Senin, 04 Mei 2020

Resensi buku Menyongsong Juru Selamat Akhir Zaman


Menyongsong Juru Selamat Akhir Zaman” adalah buku yang saya baca sekira lima hari lalu. Judul aslinya "Discussions Concerning Al-Mahdi" karya Syaikh Luthfullah Shafi Gulpayghani dan "Duties of Shias Towards Imam Zaman" karya Sayyid Muhammad Taqi Musavi Isfahani. Bukunya terbit tahun 2001 di Qum, Iran; kemudian Nur Al-Huda di Jakarta menerbitkan terjemahannya tahun 2012 dengan tebal buku 210 halaman. Buku ini terdiri dari dua bagian. 
Bagian satu berbentuk tanya jawab tentang mazhab Syiah meliputi asal usul, dalil naqli Imamah, ideologi, hubungan Syiah dengan Mutazilah, tuduhan ghuluw, ketetapan manusia suci duabelas Imam, kemunculan Imam keduabelas, mahdawiyyat dalam Alquran, revolusi Imam Mahdi, gelar Al-Qoim dan Shahibuzzaman, kegaiban, albada', raj'ah, dan lainnya terkait dengan Imam keduabelas dari Syiah Imamiyah yang populer disebut mazhab Ahlulbait. Bagian dua berisi tugas-tugas bagi para penyongsong Imam Zaman. Peran dan aktivitas yang harus dikerjakan serta bentuk ibadah dan sikap orang mukmin (Syiah) yang terkait dengan masa penantian kehadiran Imam Al-Mahdi.
Saya beli buku tersebut sekira tahun 2015. Saat itu masa-masa kuliah di Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Saya dapat tugas membuat makalah filsafat sejarah dan saya coba menyajikan filsafat sejarah versi Ali Syariati tentang sejarah masa depan. Kala dibaca ternyata terkait dengan Al-Mahdi, sehingga terpaksa harus baca sedikit tentang teologi Syiah. Saya beruntung menemukannya di toko kemudian dibeli dan dipelajari dengan kemampuan menelaah seadanya.
Saya melihat gagasan masa depan yang gemilang, terkait hadirnya manusia yang menegakkan keadilan dan membentuk pemerintahan dunia secara global dengan penuh kedamaian dan berkah, ternyata diuraikan pula oleh Santo Agustinus tentang adanya kerajaan Tuhan di muka bumi; dan Karl Marx yang memimpikan terwujudnya masyarakat tanpa kelas sebagai masa depan manusia yang bebas dari penindasan dan hegemoni kapitalis. Kemudian juga Francis Fukuyama dengan gagasan akhir sejarah ketika kapitalisme global dan demokrasi liberal sudah dipraktekkan di seluruh dunia. Dan saat baca karya Ali Syariati kemudian buku "Menyongsong Juru Selamat Akhir Zaman", saya menemukan kesamaan gagasan tentang harapan manusia di masa depan. Masa lalu dan masa kini dianggap tidak ideal, sehingga berkeinginan untuk mengubah masa depan lebih baik dari yang dialaminya sekarang. Pendidikan dan rencana dibuat dan coba diwujudkan, tetapi senantiasa mengalami kekurangan atau belum sempurna. Dan satu-satunya, yang diharapkan bisa terwujudnya masa depan sempurna ketika menghubungkan dengan keyakinan agama tentang masa gemilang di akhir zaman sebelum tiba Kiamat. Dan ini diyakini kaum Muslim Syiah bahwa Imam Mahdi yang sedang gaib akan hadir untuk mengubah masa depan lebih baik, adil, damai, dan menyingkirkan kaum yang menindas dan menghancurka segala kejahatan yang disimbolkan oleh Sufyani. Akhir dari semua itu kemenangan orang-orang beriman di atas orang-orang kafir dan musyrik. Masa sekarang ini, periode penantian yang diyakini Muslim Syiah adalah saat-saat persiapan untuk sambut kehadiran Al-Mahdi. Karena itu, seluruh amal ibadah dan aktivitas di dunia ini diarahkan dan dipersembahkan bagi Imam Zaman.
Saya sebagai Muslim percaya karena teks agama Islam menyebutkan demikian dan kunci beragama adalah meyakini kebenaran teks. Sehingga perlu diyakini meski kemudian para ulama memiliki tafsir tersendiri. Keragaman memahami Al-Mahdi menjadi tanda bahwa manusia tidak memiliki kepastian. Yang pasti dan menentukan hanya Tuhan, yang juga menetapkan kapan bangkitnya Al-Mahdi di muka bumi ini.
Saya rasa kajian Al-Mahdi dapat dikatakan bagian dari kontinuitas historis. Tuhan ciptakan semesta, termasuk manusia kemudian petunjuk untuk hidup diberikan melalui perantara-Nya, yaitu Nabi dan Rasul, dengan wahyu yang disampaikan dari generasi ke generasi sampai kepada Nabi Muhammad Saw.
Sesuai dengan teks agama, Nabi dan Rasul berakhir oleh hadirnya sosok Muhammad Rasulullah saw. Sementara kehidupan manusia dan makhluk lainnya di semesta alam ini belum berakhir karena belum tiba Hari Akhir. Meski tanpa Nabi dan Rasul, ajaran agama Islam belum kedaluarsa karena fungsinya berlaku sampai tiba Kiamat. Tentu saja akan ada penyimpangan dalam perjalanan ajaran agama pascawafat Rasulullah saw. Karena itu, muncul para Imam yang ditetapkan sebagai penjaga dan pemilihara ajaran agama dari penyimpangan. Mereka ini dalam keyakinan Syiah Imamiyah berjumlah Duabelas dari keluarga Rasulullah saw. Mereka ini suci sehingga doa, ucapan, dan perilakunya untuk diteladani dan dipatuhi sebagaimana kepada Rasulullah Saw. Sekarang ini diyakini masa Imam keduabelas, Al-Mahdi, yang ditunggu karena gaib dari pandangan lahiriah manusia.
Yang menarik, dalam kronologi perjalanan kehidupan manusia dari awal sampai kelak masa akhir kehidupan bahwa model pemahaman yang diajarkan agama bersifat dialektis: iman vs kafir, nabi vs iblis, manusia vs setan, tauhid vs musyrik, bahagia vs sengsara, benar vs salah, haq vs batil, surga vs neraka, soleh vs salah, dan lainnya. Ini perlu dikaji, mengapa narasi agama dibentuk dalam kategori dialektis? Mengapa dalam beragama mesti diperhadapkan dengan sisi yang bertentangan? Bahkan seluruh umat manusia yang beragama dimasukkan dalam arena lomba untuk memperbanyak kebaikan. Di sisi lain setan dan golongannya berlomba untuk menggagalkan upaya kaum beragama tersebut. Ini belum saya pahami. Terima kasih sudah berkenan membaca. Mohon doanya untuk saya dan keluarga serta manusia di mana pun berada. *** (ahmad sahidin)