Masih dari Ibnu Ishaq yang diambilnya dari Hisyam bin Urwah dari
ayahnya kemudian dari ibunya Asma binti Abubakar ra bahwa lelaki tersebut, saat
masa tuanya pernah menyandarkan punggungnya pada dinding Kabah. Ia berkata,
"Hai orang-orang Quraisy, demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, tidak
ada seorang pun di antara kalian selain aku berpegang teguh pada agama Ibrahim
(as)." Selanjutnya berkata lagi, "Ya Allah, seandainya aku mengetahui
wajah yang paling Engkau sukai, pasti aku menyembahnya. Namun aku tidak
mengetahuinya." Kemudian ia bersujud menghadap Kabah.
Sejarah mengisahkan lelaki tersebut ialah Zaid bin Amr bin Nufail.
Diceritakan putranya, Said bin Zaid, dan
Umar bin Khaththab ra bertanya kepada Rasulullah Saw, "Bolehkah kita
memintakan ampunan (kepada Allah) untuk Zaid bin Amr?" Rasulullah Saw
menjawab, "Ya, boleh. Sungguh, dia dibangkitkan sebagai satu umat."
Kisahnya saya cukupkan saja. Karena memang hanya serpihan itu saja yang
dicantumkan dalam Sirah Ibnu Hisyam. Saya termenung dengan serpihan kisah Zaid
bin Amr, terutama saat Rasulullah Saw membolehkan orang Islam memintakan
ampunan kepada Allah untuk orang non-Islam. Dan ia dianggap sebagai umat tersendiri.
Secara jarak memang jauh dari masa Rasulullah Saw ke Nabi Ibrahim as.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setelah Nabi Ibrahim as berlanjut kepada
dua putranya, Ismail dan Ishaq, maka ajaran agama Nabi Ibrahim as mengalir dari
keduanya. Sampai kemudian muncul agama yang dibawa Nabi Musa as yang disebut
Yahudi dan yang dibawa Nabi Isa as disebut Nasrani. Agama-agama ini bisa
dikatakan melanjutkan agama Ibrahim as. Tentang kedua nama agama ini, tentu
saja bisa dibahas panjang oleh para ahli. Namun, saya tidak menyoalkannya.
Bagi saya, yang layak direnungkan adalah ajaran Nabi Ibrahim as
ternyata masih dianut di Makkah. Sebuah ajaran yang tersisa dari nenek moyang
orang-orang Makkah. Konon bahwa Abdul Muthalib dan Abu Thalib dianggap menganut
agama Ibrahim as, yang berarti masuk penganut agamanya Zaid bin Amr. Tentang
dua sosok yang membantu Nabi dalam syiar agama Islam layak dikaji kembali
tentang agama yang dianutnya.
Biarlah itu menjadi bahan diskusi. Hanya saja, saya heran mengapa agama
Yahudi dan Nasrani, yang jelas melanjutkan misi Ilahi dari Nabi Ibrahim as
tidak dianut oleh Zaid bin Amr? Bahkan, seorang Nabi Muhammad Saw yang notabene
pemegang otoritas agama Ilahi yang terakhir (Islam) mengakui agama Zaid bin Amr
sebagai satu umat tersendiri. Dan menariknya Nabi saat di Madinah membiarkan
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjalankan agamanya sendiri. Padahal, saat itu
Nabi berkuasa untuk mengubah keyakinan mereka. Dan ini tampaknya layak menjadi
bahan diskusi.
Menurut saya, yang mesti diambil ibrah dari serpihan sejarah tersebut
(yang tercantum pada Sirah Ibnu Hisyam) adalah sikap Rasulullah Saw yang
mengakui dan menyatakan boleh mendoakan orang non Muslim atau yang tidak
beragama Islam. Saya kira ini bagian dari pluralitas yang diakui agama Islam melalui
baginda Nabi Muhammad saw bahwa setiap peran dan laku lampah dinilai oleh Allah
meskipun non Muslim. Tentu sikap ini harus digelorakan.
Demikian yang bisa saya bagikan kali ini. Semoga ada manfaatnya. Mohon
maaf lahir dan batin. Terima kasih. *** (Ahmad Sahidin)
Catatan: artikel tsb pernah dimasukkan pada Kompasiana, 25/04/2020 jam 09.34 wibb, dan beberapa menit kemudian dihapus dengan tanpa pemberitahuan.
Catatan: artikel tsb pernah dimasukkan pada Kompasiana, 25/04/2020 jam 09.34 wibb, dan beberapa menit kemudian dihapus dengan tanpa pemberitahuan.