ADA sebuah kisah tentang seorang musafir yang
kehausan di padang pasir. Ia berjalan ke sana kemari mencari air yang dapat
menghilangkan hausnya. Sampailah ia di sebuah bukit dengan batu-batuan terjal.
Dari sela-sela batu bukit itu ada air yang mengalir. Langsung saja ia
menengadahkan tangannya untuk menampung air. Namun, tiba-tiba elang menyambar
tangannya. Setiap kali akan menyiduk air, tiap kali itu juga elang menyambar
dan menjatuhkan air ditangannya.
Saking kesal, elang yang sedang terbang di
atas kepalanya itu dipukul dengan tongkat hingga jatuh di atas bukit batu. Ia
naik ke atas bukit memastikan mati tidaknya elang itu. Di situ, di dekat
tergeletaknya elang, ada bangkai ular
yang mulutnya mengalirkan bisa (racun) dan menetes ke air tersebut. Spontan ia
kaget. Ia tertegun beberapa menit. Ia sadar bahwa elang itu sebenarnya telah
berupaya menyelamatkan jiwanya dari air yang mengandung racun.
Dalam setiap kisah pasti ada hikmah. Apa hikmah kisah tadi? Jika kita berani
mengkaji dan menelaah dengan sebaik-baiknya, jelas bahwa musafir itu simbol
manusia yang kurang memahami hakikat kebenaran yang sebenarnya.
Dari kisah itu jelaslah bahwa bentuk kebodohan
atau ke-jahil-an (aljaahiluu) seseorang adalah berprasangka buruk terhadap
orang lain. Dan kita, di lingkungan kita, mungkin menemukan tipe-tipe seperti
itu. Salah satunya adalah mereka yang seringkali menyalahkan, dan bahkan
mungkin menganggap sesat kepada mereka yang berbeda. Hal itu terjadi
diakibatkan kurangnya pemahaman, dan tidak utuhnya informasi.
Persepsi yang keliru inilah yang dapat menjerumuskannya
ke dalam prasangka-prasangka buruk. Sebelum memutuskan atau menghakimi,
alangkah baiknya mengkaji terlebih dahulu secara menyeluruh. Sebagaimana Allah
Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka,
karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.
Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang di antara
kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Mahapenerima Taubat lagi Mahapenyayang.” (QS Al-Hujurat [49] :12)
Jelaslah bahwa berprasangka buruk itu
dilarang. Ibarat memakan daging saudaranya sendiri. Sungguh jijik dan
tercelalah orang demikian. Dan kita sebagai Muslim tidak boleh bertindak
seperti itu. Sebab orang yang berbuat sesuatu tanpa ilmu dan kebenaran (haqiqi)
yang utuh dapat dikatakan jahil atau aljaahiluu.
Lalu, bagaimana caranya agar terhindar dari
sikap dan perilaku tersebut? Tentu kita
harus tahu dulu apa itu jahil atau aljaahiluu itu? Menurut Jalaluddin Rakhmat,
kata aljaahiluu mengandung tiga makna. Pertama, orang yang termasuk jahil
adalah yang mengambil keputusan (kesimpulan) tanpa disertai pengetahuan (ilmu);
kedua, adalah orang yang mempercayai sesuatu yang bukan sebenarnya (ghair
haqiqi); dan yang ketiga, adalah mereka yang bertindak dan melakukan sesuatu
(atau memberikan keputusan) sebelum cukup informasi.
Ketiga makna itu yang harus diantisipasi dan
dihindari jauh-jauh dari kehidupan kita.
Sebab sejak lima belas abad yang silam, Allah SWT telah berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu” (QS Al-Hujurat [49] : 6); “Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS
Al-Isra [17] : 36).
Demikian pesan Allah kepada kita. Maka pada
konteks inilah kita harus mawas diri dengan sebaik-baiknya agar terhindar dari
perilaku dan sikap-sikap jahil di atas. Seperti yang disampaikan Rasulullah saw
bahwa sekiranya ada satu keterangan datang, bandingkanlah dengan keterangan
(ayat-ayat) yang terdapat dalam al-Quran. Bila sesuai dengan Al-Quran kita
harus mengambil, dan bila bertentangan, jangan diambil sebagai rujukan.
Begitupun dalam kehidupan ini. Maka bila kita
mendapatkan informasi atau keterangan, haruslah berani melakukan konfirmasi
ulang untuk mengecek kebenarannya. Kita harus melakukan check dan re-check
(penyelidikan intensif) dengan sumbernya sebelum memutuskan segala sesuatunya.
Juga kita harus mengedepankan akurasi atau ketepatan isi (matan/content) atas
semua informasi yang sampai atau disampaikan
pada kita, dengan berusaha menghindari prasangka-prasangka buruk dan
fitnah-fitnah.
Karena itu, seorang Muslim dan Muslimah wajib
memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi dan selalu tidak puas dengan
informasi yang secuil. Ia harus tekun,
giat, dan terbuka dalam menerima segala informasi. Seperti yang dirumuskan
Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) bahwa segala informasi itu harus BAL (Benar, Akurat, dan Lengkap). Maka dengan menjalankan
rumus itulah, insya Allah, akan terhindar dari prasangka buruk yang
diakibatkan atas ke-jahil-an. Inilah yang harus kita perhatikan. *** (ahmad sahidin)