Selasa, 26 Mei 2020

Resensi buku Khilafah atau Kerajaan? Mengungkap Sebuah Fragmen Sejarah Islam


Saya membaca buku Khilafah atau Kerajaan? Mengungkap Sebuah Fragmen Sejarah Islam. Buku ini terjemahan dari Al-Sulthatu wa Shina'atu al-Wadh'i wa al-Ta'wil. Ditulis oleh Sayid Kamal Haidari, seorang ulama yang ahli dalam kajian Islam klasik dan menjadi rujukan dalam fikih. Buku terjemahnya diterbitkan Nur Al-Huda tahun 2015 dengan tebal buku 362 halaman.
Saya membaca buku Khilafah atau Kerajaan ini sekira tiga hari. Uraian buku ini fokus pada sosok Muawiyah bin Abu Sufyan dalam perilakunya terkait mengubah Sunnah Nabi tentang penisbatan seorang anak pada laki-laki yang menzinahi ibu dari anak tersebut.
Kemudian ada riwayat bahwa Muawiyah masih tetap meminum khamr dan tidak pernah kenyang makan. Dalam sehari tujuh kali makan dan masih mengatakan tidak kenyang, hanya lelah saja saat berhenti makan. Rakusnya ini dihubungkan pada doa Rasulullah saw. Suatu hari Muawiyah dipanggil menghadap Nabi dan menolak karena sedang makan. Lalu dipanggil lagi dan menolak karena sedang makan. Kemudian Nabi mendoakan Muawiyah dengan kalimat: Semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya. Sejak itulah Muawiyah merasa tidak pernah kenyang, selalu lapar dan banyak makan.
Serpihan sejarah lainnya bahwa Muawiyah pula yang menetapkan azan dan iqamah pada shalat idain (idul fitri dan idul adha). Khalifah Rasyidun dari Abubakar sampai 'Ali bin Abu Thalib mengikuti Rasulullah saw tidak mengumandangkan azan dan iqamah pada shalat idain. Muawiyah juga disebut penjual patung berhala dan menggerakkan sahabat Nabi lainnya untuk menentang keluarga Rasulullah saw (Ahlulbait). Apalagi saat menjadi raja di Damascus yang dikenal Dinasti Umayyah diterangkan ia kejam pada orang-orang dan hanya memperkaya diri beserta keluarganya. Sejarah ini banyak diuraikan pada buku-buku, baik klasik maupun modern.
Menurut Sayid Kamal Haidari, ada para ulama yang membela Muawiyah dalam buku-bukunya dengan menuliskan cerita yang tidak berdasarkan realita sejarah. Yang dibesarkan para ulama kaum Umawi (istilah untuk mereka yang mendukung Muawiyah) bahwa Muawiyah penulis wahyu. Ini disorot oleh Sayid Kamal Haidari dengan rentang waktu masuk Islam dan kebersamaan dengan Nabi, termasuk penolakan saat dipanggil Nabi. Sehingga loyalitas dari Muawiyah kepada Nabi dan ketaatan pada ajaran Islam diragukan, bahkan disinyalir masuk Islam pun karena terpaksa dan punya kepentingan politik.
Kajian historis seperti ini memang punya peluang distorsi. Bergantung pada penulis sejarah dan sumber yang digunakan. Ini mengingatkan saya pada disertasi "Al-Muawiyat" yang ditulis Dr Muhammad Babul Ulum di UIN Jakarta. Dari penggalian sumber klasik, Babul mengungkap perubahan Islam dari zaman Rasulullah saw ke zaman Khulafa Rasyidun sampai berkuasanya Bani Umayyah. Semuanya disoroti dengan kajian kritis dengan membongkar riwayat yang jarang diungkap para ustadz dan ulama mainstream.
Terkait dengan karya Sayyid Kamal Haidari, kajiannya berbasis riwayat sehingga dari lembar ke lembar penuh dengan cuplikan riwayat dari kitab-kitab. Kemudian dibahas dan dikritik bagian yang mengandung kepalsuan. Mirip tulisan ulama masa awal seperti Thabari, Ibnu Ishaq, Ibnu Katsir, dan lainnya. Penuh dengan kutipan riwayat, padahal kini zaman modern yang gaya penulisan pun harusnya lebih naratif dan mengalir. Ini sih kesan saya yang tak biasa baca buku-buku kajian hadis yang kadang merasa bosan bacanya.
Selain itu, buku Khilafah atau Kerajaan ini memuat informasi keengganan Bukhari mengambil riwayat dari Imam Jafar Shadiq yang sezaman dan pernah tinggal di Madinah. Bukhari meragukan hadis dari Imam Jafar Shadiq karena mendengar ucapan dari Yahya bin Said Qathan. Sayangnya tidak diungkap isi dari ucapan tersebut. Bisa diduga ini terkait sektarianisme dan periode masanya peralihan dari kekuasaan Umayyah ke Abbasiyah. Situasi politik menjadikan ulama pun harus hati-hati dalam mengambil hadis maupun interaksi. Pada buku ini dikupas pula definisi Syiah oleh ahli hadis kaum Sunni, pandangan Ibnu Taimiyah pada Muawiyah, hadis keutamaan Muawiyah dan beredarnya keutamaan tiga khalifah setelah Rasulullah saw. Ini terkait dengan sikap Muawiyah bin Abu Sufyan yang berkeinginan mengikis pengaruh Abu Turab dan keluarganya. Mereka ini dianggap "penghalang" untuk menarik simpati dan dukungan umat Islam. Bani Umayyah tak bisa menandingi keilmuan dan geneologi Abu Turab yang bersambung dengan nenek moyang Rasulullah Saw. Abu Turab juga menantu, washi, dan darinya keturunan Rasulullah Saw hadir di dunia ini. Bahkan dalam hadis Alkisa, Abu Turab dinyatakan Ahlulbait yang disucikan. Karena itu, pihak yang memusuhinya tak mampu menandingi Abu Turab. Mereka membuat hadis tandingan berupa keutamaan para sahabat dan menetapkan sahabat itu kebal kritik. Demikian sedikit yang saya pahami dari uraian buku karya Sayyid Kamal Haidari.
Satu hal saja yang kurang pas menurut saya dengan karya Sayyid Kamal Haidari ini yaitu judul buku terjemahan,  Khilafah atau Kerajaan? Mengungkap Sebuah Fragmen Sejarah Islam.  Kalau melihat isi dan uraian buku lebih fokus pada hadis dan riwayat yang terkait dengan Muawiyah bin Abu Sufyan dan para pembelanya dari kalangan ulama, yang oleh penulisnya disebut "al-nahj al-umawi" (jalan Umawi, atau ideologi kaum Umawi). Perlu diketahui isi buku ini secara substansi tidak terkait dengan kajian Khilafah atau Kerajaan dalam konteks historis maupun politik pascawafat Rasulullah Saw. Meski kurang pas dengan judul buku terjemahan, saya melihat sisi marketing saja, yaitu untuk mengambil daya tarik orang-orang meski secara isi jauh dari judul buku. Tidak percaya, silakan baca bukunya.
Percayalah, buku Khilafah atau Kerajaan? Mengungkap Sebuah Fragmen Sejarah Islam  ini sangat menambah pengetahuan sejarah. Dengan membacanya, saya harap Anda tidak mengulang perilaku tidak baik dari kaum terdahulu. *** (ahmad sahidin)