Jumat, 04 Agustus 2023

Farid Esack Mengubah Masyarakat

 Membaca sejarah Islam tampaknya harus mengelus dada karena para ulama sekarang, khususnya di Indonesia, belum maksimal dalam mencerahkan dan membebaskan umat Islam dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan, dan kemiskinan.

 Berbeda dengan di Afrika Selatan. Sebut saja Farid Esack. Saat berusia tiga minggu Esack sudah ditinggal bapaknya tanpa berita. Saat berusia enam tahun, dia dan ibunya diusir oleh pemilik rumah yang mereka diami. Untuk makan sehari-hari keduanya bergantung pada kebaikan tetangganya yang beragama Kristen.

Ketika remaja (14 tahun) Esack aktif melawan sistem apartheid. Ia ditangkap dan disiksa dalam penjara. Mereka yang mendukung sekaligus pelaksana sistem pemerintahan yang menindas itu bukanlah non-Muslim, tapi Muslim. Pengalaman masa kecil yang banyak dibantu orang Kristen dan penindasan yang dilakukan orang-orang yang beragama Islam, muncullah pemikiran bahwa Tuhan tidak memandang label agama ketika hendak menolong. 

Berpijak dari fakta itu, Farid Esack menegaskan bahwa tantangan yang menghadang di depan bagi umat manusia bukanlah soal label agama, bukan persoalan Muslim dan non-Muslim melainkan keadilan dan ketidakadilan. Menurutnya, seorang Muslim memiliki kewajiban untuk memahami Al-Quran dalam konteks yang riil terjadi di lingkungannya, sehingga darinya memperoleh tafsir yang bisa mencerahkan umat. Sebelum menanamkan ajaran tauhid dan amalan ibadah (syari`ah), Nabi Muhammad saw terlebih dahulu memerangi penindasan ekonomi dan perbudakan di Mekkah serta mengangkat kaum dhuafa dan budak belian sederajat dengan kaum Muslimin lainnya. Begitu juga dengan para nabi lainnya. Sebut saja Nabi Ibrahim as membebaskan umatnya dari penindasan Namrud. Nabi Musa as melawan Fir'aun yang membunuh setiap bayi laki-laki untuk melemahkan cikal bakal munculnya pemberontak; karena bila rakyatnya lebih banyak kaum wanita, maka tak akan ada kekuatan yang merongrongnya sehingga kekuasaannya mapan. Namun Allah berkehendak lain. Musa—bayi laki-laki yang dibuang dan kemudian dipelihara istri Fir`aun—tampil menentang Fir`aun dan membebaskan umat dari penindasan dan pemujaan terhadap manusia. Fakta sejarah inilah yang mengilhami Farid Esack untuk melakukan sebuah gerakan nyata untuk membebaskan derita kaum tertindas masyarakat Afrika Selatan dari penindasan tuan tanah dan penjajah asing. 

Doktor  yang memiliki keahlian dalam ilmu tafsir Al-Quran ini menjelaskan bahwa kualitas kemanusiaan seseorang tidak hanya dinilai dari buah pikirannya, melainkan pada kepeduliannya  membantu orang yang membutuhkan pertolongan. Tindakan nyata inilah, kata Esack, menjadi ciri khas dari gerakan dakwah Islam yang dilakukan Nabi Muhammad saw pada masa awal Islam. 

Dengan melakukan penafsiran atas ayat-ayat Al-Quran, Esack membangkitkan semangat perlawanan orang-orang dhu`afa dan para petani miskin terhadap penindasan yang dilakukan para tengkulak dan tuan tanah serta berhasil menciptakan kehidupan perekonomian masyarakat miskin menjadi lebih baik. Esack tidak sekadar mengajarkan ajaran Islam, tapi juga berupaya mewujudkan tujuan dan nilai-nilai Islam yang lebih konkret dan bisa dirasakan masyarakat. Untuk mewujudkannya, tak tanggung-tanggung Esack bekerjasama dengan kalangan non-Muslim sehingga bisa dengan cepat mengubah kondisi masyarakat Afrika Selatan.

Bukankah sebuah inspirasi untuk di negeri Indonesia: yang multi budaya, agama, dan multipersoalan kemanusiaan? Yang harus segera tentu mewujudkan Islam sebagai rahmatan lill `alamin. *** (ahmad sahidin)