Menurut penulis
itu, Tuhan memberikan syahwat kepada wanita sebanyak sembilan. Sedangkan pada
laki-laki diberikan satu. Akal diberikan pada wanita satu dan sembilan pada
laki-laki. Jadi, dari sana
tampak bahwa semua elemen atau yang tampak pada wanita sangat bernuansa
syahwat—bila laki-laki normal melihat. Syahwat ini dekatnya dengan dimensi
emosi.
Karena itu, mengapa wanita cenderung lebih emosional dan cepat marah
serta sensitif, karena aspek syahwat lebih besar. Tapi ini penting. Sebab
syahwat itu dapat menentramkan laki-laki dan mengendalikan seorang pasangannya. Hanya kalau sudah aspek syahwat yang keluar, seorang wanita kadang tak bisa
mengendalikan dirinya. Ia suka cepat ngambil kesimpulan, suka cepat emosi, dan
rada susah baik kembali. Juga
suka memendam masalah. Inilah karakter
yang membedakan dari laki-laki. Ini karena aspek intelektual (akal) yang
dimiliki wanita cuma satu. Jadi wajar kalau akal sehatnya kadang tak terpakai,
kalah dibanding emosi.
Kalau laki-laki
sebaliknya. Ia lebih banyak mikir dan terkadang sedikit gunakan emosi. Ia
bias mengalah dan menerima fakta bila dirinya kurang mengandung syahwat bagi
wanita. Kadang tidak menarik
sosok laki-laki itu. Coba kau perhatikan. Apa yang menariknya? Maka tak heran
bila wanita menyukai laki-laki itu karena aspek bawaannya atau hal-hal yang
didapatinya seperti intelektual yang cerdas, arif-bijak-santun, termasuk harta
bendanya.
Kemudian laki-laki itu kadang kalau sudah marah bisa meledak dan merusak, bahkan menyakiti. Perempuan lebih meredam dalam dirinya, bahkan hanya diam dan tidak mau lagi bersua. Ada juga yang sampai bunuh diri kalau tak tahan dengan deritanya. Karenanya, kaum perempuan butuh bantuan laki-laki dan diarahkan. Itu yang saya ketahui. Pasti ada yang kurang. Biarlah orang lain melengkapinya.
Kemudian laki-laki itu kadang kalau sudah marah bisa meledak dan merusak, bahkan menyakiti. Perempuan lebih meredam dalam dirinya, bahkan hanya diam dan tidak mau lagi bersua. Ada juga yang sampai bunuh diri kalau tak tahan dengan deritanya. Karenanya, kaum perempuan butuh bantuan laki-laki dan diarahkan. Itu yang saya ketahui. Pasti ada yang kurang. Biarlah orang lain melengkapinya.
Namun pada aspek
spiritual, baik laki-laki maupun wanita sama saja. Ada yang naik dan sempurna, juga ada yang
sebaliknya. Ini tergantung yang dituju dalam hidup; apakah berorientasi ke Allah? Atau sebaliknya, lebih
besar ke arah dunianya.
Rabiah Adawiyah
Pernyataan saya itu sebenarnya dapat kritik dari seorang sufi muslimah bernama Rabiah
al-Adawiyah, yang hidup pada Abad Pertengahan Islam. Rabiah, selain salehah juga dikenal wanita yang selalu menjaga dirinya dengan uzlah. Karena
ketakwaannya itu, tokoh sufi besar seperti Hasan al-Basri
dan Malik bin Dinar mencoba melamarnya. Lamaran mereka itu ditolak oleh Rabiah. Ditolak karena
mereka tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Rabiah. Di antaranya ditanya mengenai, "bisakah Anda mengkabarkan, nanti di akhirat saya akan masuk surga atau
neraka?”
”Kami tak tahu,”
jawab mereka.
Rabiah kemudian
bertanya lagi, ”Berapa banyak banyak nafsu syahwat diberikan pada wanita dan
berapa untuk laki-laki?”
Mereka berdua
menjawab, ”Sembilan untuk wanita dan satu untuk laki-laki”.
”Berapa akal yang
diberikan untuk wanita dan berapa untuk laki-laki,” tanya Rabiah lagi.
”Sembilan untuk
laki-laki dan satu untuk wanita,” jawab mereka kembali.
”Sungguh heran,
kalian yang diberi sembilan akal tak bisa mengendalikan syahwat yang hanya satu
saja, sehingga berani meminangku. Sedangkan aku yang diberi sembilan syahwat
masih bisa menjaganya dengan satu akal,” ungkap Rabiah.
”Ketahuilah, aku
sudah menyerahkan hidup matiku dan cintaku semata-mata hanya kepada Allah,
tidak untuk makhluk yang lalai atas amanah,” tambahnya.
Luar biasa bukan?
Ternyata potensi yang diberikan Tuhan kepada manusia, baik akal dan syahwat,
yang diberikan secara berbeda ke wanita dan laki-laki, ternyata bila dalam
memfungsikannya tidak optimal dan tak diarahkan pada Ilahi menjadi petaka yang
bisa menjerumuskan pada kenistaan.
Jadi dalam hidup
ini, baik laki-laki atau wanita sangat dituntut untuk fastabiqulkhoirot. Tidak
ada diskriminasi gender. Yang ada adalah, seberapa kuat dan mampu ia berkiprah
dan memenuhi tuntutan zaman. Ini yang kukira bisa dijadikan landasan, sehingga
kaum wanita tak lagi dianggap sebagai makhluk murahan, penurut, atau makhluk
alternatif yang bias dieksploitasi dalam dunia industri.
Saya juga membaca buku Fatimah Azzahra binti Rasulullah SAW, yang ditulis oleh Mullah Abbas Qummi, ulama dari Iran. Ia mengulas tentang kiprah hidup Azzahra, dari lahir hingga wafat. Luar biasa sosok Fathimah
Azzahra binti Rasulullah SAW itu. Sampai-sampai penulis menyebutnya Fathimah Azzahra secara batin Bidadari
Surga, secara lahir Sayyidatul Muslimah shalihah yang tidak berbanding dengan
siapa pun di dunia ini, termasuk istri-istri Nabi. Fathimah
pekerja keras dan pantang mengeluh, bahkan berani melakukan demonstrasi untuk
menuntut hak yang diambil oleh khalifah yang berkuasa.
Dari bacaan atas buku tersebut, saya memahami bukan saja berbeda dari kelamin dan bentuk tubuh antara perempuan dengan lelaki, juga semangat ibadah dan etos hidupnya pun beda. Bahkan kedudukan perempuan dapat mengalahkan laki-laki. Saya temukan di satu perusahaan besar bidang pertambangan bahwa pimpinan tertingginya adalah istri dari seorang manager di perusahaan tersebut. Karena profesional, maka suaminya itu mengikuti yang sampaikan istrinya. Itu di kantor. Mungkinkah beda di rumah?
Nah, itu silakan dijawab oleh pembaca. Siapa tahu ada yang punya pengalaman yang dapat dibagikan dalam bentuk tertulis. Insya Allah akan sangat manfaat. *** (ahmad sahidin)
Dari bacaan atas buku tersebut, saya memahami bukan saja berbeda dari kelamin dan bentuk tubuh antara perempuan dengan lelaki, juga semangat ibadah dan etos hidupnya pun beda. Bahkan kedudukan perempuan dapat mengalahkan laki-laki. Saya temukan di satu perusahaan besar bidang pertambangan bahwa pimpinan tertingginya adalah istri dari seorang manager di perusahaan tersebut. Karena profesional, maka suaminya itu mengikuti yang sampaikan istrinya. Itu di kantor. Mungkinkah beda di rumah?
Nah, itu silakan dijawab oleh pembaca. Siapa tahu ada yang punya pengalaman yang dapat dibagikan dalam bentuk tertulis. Insya Allah akan sangat manfaat. *** (ahmad sahidin)