Saya
membaca buku Khilafah atau Kerajaan?
Mengungkap Sebuah Fragmen Sejarah Islam. Buku ini terjemahan dari Al-Sulthatu wa Shina'atu al-Wadh'i wa al-Ta'wil.
Ditulis oleh Sayid Kamal Haidari, seorang ulama yang ahli dalam kajian Islam
klasik dan menjadi rujukan dalam fikih. Buku terjemahnya diterbitkan Nur
Al-Huda tahun 2015 dengan tebal buku 362 halaman.
Saya membaca buku Khilafah
atau Kerajaan ini sekira tiga hari. Uraian buku ini fokus pada sosok
Muawiyah bin Abu Sufyan dalam perilakunya terkait mengubah Sunnah Nabi tentang
penisbatan seorang anak pada laki-laki yang menzinahi ibu dari anak tersebut.
Kemudian ada riwayat bahwa Muawiyah masih tetap meminum khamr dan tidak pernah
kenyang makan. Dalam sehari tujuh kali makan dan masih mengatakan tidak
kenyang, hanya lelah saja saat berhenti makan. Rakusnya ini dihubungkan pada
doa Rasulullah saw. Suatu hari Muawiyah dipanggil menghadap Nabi dan menolak
karena sedang makan. Lalu dipanggil lagi dan menolak karena sedang makan.
Kemudian Nabi mendoakan Muawiyah dengan kalimat: Semoga Allah tidak
mengenyangkan perutnya. Sejak itulah Muawiyah merasa tidak pernah kenyang,
selalu lapar dan banyak makan.
Serpihan sejarah lainnya bahwa Muawiyah pula yang
menetapkan azan dan iqamah pada shalat idain (idul fitri dan idul adha).
Khalifah Rasyidun dari Abubakar sampai 'Ali bin Abu Thalib mengikuti Rasulullah
saw tidak mengumandangkan azan dan iqamah pada shalat idain. Muawiyah juga
disebut penjual patung berhala dan menggerakkan sahabat Nabi lainnya untuk
menentang keluarga Rasulullah saw (Ahlulbait). Apalagi saat menjadi raja di
Damascus yang dikenal Dinasti Umayyah diterangkan ia kejam pada orang-orang dan
hanya memperkaya diri beserta keluarganya. Sejarah ini banyak diuraikan pada
buku-buku, baik klasik maupun modern.
Menurut Sayid Kamal Haidari, ada para ulama yang
membela Muawiyah dalam buku-bukunya dengan menuliskan cerita yang tidak
berdasarkan realita sejarah. Yang dibesarkan para ulama kaum Umawi (istilah
untuk mereka yang mendukung Muawiyah) bahwa Muawiyah penulis wahyu. Ini disorot
oleh Sayid Kamal Haidari dengan rentang waktu masuk Islam dan kebersamaan
dengan Nabi, termasuk penolakan saat dipanggil Nabi. Sehingga loyalitas dari
Muawiyah kepada Nabi dan ketaatan pada ajaran Islam diragukan, bahkan
disinyalir masuk Islam pun karena terpaksa dan punya kepentingan politik.
Kajian historis seperti ini memang punya peluang
distorsi. Bergantung pada penulis sejarah dan sumber yang digunakan. Ini
mengingatkan saya pada disertasi "Al-Muawiyat" yang ditulis Dr
Muhammad Babul Ulum di UIN Jakarta. Dari penggalian sumber klasik, Babul
mengungkap perubahan Islam dari zaman Rasulullah saw ke zaman Khulafa Rasyidun
sampai berkuasanya Bani Umayyah. Semuanya disoroti dengan kajian kritis dengan
membongkar riwayat yang jarang diungkap para ustadz dan ulama mainstream.
Terkait dengan karya Sayyid Kamal Haidari, kajiannya
berbasis riwayat sehingga dari lembar ke lembar penuh dengan cuplikan riwayat
dari kitab-kitab. Kemudian dibahas dan dikritik bagian yang mengandung
kepalsuan. Mirip tulisan ulama masa awal seperti Thabari, Ibnu Ishaq, Ibnu
Katsir, dan lainnya. Penuh dengan kutipan riwayat, padahal kini zaman modern
yang gaya penulisan pun harusnya lebih naratif dan mengalir. Ini sih kesan saya
yang tak biasa baca buku-buku kajian hadis yang kadang merasa bosan bacanya.
Selain itu, buku Khilafah atau Kerajaan ini memuat
informasi keengganan Bukhari mengambil riwayat dari Imam Jafar Shadiq yang
sezaman dan pernah tinggal di Madinah. Bukhari meragukan hadis dari Imam Jafar
Shadiq karena mendengar ucapan dari Yahya bin Said Qathan. Sayangnya tidak
diungkap isi dari ucapan tersebut. Bisa diduga ini terkait sektarianisme dan
periode masanya peralihan dari kekuasaan Umayyah ke Abbasiyah. Situasi politik
menjadikan ulama pun harus hati-hati dalam mengambil hadis maupun interaksi.
Pada buku ini dikupas pula definisi Syiah oleh ahli hadis kaum Sunni, pandangan
Ibnu Taimiyah pada Muawiyah, hadis keutamaan Muawiyah dan beredarnya keutamaan
tiga khalifah setelah Rasulullah saw. Ini terkait dengan sikap Muawiyah bin Abu
Sufyan yang berkeinginan mengikis pengaruh Abu Turab dan keluarganya. Mereka
ini dianggap "penghalang" untuk menarik simpati dan dukungan umat
Islam. Bani Umayyah tak bisa menandingi keilmuan dan geneologi Abu Turab yang
bersambung dengan nenek moyang Rasulullah Saw. Abu Turab juga menantu, washi,
dan darinya keturunan Rasulullah Saw hadir di dunia ini. Bahkan dalam hadis
Alkisa, Abu Turab dinyatakan Ahlulbait yang disucikan. Karena itu, pihak yang
memusuhinya tak mampu menandingi Abu Turab. Mereka membuat hadis tandingan
berupa keutamaan para sahabat dan menetapkan sahabat itu kebal kritik. Demikian
sedikit yang saya pahami dari uraian buku karya Sayyid Kamal Haidari.
Satu hal saja yang kurang pas menurut saya dengan karya
Sayyid Kamal Haidari ini yaitu judul buku terjemahan, Khilafah atau Kerajaan? Mengungkap Sebuah
Fragmen Sejarah Islam. Kalau melihat isi dan uraian buku lebih fokus
pada hadis dan riwayat yang terkait dengan Muawiyah bin Abu Sufyan dan para
pembelanya dari kalangan ulama, yang oleh penulisnya disebut "al-nahj
al-umawi" (jalan Umawi, atau ideologi kaum Umawi). Perlu diketahui isi
buku ini secara substansi tidak terkait dengan kajian Khilafah atau Kerajaan
dalam konteks historis maupun politik pascawafat Rasulullah Saw. Meski kurang
pas dengan judul buku terjemahan, saya melihat sisi marketing saja, yaitu untuk
mengambil daya tarik orang-orang meski secara isi jauh dari judul buku. Tidak
percaya, silakan baca bukunya.
Percayalah, buku Khilafah
atau Kerajaan? Mengungkap Sebuah Fragmen Sejarah Islam ini
sangat menambah pengetahuan sejarah. Dengan membacanya, saya harap Anda tidak
mengulang perilaku tidak baik dari kaum terdahulu. *** (ahmad sahidin)