Di negeri Indonesia ini, telah
terjadi penyerangan terhadap penganut mazhab Syiah di Bondowoso, Sampang, dan
Bangil. Apalagi ketika didukung dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
tahun 1984 dan pernyataan Menteri Agama Republik Indonesia Suryadharma Ali yang
menyatakan Syiah bukan bagian dari Islam, seakan-akan memberi amunisi bagi
segelintir orang untuk melakukan radikalisme agama yang merugikan bangsa Indonesia, khususnya umat
Islam.
Meski MUI Pusat KH Umar Shihab pada 1 Januari 2012 merivisi fatwa terhadap
Syiah dengan menegaskan bahwa Syiah merupakan bagian dari Islam dan termasuk
mazhab yang sah, tetapi mereka yang tidak suka dengan ukhuwah Islamiyah tetap
tidak menerimanya sebagai keputusan resmi umat Islam Indonesia yang dalam hal
ini diwakili MUI.
Bahkan, sebelum keluar fatwa revisi MUI, pada Jumat, 20 Mei 2011, di Masjid Akbar
Kebayoran Jakarta, KH.Jalaluddin Rakhmat dan H.Daud Poliradja dihadapan tokoh-tokoh agama dan umat Islam
mendeklarasikan persatuan Sunni Syiah yang digagas IJABI (Ikatan Jamaah
Ahlulbait Indonesia) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) dengan nama Majelis
Ukhuwah Sunni Syiah Indonesia (MUHSIN).
Menurut
Kang Jalal (KH.Jalaluddin Rakhmat), lahirnya MUHSIN untuk menjalin persaudaraan
di antara sesama umat Islam. Kasus penyerangan terhadap pesantren dan umat
Islam Indonesia yang bermazhab Syiah di Sampang, Bangil, Bondowoso, dan
Pekalongan menjadi kekhawatiran retaknya persatuan umat Islam Indonesia.
Bahkan, gerakan
persaudaraan Islam (ukhuwah) ini telah dirintis oleh sejumlah ulama dan
cendekiawan di seluruh dunia dalam konferensi Islam internasional di Amman,
Yordania, pada 27-29 Jumadil Ula 1426 Hijriah/4-6 Juli 2005 Masehi. Mereka
sepakat bahwa yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus
Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari [Imamiyah]
dan Zaydi), mazhab Ibadiyah dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. Mereka juga
sepakat untuk tidak akan mengafirkan salah seorang dari pengikut atau penganut
mazhab tersebut.[1]
Kalau dilihat secara global tampaknya mereka yang tidak menghendaki terwujudnya
ukhuwah di antara umat Islam di Indonesia sudah terpengaruh politik global dari
Amerika Serikat dan Zionisme yang tidak ingin umat Islam bersatu. Dalam peta
politik dunia diketahui bahwa Amerika
dan Israel tidak ingin melihat umat Islam bersatu. Kalau persatuan dan
persaudaraan terwujud di antara umat Islam di seluruh dunia ini maka
kepentingan ekonomi dan politik Barat akan terganggu sehingga tidak bisa
menguasai negeri-negeri kecil. Karena itu, mereka berusaha mempertahankan
pertengkaran di antara umat Islam, khususnya dalam mazhab, sehingga energi umat
Islam terkuras habis dalam urusan-urusan keagamaan dan pertumpahan darah karena
mazhab atau penafsiran. Tidak sedikit dana dikeluarkan untuk menyulut konflik
dengan menggunakan orang Islam yang wawasan keislamannya sempit dan mudah
terbakar.
Karena
itu, mereka yang terus gencar meneriakan Syiah sesat dapat disebut orang yang
belum mengkaji Islam dengan menyeluruh dan tidak sadar kalau sudah masuk
"perangkap" adudomba politik Barat dan Zionisme Israel.
Saya yakin
bahwa kalau mereka belajar dari sejarah dengan benar dan mau mengkaji Islam
dengan ilmiah maka akan mengetahui bahwa pertikaian Sunni-Syiah merupakan
cerita usang dan bukan konsumsi masayarakat awam yang mudah menggunakan jalan
kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Sunni-Syiah dapat dikaji secara tuntas
dalam forum ilmiah dan dunia akademis. Selain kampus, MUI juga sebagai lembaga
yang mewakili umat Islam Indonesia harus memfasilitasi ruang dialog ilmiah
dengan para ahli Sunni atau Syiah kemudian hasilnya dipublikasikan kepada umat
Islam.
Umat Islam harus menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk
dan umat Islam yang hadir di Indonesia tidak tunggal dalam mazhab dan
organinsasi. Sejak masa kemerdekaan hingga sekarang, di Indonesia banyak
bermunculan organisasi Islam yang menunjukan negeri yang plural sehingga
landasan persaudaran dan persatuan di antara sesama umat Islam yang perlu
digencarkan. Jelas yang dibutuhkan umat Islam sekarang ini bukan gagasan atau
gerakan yang dapat memperburuk persatuan dan persaudaraan Islam.
Sekarang ini yang perlu dilakukan
umat Islam adalah mewujudkan ukhuwah Islamiyah di antara umat Islam.
Sebaiknya umat Islam yang berada dalam organisasi dan partai politik memiliki
agenda bersama untuk mengembangkan khazanah keislaman (ilmu-ilmu Islam) dan
melek dunia politik global dengan menjadikannya sebagai program pencerdasan dan
pencerahan umat Islam. Dengan mengkaji khazanah ilmu-ilmu Islam akan terbuka
pola pikir dan paradigma sehingga umat Islam tidak resah atau risih mendapati
saudaranya berbeda mazhab, partai, atau fikih. Hanya dengan saling mempelajari
dan memahami perbedaan masing-masing, konflik dalam dunia Islam bisa reda dan
efeknya akan positif bagi kehidupan manusia. Karena itu, umat Islam sebaiknya
tidak hanya fokus dalam urusan internal Islam, tetapi juga harus mencoba
merajut ukhuwah basyariyah dengan masyarakat agama lainnya. Allah Ta`ala
berfirman, ”Berpegang teguhlah kalian (dalam jama`ah) kepada tali Allah dan
janganlah kalian bercerai-berai.” (QS Ali Imran [3]: 103) *** (ahmadsahidin)