Kamis, 17 Agustus 2023

Mengenal Historiografi Nabi Muhammad Saw

NABI Muhammad saw merupakan teladan sepanjang masa. Jejak langkah dan aktivitasnya menjadi panutan yang tidak habis digali. Hampir dalam setiap aspek, kaum Muslim merujuk kepada Muhammad saw. Perilakunya menjadi sunah dan ucapannya menjadi hadits. Dari hadits dan sunah itu kemudian tersusun sebuah biografi yang ditulis dengan runut; dari lahir hingga wafat, dari buaian hingga remaja, dari menikah sampai beranak cucu, dari berdagang hingga memimpin negara, dan dari awal turun wahyu hingga berakhir wahyu. Semua dituangkan dalam sebuah kitab yang disebut Sirah Nabawiyah.  

Semua sejarawan hampir sepakat bahwa Sirah Nabawiyah yang kali pertama muncul karya Ibnu Ishaq. Kemudian muncul Ibnu Hisyam yang dikenal dengan kitab Sirah Ibn Hisyam. Dari Ibnu Hisyam (wafat 218 H.) inilah para sejarawan merujuk dan mengambil serpihan-serpihan sejarah Rasulullah saw kemudian merekonstruksi biografi Nabi Muhammad saw. 

Dalam buku sejarah hidup Muhammad saw yang ditulis kalau dilihat dari perspektif teologi (mazhab akidah) terbagi dalam dua: versi Syiah dan versi Sunni.   

Historiografi versi Sunni

Apabila membaca buku Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husein Haekal atau Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury. Juga buku sejarah Muhammad lainnya dari para penulis yang beraliran Islam-Sunni, biasanya Rasulullah saw digambarkan pernah keliru dan tidak mengetahui bahwa dirinya seorang Nabi. 

Begitu juga tentang peristiwa mendapatkan wahyu dikisahkan dramatis sampai ketakutan dan lari kemudian berlindung kepada istrinya, Khadijah. Bertanya soal kenabian kepada Waraqah, paman Khadijah yang beragama Kristen (Nasrani). Dimuat juga peristiwa ditegur Allah karena tidak menghiraukan orang buta, soal penyerbukan kurma yang merugikan petani, Nabi berniat menceraikan Aisyah karena kedapatan berduaan dengan Shafwan dalam perjalanan yang tertinggal. Sang Nabi meminta pendapat Ali yang menyatakan Rasulullah saw harus menggantinya perempuan dengan yang lebih baik. 

Kisah lain yang kerap muncul dalam sejarah Nabi versi Sunni adalah Rasulullah saw dalam perang berada paling belakang, salah dalam menentukan lokasi perang, penentuan kalimah azan dari mimpi sahabat, senantiasa bersama-sama Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Kebersamaan dengan Aisyah lebih banyak dikisahkan dan Nabi terpikat dengan Zainab bin Jahsyi yang kemudian meminta dalam hati kepada Allah supaya Zaid bin Haritsah, sahabat dan anak angkat Nabi, menceraikannya. Lalu, Rasulullah saw menikahinya dan menjadi asal muasal turunnya ayat yang tidak mengharamkan istri mantan anak angkat untuk dinikahi. 

Dikisahkan pula Nabi menikahi Khadijah yang janda berusia 40 tahun dan Abu Thalib tidak mengucapkan kalimah syahadah sehingga tetap kafir. Nabi ditegur Allah karena meminta pamannya (Abu Thalib) agar selamat di akhirat (bagian ini tidak ada dalam sejarah yang ditulis sejarawan Syiah). 

Biografi Rasulullah saw yang ditulis oleh penulis Sunni mengakhiri kehidupan Nabi dengan mulus dan wafat berada dalam sandaran Aisyah binti Abu Bakar. Sebelum wafat diceritakan Nabi menyuruh Aisyah agar meminta Abu Bakar meminta shalat jamaah di Masjid Madinah. Ketika wafat Nabi, Abu Bakar dan Umar bin Khaththab datang terlambat kemudian mendoakannya. Selanjutnya, melakukan pemilihan khalifah Islam yang didasarkan musyawarah di Balai Saqifah. Dari rapat terbatas itu terpilih Abu Bakar sebagai khalifah Islam dan kepemimpinan selanjutnya adalah Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. 

Juga tentang tanggal kelahiran, hijrah tiba di Madinah, dan wafat Rasulullah saw, penulis dari mazhab Sunni menyebutkan sama yang jatuh pada 12 Rabiul Awwal.     

Historiografi versi Syiah

Berbeda dengan buku Sirah Nabawiyah dari kalangan sejarawan Syiah atau Ahlulbait. Sebut saja sejarawan Ja`far Subhani dengan karyanya “The Message” (terbitan Foreign Departement of Be`that Foundation, 1984) dan Ja`far Murtadha Amili dengan karyanya “Al-Shahih Min Sirat Al-Nabiy Al-A`Zham Saw”. 

Dalam dua buku tersebut, hampir tidak ada peristiwa sejarah yang membuat Nabi Muhammad saw linglung, ketakutan, atau tidak mengetahui kenabiannya. Mereka memuat kisah Nabi Muhammad saw sebagai manusia bersih dari kesalahan dan sempurna dalam perilaku serta pendapatnya berdasarkan wahyu sehingga ucapan dan kehidupan Rasulullah saw benar-benar teladan umat Islam. 

Sayyid A.A Razwy dalam buku Menapak Jalan Suci Sang Putri Mekkah: Sejarah Khadijah al-Kubra, istri Rasulullah Saw (Jakarta: Lentera, 2002; halaman 179-180) menyebutkan Khadijah bukan janda, tetapi seorang lajang yang belum menemukan calon yang cocok. Disebutkan bahwa Khadijah banyak menerima lamaran dari para pemuka dan penguasa Arab Mekkah, tetapi ia menampiknya. Khadijah tidak tergoda dengan kekayaan karena ia sendiri seorang pengusaha yang terkenal kaya di Mekkah. Siapa pun yang mencoba (melamar) mengesankannya dengan harta atau kekuasaan, jika tidak bodoh, tentu saja naif. Karena itu, Khadijah membuat target sampai adanya seorang laki-laki yang benar-benar mengesankannya, yaitu Muhammad bin Abdullah. 

Sejarawan Syiah biasanya memuat peristiwa pengangkatan pemimpin setelah Rasulullah saw di Ghadir Khum pasca Haji Wada, pembangkangan sahabat dekat dalam Perang Uhud, sahabat yang meragukan kebenaran Nabi saat perjanjian Hudaibiyah, penyerahan Tanah Khaibar kepada Sayidah Fathimah (putrinya), asbabun nuzul surah ahzab ayat 33 tentang kesucian (ma’sum) ahlulkisa (Rasulullah saw, Sayidah Fathimah, Ali bin Abi Thalib, Imam Hasan, dan Imam Husain), peristiwa mubahalah dengan tokoh agama Nasrani, upaya pembunuhan Nabi di gurun setelah pulang dari Tabuk, dan penunjukan Ali sebagai pengganti diranjang Nabi pada malam hijrah, pengakuan Nabi kepada Ali sebagai washi dan khalifah dalam jamuan makan bersama 45 orang tokoh Quraisy Makkah. 

Sejarawan Islam Syiah dalam bukunya menulis kisah penolakan sahabat Umar bin Khaththab saat Nabi meminta tinta dan kertas untuk menulis wasiat. Kisah ini disebut tragedi hari Kamis. Memuat kisah penolakan sejumlah sahabat senior seperti Umar dan Abu Bakar terhadap keputusan Nabi saat mengangkat Usamah bin Zaid bin Haritsah menjadi komandan dalam perang melawan pasukan Romawi. Mereka yang menolak ini kabur dalam perjalanan perang dan kembali ke Madinah menanti detik-detik wafat Nabi. Ketika Nabi wafat, sahabat-sahabat senior ini berkumpul di Saqifah untuk memilih Abu Bakar sebagai khalifah tanpa melibatkan semua sahabat dan keluarga Nabi (Ahlulbait). Nabi wafat saat menyandar pada dada Ali bin Abi Thalib. Yang mengurus jenazah Rasulullah saw adalah Ali, Abbas, dan Keluarga Nabi (Ahlulbait) sampai selesai. 

Kemudian tentang kelahiran Rasalullah saw  pada 17 Rabiul Awwal, hijrah tiba ke Madinah pada 12 Rabiul Awwal 1 Hijriah, dan wafat Rasulullah saw pada 28 Shafar 11 Hijriah. 

Khulashah

Kalau diringkas: Ahlu Sunnah (Sunni) lebih memanusiakan Nabi Muhammad saw sehingga dianggap pernah berbuat salah atau keliru. Rasulullah saw digambarkan manusia biasa yang juga melakukan dosa. 

Sementara Ahlulbait (Syiah) menyajikan Nabi Muhammad saw sebagai sosok sempurna, berperilaku mulia, dan senantiasa di bawah bimbingan Ilahi. Rasulullah saw digambarkan manusia yang berakhlak mulia, teladan, dan ma’sum (terjaga dari dosa) karena ucapan dan tingkah lakunya berdasarkan wahyu (Al-Quran). 

Dari dua versi Sirah Nabawiyah di atas bisa disebut saling melengkapi untuk para pembaca yang bersikap netral. Kemudian bisa menjadi bahan penelitian historiografi Islam, khususnya dari penulusuran sumber-sumber yang digunakan. Dengan metode penelitian sejarah dan analisa kritis filsafat sejarah (ala posmodernisme Michel Fucault) akan terlihat konteks sosio historis dan jiwa zaman sang sejarawan. Kalau pun itu termasuk berat: sekadar menggabungkan dua versi di atas dengan tetap bersikap kritis dan mengacu kepada Al-Quran sebagai alat ukur untuk menilai kehidupan Rasulullah saw.  *** (ahmad sahidin)