“Menyongsong Juru Selamat Akhir Zaman”
adalah buku yang saya baca sekira lima hari lalu. Judul aslinya "Discussions Concerning Al-Mahdi" karya
Syaikh Luthfullah Shafi Gulpayghani dan "Duties
of Shias Towards Imam Zaman" karya Sayyid Muhammad Taqi Musavi
Isfahani. Bukunya terbit tahun 2001 di Qum, Iran; kemudian Nur Al-Huda di
Jakarta menerbitkan terjemahannya tahun 2012 dengan tebal buku 210 halaman.
Buku ini terdiri dari dua bagian.
Saya beli buku tersebut sekira tahun 2015. Saat itu
masa-masa kuliah di Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Saya dapat
tugas membuat makalah filsafat sejarah dan saya coba menyajikan filsafat
sejarah versi Ali Syariati tentang sejarah masa depan. Kala dibaca ternyata terkait
dengan Al-Mahdi, sehingga terpaksa harus baca sedikit tentang teologi Syiah.
Saya beruntung menemukannya di toko kemudian dibeli dan dipelajari dengan
kemampuan menelaah seadanya.
Saya melihat gagasan masa depan yang gemilang, terkait
hadirnya manusia yang menegakkan keadilan dan membentuk pemerintahan dunia
secara global dengan penuh kedamaian dan berkah, ternyata diuraikan pula oleh
Santo Agustinus tentang adanya kerajaan Tuhan di muka bumi; dan Karl Marx yang
memimpikan terwujudnya masyarakat tanpa kelas sebagai masa depan manusia yang
bebas dari penindasan dan hegemoni kapitalis. Kemudian juga Francis Fukuyama
dengan gagasan akhir sejarah ketika kapitalisme global dan demokrasi liberal
sudah dipraktekkan di seluruh dunia. Dan saat baca karya Ali Syariati kemudian
buku "Menyongsong Juru Selamat Akhir
Zaman", saya menemukan kesamaan gagasan tentang harapan manusia di
masa depan. Masa lalu dan masa kini dianggap tidak ideal, sehingga berkeinginan
untuk mengubah masa depan lebih baik dari yang dialaminya sekarang. Pendidikan
dan rencana dibuat dan coba diwujudkan, tetapi senantiasa mengalami kekurangan
atau belum sempurna. Dan satu-satunya, yang diharapkan bisa terwujudnya masa
depan sempurna ketika menghubungkan dengan keyakinan agama tentang masa gemilang
di akhir zaman sebelum tiba Kiamat. Dan ini diyakini kaum Muslim Syiah bahwa
Imam Mahdi yang sedang gaib akan hadir untuk mengubah masa depan lebih baik,
adil, damai, dan menyingkirkan kaum yang menindas dan menghancurka segala
kejahatan yang disimbolkan oleh Sufyani. Akhir dari semua itu kemenangan
orang-orang beriman di atas orang-orang kafir dan musyrik. Masa sekarang ini,
periode penantian yang diyakini Muslim Syiah adalah saat-saat persiapan untuk
sambut kehadiran Al-Mahdi. Karena itu, seluruh amal ibadah dan aktivitas di
dunia ini diarahkan dan dipersembahkan bagi Imam Zaman.
Saya sebagai Muslim percaya karena teks agama Islam
menyebutkan demikian dan kunci beragama adalah meyakini kebenaran teks.
Sehingga perlu diyakini meski kemudian para ulama memiliki tafsir tersendiri.
Keragaman memahami Al-Mahdi menjadi tanda bahwa manusia tidak memiliki
kepastian. Yang pasti dan menentukan hanya Tuhan, yang juga menetapkan kapan
bangkitnya Al-Mahdi di muka bumi ini.
Saya rasa kajian Al-Mahdi dapat dikatakan bagian dari
kontinuitas historis. Tuhan ciptakan semesta, termasuk manusia kemudian
petunjuk untuk hidup diberikan melalui perantara-Nya, yaitu Nabi dan Rasul,
dengan wahyu yang disampaikan dari generasi ke generasi sampai kepada Nabi
Muhammad Saw.
Sesuai dengan teks agama, Nabi dan Rasul berakhir oleh
hadirnya sosok Muhammad Rasulullah saw. Sementara kehidupan manusia dan makhluk
lainnya di semesta alam ini belum berakhir karena belum tiba Hari Akhir. Meski
tanpa Nabi dan Rasul, ajaran agama Islam belum kedaluarsa karena fungsinya
berlaku sampai tiba Kiamat. Tentu saja akan ada penyimpangan dalam perjalanan
ajaran agama pascawafat Rasulullah saw. Karena itu, muncul para Imam yang
ditetapkan sebagai penjaga dan pemilihara ajaran agama dari penyimpangan. Mereka
ini dalam keyakinan Syiah Imamiyah berjumlah Duabelas dari keluarga Rasulullah
saw. Mereka ini suci sehingga doa, ucapan, dan perilakunya untuk diteladani dan
dipatuhi sebagaimana kepada Rasulullah Saw. Sekarang ini diyakini masa Imam
keduabelas, Al-Mahdi, yang ditunggu karena gaib dari pandangan lahiriah
manusia.
Yang menarik, dalam kronologi perjalanan kehidupan
manusia dari awal sampai kelak masa akhir kehidupan bahwa model pemahaman yang
diajarkan agama bersifat dialektis: iman vs kafir, nabi vs iblis, manusia vs
setan, tauhid vs musyrik, bahagia vs sengsara, benar vs salah, haq vs batil,
surga vs neraka, soleh vs salah, dan lainnya. Ini perlu dikaji, mengapa narasi
agama dibentuk dalam kategori dialektis? Mengapa dalam beragama mesti
diperhadapkan dengan sisi yang bertentangan? Bahkan seluruh umat manusia yang
beragama dimasukkan dalam arena lomba untuk memperbanyak kebaikan. Di sisi lain
setan dan golongannya berlomba untuk menggagalkan upaya kaum beragama tersebut.
Ini belum saya pahami. Terima kasih sudah berkenan membaca. Mohon doanya untuk
saya dan keluarga serta manusia di mana pun berada. *** (ahmad sahidin)