Saya teringat dengan pendapat Dr Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal) tentang perbedaan esensial antara mazhab Sunni dan mazhab Syiah. Menurut Kang Jalal bahwa Syiah meyakini Rasulullah saw telah mewasiatkan Imamah kepada Ali bin Abu Thalib ra dan Sunni tidak percaya dengan wasiat. Hal ini didasarkan atas telaah pada sejumlah kitab-kitab hadis, tafsir, tarikh, dan lughah, yang kemudian menjadi desertasi di UIN Makassar dengan judul Asal Usul Sunnah Shahabat: Studi Historiografis atas Tarikh Tasyri.
Senada dengan itu ada pernyataan almarhum Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) bahwa NU secara kultural Syiah minus Imamah. Jadi, kalau ada warga NU (Nahdlatul Ulama) yang meyakini Imamah berarti termasuk Muslim Syiah. Sehingga yang beda hanya prinsip Imamah. Meski kaum Sunni tidak meyakini Imamah, tetapi secara tidak langsung mengakui kedudukan Ahlulbait (dalam hal ini para imam Syiah) sebagai insan terpilih yang layak dijadikan teladan bagi umat Islam hingga akhir zaman.
Secara historis bahwa Sunni dan Syiah adalah khazanah umat
Islam. Keduanya memiliki kontribusi dan memiliki keunggulan. Perbedaan antara
mazhab Sunni dan Syiah tidak menyebabkan orang yang memeluk salah satu mazhab
tersebut lantas keluar dari agama Islam. Mazhab sekadar pemahaman dan pilihan
dalam upaya menjadi orang Islam yang sejati. Agama Islam melalui Rasulullah saw
mengajarkan bahwa perbedaan merupakan anugerah dan sesama umat Islam bersaudara
sehingga yang terpenting ukhuwah (persaudaraan) dan tasamuh (toleransi).
Sesuai dengan hasil konferensi Islam Internasional di Jordania tahun 2005 bahwa ratusan ulama dari seluruh dunia telah menyatakan dalam Risalah Amman bahwa:
“Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafii, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadi, dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. Tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas. Darah, kehormatan dan harta benda salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas tidak boleh dihalalkan. Lebih lanjut, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah Asy’ari atau siapa saja yang mengamalkan tasawuf (sufisme). Demikian pula, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti pemikiran Salafi yang sejati. Sejalan dengan itu, tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok Muslim manapun yang percaya pada Allah, mengagungkan dan mensucikan-Nya, meyakini Rasulullah (saw) dan rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam, serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam.”
Begitu
pun Grand Shaikh Al-Azhar (Mesir) Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb menyampaikan
dengan tegas pentingnya persaudaraan sejati dengan kalangan Syiah. Thayyeb
mengatakan:
“Tidak ada masalah dengan
ajaran Syiah. 50 tahun lalu, Syaikh Syaltut berfatwa bahwa Syiah adalah mazhab
kelima dalam Islam dan sama seperti mazhab-madzab Islam yang lain. Biar saja
mereka menjadi Syiah. Apakah kita akan menyalahkan orang yang berpindah mazhab
dari Hanafi ke Maliki? Mereka (yang menjadi Syiah) hanya berpindah dari mazhab
keempat ke mazhab kelima.”[1]
Bukan hanya ulama
internasional yang memiliki pandangan yang jernih dan penuh kedamaian. Begitu
juga tokoh sekaligus Menteri Agama Republik Indonesia (masa pemerintahan Joko
Widodo dan Jusuf Kalla), yaitu Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan:
“Di Indonesia, dulu-dulu
kita tidak pernah mendengar perseteruan ini. Ini baru belakangan saja. Hemat
saya, umat Islam Indonesia jangan terkecoh kemudian masuk ke friksi yang
semakin menajam antarumat Islam itu sendiri. Jadi bagaimana pun juga umat Islam
Indonesia, paham ahlisunnah yang jadi paham mayoritas Islam Indonesia adalah
penuh toleran, moderat, yang berimbang dalam melihat persoalan, tidak ekstrim.
Tapi penuh toleransi, yang damai, penuh kasih sayang, yang rahmatan lil alamin.
Itu yang ratusan tahun yang lalu diperkenalkan, disebarluaskan Walisongo dan
pendahulu kita. Islam yang seperti itu. Bukan yang hitam putih dalam melihat
persoalan, yang mudah menyalah-nyalahkan, yang mudah mengkafir-kafirkan. Bukan
seperti itu karakter umat Islam Indonesia yang pahamnya Ahlusunah waljamaah.
“Dalam melihat
perbedaan terhadap Syiah tidak harus selalu seakan-akan ini ancaman atau musuh
luar biasa. Tapi dari pihak Syiah juga harus diberi pengertian bahwa mayoritas
umat Islam di Indonesia itu Sunni yang sangat hormat terhadap sahabat.
Sementara ada sebagian aliran atau paham dalam Syiah yang sangat tidak setuju
dengan sahabat. Bahkan lebih jauh dianggap tidak ada, atau disalah-salahkan.
Yang ini kemudian di lapangan yang menimbulkan konflik. Karena menurut
ahlisunnah, sahabat itu sangat dihormati selain Rasulullah. Karenanya,
teman-teman Syiah juga harus sadar diri bahwa mayoritas umat Islam Indonesia
yang ahlisunnah sangat menghormati sahabat. Jadi jangan menghina, melecehkan
sahabat karena itu bisa melukai hati sesama saudara muslim. Jadi, kesadaran
untuk saling bertenggang rasa semakin diperlukan.
“Saya mengacu pada
hasil deklarasi yang dikeluarkan Konferensi Islam International di Yordania,
4-6 Juli 2005 yang kemudian ditegaskan lagi pada sidang ke-17 OKI di Yordania
pada Juni 2006. Di situ menyatakan bahwa Syiah itu macam-macam, seperti di
ahlisunnah. Sebagian dari aliran Syiah dianggap masih bagian dari Islam
seperti, Ja'fari, Zaidiyah, Ibadiyah, Zahiriyah. Bahkan sampai tahun lalu umat
Syiah seperti Iran dan negara lain masih berhaji di Mekkah dan Madinah. Saudi
anggap mereka bagian saudara muslim. Jadi, itu bisa jadi pegangan kita bahwa
perbedaan itu tidak perlu jadi cara kita saling menegasikan.”[2]
Terakhir, tulisan ini bisa dikatakan tidak sempurna dan perlu penyempurnaan. Walaupun demikian, Anda sedikitnya mengetahui dan memahaminya. Semoga bermanfaat. *** (Ahmad Sahidin, alumni UIN SGD Bandung)
[1] Dikutip dari http://misykat.net/article/205247/grand-shaikh-alazhar-tidak-ada-masalah-dengan-ajaran-syiah.html (diakses 13 November 2019; jam 08.41
wibb).
[2] Lukman Hakim
Saifuddin diwawancara oleh VIVA.co.id, Senin, 27 April 2015. Teks
lengkap wawancara bisa dilihat pada situs: http://www.lukmansaifuddin.com/aktualita/790-saya-sering-disalahpahami-sebagai-syiah
(diakses tanggal 8 Agustus 2016, jam 21.33 wib).