruh dunia ini maka kepentingan ekonomi dan politik Barat akan terganggu sehingga tidak bisa menguasai negeri-negeri kecil. Karena itu, mereka berusaha mempertahankan pertengkaran di antara umat Islam, khususnya dalam mazhab, sehingga energi umat Islam terkuras habis dalam urusan-urusan keagamaan dan pertumpahan darah karena mazhab atau penafsiran. Tidak sedikit dana dikeluarkan untuk menyulut konflik dengan menggunakan orang Islam yang wawasan keislamannya sempit dan mudah terbakar.

Karena itu, mereka yang terus gencar meneriakan Syiah sesat dapat disebut orang yang belum mengkaji Islam dengan menyeluruh dan tidak sadar kalau sudah masuk "perangkap" adudomba politik Barat dan Zionisme Israel.

Saya yakin bahwa kalau mereka belajar dari sejarah dengan benar dan mau mengkaji Islam dengan ilmiah maka akan mengetahui bahwa pertikaian Sunni-Syiah merupakan cerita usang dan bukan konsumsi masayarakat awam yang mudah menggunakan jalan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Sunni-Syiah dapat dikaji secara tuntas dalam forum ilmiah dan dunia akademis. Selain kampus, MUI juga sebagai lembaga yang mewakili umat Islam Indonesia harus memfasilitasi ruang dialog ilmiah dengan para ahli Sunni atau Syiah kemudian hasilnya dipublikasikan kepada umat Islam.

Umat Islam harus menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk dan umat Islam yang hadir di Indonesia tidak tunggal dalam mazhab dan organinsasi. Sejak masa kemerdekaan hingga sekarang, di Indonesia banyak bermunculan organisasi Islam yang menunjukan negeri yang plural sehingga landasan persaudaran dan persatuan di antara sesama umat Islam yang perlu digencarkan. Jelas yang dibutuhkan umat Islam sekarang ini bukan gagasan atau gerakan yang dapat memperburuk persatuan dan persaudaraan Islam.

Sekarang ini yang perlu dilakukan umat Islam adalah mewujudkan ukhuwah Islamiyah di antara umat Islam. Sebaiknya umat Islam yang berada dalam organisasi dan partai politik memiliki agenda bersama untuk mengembangkan khazanah keislaman (ilmu-ilmu Islam) dan melek dunia politik global dengan menjadikannya sebagai program pencerdasan dan pencerahan umat Islam. Dengan mengkaji khazanah ilmu-ilmu Islam akan terbuka pola pikir dan paradigma sehingga umat Islam tidak resah atau risih mendapati saudaranya berbeda mazhab, partai, atau fikih. Hanya dengan saling mempelajari dan memahami perbedaan masing-masing, konflik dalam dunia Islam bisa reda dan efeknya akan positif bagi kehidupan manusia. Karena itu, umat Islam sebaiknya tidak hanya fokus dalam urusan internal Islam, tetapi juga harus mencoba merajut ukhuwah basyariyah dengan masyarakat agama lainnya. Allah Ta`ala berfirman, ”Berpegang teguhlah kalian (dalam jama`ah) kepada tali Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.” (QS Ali Imran [3]: 103) *** (ahmadsahidin)

 [1] Selain MUHSIN dan Risalah Amman, ada Deklarasi Makkah dan Deklarasi Bogor yang isinya hampir bahwa umat Islam harus menjalin ukhuwah Islamiyah dan tidak membesar-besarkan perbedaan mazhab-mazhab Islam.