Minggu, 31 Mei 2020

Menjauhi Perilaku Jahil

ADA sebuah kisah tentang seorang musafir yang kehausan di padang pasir. Ia berjalan ke sana kemari mencari air yang dapat menghilangkan hausnya. Sampailah ia di sebuah bukit dengan batu-batuan terjal. Dari sela-sela batu bukit itu ada air yang mengalir. Langsung saja ia menengadahkan tangannya untuk menampung air. Namun, tiba-tiba elang menyambar tangannya. Setiap kali akan menyiduk air, tiap kali itu juga elang menyambar dan menjatuhkan air ditangannya.

Saking kesal, elang yang sedang terbang di atas kepalanya itu dipukul dengan tongkat hingga jatuh di atas bukit batu. Ia naik ke atas bukit memastikan mati tidaknya elang itu. Di situ, di dekat tergeletaknya elang,  ada bangkai ular yang mulutnya mengalirkan bisa (racun) dan menetes ke air tersebut. Spontan ia kaget. Ia tertegun beberapa menit. Ia sadar bahwa elang itu sebenarnya telah berupaya menyelamatkan jiwanya dari air yang mengandung racun.

Dalam setiap kisah pasti ada hikmah.  Apa hikmah kisah tadi? Jika kita berani mengkaji dan menelaah dengan sebaik-baiknya, jelas bahwa musafir itu simbol manusia yang kurang memahami hakikat kebenaran yang sebenarnya. 

Dari kisah itu jelaslah bahwa bentuk kebodohan atau ke-jahil-an (aljaahiluu) seseorang adalah berprasangka buruk terhadap orang lain. Dan kita, di lingkungan kita, mungkin menemukan tipe-tipe seperti itu. Salah satunya adalah mereka yang seringkali menyalahkan, dan bahkan mungkin menganggap sesat kepada mereka yang berbeda. Hal itu terjadi diakibatkan kurangnya pemahaman, dan tidak utuhnya informasi. 

Persepsi yang keliru inilah yang dapat menjerumuskannya ke dalam prasangka-prasangka buruk. Sebelum memutuskan atau menghakimi, alangkah baiknya mengkaji terlebih dahulu secara menyeluruh. Sebagaimana Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.  Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.  Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahapenerima Taubat lagi Mahapenyayang.” (QS Al-Hujurat [49] :12)  

Jelaslah bahwa berprasangka buruk itu dilarang. Ibarat memakan daging saudaranya sendiri. Sungguh jijik dan tercelalah orang demikian. Dan kita sebagai Muslim tidak boleh bertindak seperti itu. Sebab orang yang berbuat sesuatu tanpa ilmu dan kebenaran (haqiqi) yang utuh dapat dikatakan jahil atau aljaahiluu.

Lalu, bagaimana caranya agar terhindar dari sikap dan perilaku tersebut?  Tentu kita harus tahu dulu apa itu jahil atau aljaahiluu itu? Menurut Jalaluddin Rakhmat, kata aljaahiluu mengandung tiga makna. Pertama, orang yang termasuk jahil adalah yang mengambil keputusan (kesimpulan) tanpa disertai pengetahuan (ilmu); kedua, adalah orang yang mempercayai sesuatu yang bukan sebenarnya (ghair haqiqi); dan yang ketiga, adalah mereka yang bertindak dan melakukan sesuatu (atau memberikan keputusan) sebelum cukup informasi.

Ketiga makna itu yang harus diantisipasi dan dihindari jauh-jauh dari kehidupan kita.  Sebab sejak lima belas abad yang silam, Allah SWT telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS Al-Hujurat [49] : 6); “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS Al-Isra [17] : 36). 

Demikian pesan Allah kepada kita. Maka pada konteks inilah kita harus mawas diri dengan sebaik-baiknya agar terhindar dari perilaku dan sikap-sikap jahil di atas. Seperti yang disampaikan Rasulullah saw bahwa sekiranya ada satu keterangan datang, bandingkanlah dengan keterangan (ayat-ayat) yang terdapat dalam al-Quran. Bila sesuai dengan Al-Quran kita harus mengambil, dan bila bertentangan, jangan diambil sebagai rujukan. 

Begitupun dalam kehidupan ini. Maka bila kita mendapatkan informasi atau keterangan, haruslah berani melakukan konfirmasi ulang untuk mengecek kebenarannya. Kita harus melakukan check dan re-check (penyelidikan intensif) dengan sumbernya sebelum memutuskan segala sesuatunya. Juga kita harus mengedepankan akurasi atau ketepatan isi (matan/content) atas semua informasi yang sampai atau disampaikan  pada kita, dengan berusaha menghindari prasangka-prasangka buruk dan fitnah-fitnah.

Karena itu, seorang Muslim dan Muslimah wajib memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi dan selalu tidak puas dengan informasi yang  secuil. Ia harus tekun, giat, dan terbuka dalam menerima segala informasi. Seperti yang dirumuskan Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) bahwa segala informasi itu harus BAL (Benar,  Akurat, dan Lengkap). Maka dengan menjalankan rumus itulah,  insya Allah,  akan terhindar dari prasangka buruk yang diakibatkan atas ke-jahil-an. Inilah yang harus kita perhatikan. *** (ahmad sahidin)