Kamis, 26 Oktober 2023

Tsaqafah Islamiyyah

Dalam sejarah dunia tidak ada agama yang menaruh perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan (tsaqafah) selain agama Islam. Kelahiran Islam di kawasan yang dominan dengan karakater keras bukanlah kesalahan sejarah, tetapi sebuah bukti keunggulan Islam yang mampu mengubah sejarah Arab dan sekitarnya menjadi pusat kebudayaan. Nabi Muhammad saw dengan membawa risalah Islam menjadi peletak dasar lahirnya masa gemilang Islam. Makkah dan Madinah berubah menjadi kota Islam yang diperhatikan dunia. Saat memerintah Madinah, Nabi Muhammad saw tegas dan peduli terhadap kaum dhuafa. Nabi memberikan ampunan kepada tawanan perang dari kaum kafir yang kalah perang. Mereka yang tidak punya harta, terapi punya kemampuan baca tulis dapat bebas kalau mampu mengajarkan sepuluh umat Islam sampai mampu baca tulis. Gerakan pembebasan buta huruf inilah menjadi peletak dasar lahirnya tradisi intelektual Islam.

Dari gemblengan Nabi Muhammad saw lahir sosok cendekiawan Ali bin Abi Thalib yang kemampuan retorika, sastra, dan analisisnya mencerahkan pemikiran; Ibnu Abbas yang menjadi ahli tafsir al-Quran berkat doa Rasulullah saw; dan Sayyidah Fathimah Az-Zahra menjadi sosok tangguh yang melahirkan dua cucu Rasulullah saw yang saleh dan berjiwa kesatria. Dari cucu Rasulullah saw pula risalah Islam terjaga dan khazanah Islam dikembangkan oleh keturunannya, seperti Imam Muhammad Al-Baqir dan Imam Ja`far Ash-Shadiq. Keduanya merupakan figur ulama sekaligus ilmuwan yang mumpuni dalam berbagai ilmu yang melahirkan para fuqaha, muhadits, teolog, filsuf, dan sufi.

Kemunculan mereka tidak lepas dari landasan al-Quran dan sunah Rasulullah saw yang mendorong kaum Muslim untuk berkarya dan dan menggali ilmu pengetahuan. Salah satu ayat yang menjadi pendorong kegiatan intelektual adalah wahyu pertama: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah yang mengajar dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq [96]: 1-5)

Menurut Muhammad Quraish Shihab, kata iqra (bacalah!) bermakna perintah membaca, menghimpun, menelaah, meneliti, dan mendalami. Seseorang yang ingin mengetahui hakikat dibalik fenomena alam semesta, termasuk mengenali Tuhan perlu membaca ayat tadwiniyah dan takwiniyah. Dengan membaca keduanya, terbukalah “misteri” yang tidak diketahui sebelumnya dan menuntun hidup lebih bermakna.

Implementasi makna iqra pernah dilakukan umat Islam masa berkuasanya Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Setelah membaca dan mengkaji, kaum Muslim menyebarluaskan pengetahuan dengan penerjemahan sehingga melahirkan karya-karya intelektual. Meskipun para panguasa saat itu berperilaku zalim, tetapi kontribusinya dalam mengembangkan khazanah Islam cukup besar. Misalnya Al-Makmun, penguasa Dinasti Abbasiyah yang memerintah pada 813-833 M. memfasilitasi kaum Muslim untuk melakukan penerjemahan berbagai karya filsafat dan ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani dan Syiria ke dalam bahasa Arab. Pada masa itu, aktivitasnya dipusatkan di Baghdad (Irak) dalam sebuah lembaga keilmuan bernama Baitul Hikmah dan Majalis Al-Munazarah. Terdapat pula 100 kios buku dan 38 perpustakaan umum yang ramai dikunjungi orang untuk sekadar membaca dan menelaah.

Selain di Baghdad, khazanah perbukuan Islam berkembang di Cordoba (Andalusia, Spanyol). Umat Islam Spanyol pada abad ke-10 memiliki perpustakaan istana yang berisi 600.000 koleksi buku dan 70 perpustakaan umum. Kecintaan terhadap ilmu tampak juga di Mesir. Seorang penguasa Dinasti Fathimiyah secara pribadi memiliki 1.600.000 buku dengan memperkerjakan puluhan pegawai.[1] Tradisi intelektual pada masa Dinasti Fathimiyah tampak dari munculnya organisasi ilmuwan Muslim yang bernama Ikhwan al-Shafa (Persaudaraan Suci) pada abad ke-4 H./10 M.

Tokoh-tokoh yang terkenal dalam Ikhwan al-Shafa adalah Ahmad bin Abd Allah, Abi Sulaiman Muhammad bin Nashr Al-Busti (Al-Muqaddasi), Zaid bin Rifa’ah, dan Abi Al-Hasan Ali bin Harun Al-Zanjany. Mereka berkumpul untuk mengkaji filsafat dan melakukan kombinasi dengan teologi Syi`ah sampai melahirkan ensiklopedia Rasail Ikhwan Al-Shafa. Karya besar Ikhwan al-Shafa ini terdiri dari 14 risalah tentang matematika yang mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, seni, modal, dan logika; 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam yang mencakup genealogi, mineralogi, botani, hidup dan matinya alam, senang sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan kesadaran; 10 risalah tentang ilmu jiwa mencakup metafisika phytagoreanisme dan kebangkitan alam; dan 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan, meliputi kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan Allah, akidah, kenabian dan keadaan ruhani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan Allah, mejik dan azimat.[2]

Hampir semua wilayah kekuasaan Islam memiliki tradisi keilmuan dan penguasanya memberi perhargaan yang cukup tinggi dengan mendirikan pusat kajian Islam dan perpustakaan. Bahkan, para ulama ternama diminta menulis kitab-kitab yang khusus diperuntukan untuk  seseorang yang menjadi penguasa pada zamannya. Meski tidak lepas dari unsur politik dan bentuk propaganda mazhab, kehadiran mereka dengan berbagai karyanya menjadi bukti bahwa umat Islam memiliki gairah terhadap khazanah intelektual. Sejak abad 9-16 M., kaum Muslim meraih prestasi dalam berbagai bidang, seperti astronomi, filsafat, biologi, kedokteran, musik, matematika, sastra, optik, botani, teologi, tafsir, sejarah, bahasa, dan lainnya.

Kemajuan Islam pada masa itu setidaknya lahir dari keinginan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan memajukan kehidupan umat Islam. Karena itu, para penguasa mendatangkan karya-karya intelektual dari Yunani, Romawi, India, dan Suriah. Kemudian diterjemahkan, dikaji, disaring, dan dikembangkan sehingga menjadi karya-karya baru. Perpustakaan, majelis ilmu, dan madrasah (sekolah) pun didirikan. Dari kegiatan itu lahirlah para ulama, filsuf, saintis, dan Muslim yang ahli dalam masing-masing bidang ilmu pengetahuan. Bahkan, banyak ulama yang menguasai lebih dari tiga bidang ilmu pengetahuan dan karyanya sampai sekarang masih dijadikan rujukan. Ziauddin Sardar menerangkan, kejadian paling revolusioner dalam sejarah Islam adalah adanya pembuatan keras yang menjadi sarana penulisan dan dokumentasi ilmu pengetahuan dalam bentuk buku. Menurut Sardar, kertas kali pertama diperkenakalkan ke Dunia Islam pada abad ke-8 Masehi di Samarkand. Pada 751, setelah Perang Talas, kaum Muslim menawan beberapa orang Cina yang ahli membuat kertas. Para tahanan itu difasilitasi untuk memperlihatkan keterampilannya dalam membuat kertas dengan bahan kulit pohon murbei. Lalu, kaum Muslim yang telah belajar dari orang-orang Cina mengganti bahan kertas dari kulit pohon linen, kapas, dan serat karena di negeri tersebut tidak ada pohon murbei. Kemudian percetakan kertas pertama didirikan di Baghdad pada 793 masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid (w.809 M) penguasa Dinasti Abbasiyah. Tidak lama bermunculan pabrik-pabrik kertas di Damaskus, Tiberia, Tripoli, Kairo, Fez, Sicilia, Jativa, dan Valencia (Spanyol).[3]   

    Kemajuan Islam diberbagai kawasan Islam itu lambat laun jatuh. Di Baghdad, runtuh akibat penyerangan penguasa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Mereka membakar dan memusnahkan perpustakaan beserta buku-bukunya. Begitu juga di Andalusia (Spanyol) dan wilayah Islam Eropa lainnya. Ditambah lagi sering terjadinya perselisihan sehingga Islam mengalami kemunduran.

Pada masa kejayaan Islam, hampir setiap ulama atau ilmuwan Muslim dalam menguraikan ilmu pengetahuan dan cabang-cabangnya. Mereka juga mengembangkan khazanah intelektual Islam dan berkontribusi bagi peradaban dunia dengan karya-karya monumental yang sampai sekarang masih berguna bagi ilmu pengetahuan.

Sebagai contoh adalah Al-Farabi dan Ibnu Khaldun. Keduanya adalah ilmuwan Muslim yang telah melakukan klasifikasi ilmu. Dalam buku Ihsha` Al-Ulum, Al-Farabi mengelompokkan ilmu menjadi tiga: metafisika, matematika, dan ilmu-ilmu alam. Metafisika adalah ilmu yang membahas hal-hal dibalik kejadian alam semesta, penciptaan, adanya tidak Tuhan, dan cara mengetahui dan membuktikan kebenaran. Matematika adalah ilmu tentang angka-angka dan bilangan serta hitungan. Ilmu ini dibagi lagi menjadi tujuh cabang, yaitu aritmetika, geometri, astronomi, musik, optika, ilmu tentang daya, dan alat-alat mekanik. Ilmu-ilmu alam adalah ilmu yang menyelidiki benda-benda fisik dan bersifat alami. Ilmu ini terbagi lagi menjadi tiga cabang, yaitu mineralogi yang meliputi kimia, geologi, dan metalurgi; botani (ilmu tumbuhan); dan zoologi (ilmu tentang makhluk hidup meliputi psikologi dan kedokteran).

Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi dua: ilmu-ilmu naqli (agama) dan ilmu-ilmu aqli (rasional). Yang termasuk ilmu-ilmu naqli, yaitu tafsir al-Quran dan hadits; ilmu fiqih dan ushul fiqh; ilmu kalam (teologi); tafsir ayat-ayat mutasyabihat; tasawuf (mistisme); tabir mimpi (ta`bir al-ru`yah). Sedangkan yang termasuk ilmu-ilmu aqli terbagi menjadi empat: ilmu logika yang meliputi burhani (demonstrasi), jadali (topika), khithabah (retorika), syi`ir (puisi), dan safsathah (sofistri); ilmu fisika yang meliputi mineralogi, botani, zoologi, kedokteran, dan ilmu pertanian; matematika terbagi lagi menjadi aritmetika (kalkulus, aljabar, dan aritmetika bisnis), geometri (figure sferik, kerucut, mekanika, surveying, dan optik), astronomi (bintang dan planet); metafisika (hakikat wujud, asal-usul benda, ruh dan jiwa, dan barzah). Selain itu, Ibnu Khaldun juga menyebutkan ada khazanah ilmu praktis yang berkaitan dengan kehidupan manusia, seperti etika (akhlak), ekonomi, politik, dan ilmu budaya (`ulum al-`umran).

Berikut ini beberapa cendekiawan dan ulama yang telah berjasa memberikan sumbanganya dalam kebudayaan Islam, yaitu:

Al-Farabi. Abi Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlaq Al- Farabi. Lahir pada 874 M./260 H. di Transoxia yang terletak dalam Wilayah Wasij di Turki. Ia wafat pada 950 M./339 H. Al-Farabi dikenal ahli filsafat, politik, sains, matematika, dan sejarah. Karyanya yang terkenal adalah Madinah al-Fadhilah, Ihsa al-Ulum, dan Kitab al-Jam.

Nasiruddin Ath-Thusi. Ath-Thusi adalah astronom, biolog, ahli kimia, ahli matematika, filsuf, dan ahli kedokteran. Nama lengkapnya Abi Ja’far Muhammad ibn Muhammad bin Al-Hasan Nasiruddin At-Tusi. Ia lahir di Persia pada 18 Februari 1201 dan wafat pada 26 Juni 1274 di Baghdad, Irak. Karya tulisnya adalah Akhlag-i Nasiri, Zij-i Ilkhani, Al-Tadhkira fi'ilm Al-hay'a, Tajrid-al-'Aqaid, Al-Tadhkirah fi'ilm al-hay'ah, Sharh al-Tadhkirah, Al-Risalah Al-Asturlabiyah, dan Sharh Al-Isharat.

Ath-Thabary. Nama lengkapnya Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Ath-Thabary. Lahir di Amil pada 225 H. dan wafat pada 28 Jumadits Tsani 310 H. Sejak usia 7 tahun sudah hafal al-Quran dan usia 9 tahun menyusun buku kumpulan hadits. At-Thabary dikenal ahli sejarah dan tafsir al-Quran.

Fakhruddin Ar-Razy. Lengkapnya bernama Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali Al-Qurasy At-Taimy Al-Bakry Ath-Thabaratany Ar-Razy. Ia dikenal dengan sebutan Fakhruddin atau Ibnu Al-Khathib. Ar-Razy lahir pada 15 Ramadhan 544 H. dan wafat pada 606 H di Ray. Ia terkenal ahli tafsir al-Quran, filsafat, dan teologi.

Al-Battani. Abu Abdallah Muhammad bin Jabir bin Sinan Al-Battani ini lebih dikenal dengan julukan Al-Battani atau Albatenius. Ia ahli astronomi dan penerjema buku-buku yang berasal dari Yunani. Al Battani lahir di Battan, Harran, Suriah pada 858 M.

Omar Khayyam. Ghiyath Al-Din Abi'l-Fath Umar bin Ibrahim Al-Nisabiri Al-Khayyami atau biasa dipanggil Omar Khayyam adalah penyair ternama dan astronom. Ia menulis aljabar dengan judul Treatise on Demonstration of Problems of Algebra.

Ibnu Katsir. Ulama ini bernama Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir. Lahir di Bosyra pada 700 H./1300 M. Ia ahli tafsir, hadits, sejarah, dan fikih. Karyanya adalah Tafsir Alquran Al-Karim (10 jilid), Jami al-Masanid wa as-Sunan (8 jilid), Al-Kutub as-Sittah, At-Takmilah fi Mar'ifat as-Sigat wa ad-Dhua'fa wa al-Mujahal, Al-Mukhtasar, dan Adillah at-Tanbih li Ulum al-Hadits.

Jalaluddin Rumi. Jalaluddin Muhammad Rumi adalah sufi dan penyair. Lahir di Balkh, Persia Utara, pada 6 Rabi’ul Awwal 604 H./29 September 1207 M. Karyanya adalah Mathnavi-i-Maanavi dan Divan-i-Syams-i-Tabriz. Rumi dikenal sebagai pelopor zikir tarian berputar ‘Mevlevi’ yang diiringi seruling bambu.

Fariduddin Attar. Fariduddin Abi Hamid Muhammad bin Ibrahim lebih dikenal dengan nama Attar, si penyebar wangi. Penyair ini lahir pada 506 H./1119 M. di Nisyapur, Persia Barat, dan wafat pada 607 H./1220 M. di Syaikhuhah. Karya tulisnya berjumlah 114 judul, berbentuk puisi dan prosa yang berkaitan dengan tasawuf. Karya Attar yang terkenal adalah Manthiq al-Thair, Asrar Nameh, dan  Tazkiratul Aulia.

Khaja Syamsuddin Hafizh.  Syamsuddin Muhamad Syirazi atau Khaja Syamsuddin Hafizh adalah penyair Persia kelahiran 12 Oktober 1348. Selain ahli sastra, juga ahli tafsir Al-Quran, filsafat, dan seorang sufi. Karyanya yang terkenal adalah Diwan-e Hafizh.

Ibnu Yunus. Ibnu Yunus bernama lengkap Abi al-Hasan Ali Abi Said Abdur Rahman bin Ahmad bin Yunus Al-Sadafi Al-Misri. Ia ahli astronomi yang lahir di Mesir pada 950 M. dan menulis buku  al-Zij al-Hakimi Al-Kabir dan Ghayat Al-Intifa.

Abi Ishaq Al-Zarqali. Abi Ishaq Al-Zarqali (1028-1087 M.) adalah ahli matematika dan astronom Muslim dari Toledo, Andalusia.

Abbas bin Firnas. Abbas bin Firnas (810-887 M.) adalah ahli matematika dan astronom dari Andalusia. Ibnu Firnas adalah perintis dunia kedirgantaraan/penerbangan.

Rabban Ath-Thabari. Abi Al-Hasan Ali bin Sahl Rabban Ath-Thabari lahir pada 838 M. Ia dikenal sebagai pencetus terapi penyakit jiwa. Psikolog Muslim ini menguasai ilmu fisika dan kedokteran. Menulis buku Firdous al-Hikmah, Tuhfat al-Muluk, Hafzh al-Sihhah, Al-Ruqa, Kitab Fi Al-Hijamah, dan Kitab fi Tartib al-‘Ardhiyah.

Ibnu Sina. Abi Ali Al-Husain bin Abdullah lahir pada 980 M/370 H di Afshinah, Bukhara. Ia dikenal dengan nama Ibnu Sina atau Avicena. Pada usia 10 tahun sudah hafal al-Quran dan usia 17 tahun menjadi dokter. Selain dikenal sebagai dokter, juga seorang teolog dan filsuf. Ibnu Sina menulis buku kedokteran yang berjudul Al-Qanun fil Tabib dan diterjemahkan di Barat menjadi The Cannon dan Precepts of Medicine.

Al-Biruni. Abi Raihan Muhammad Al-Biruni lahir di Uzbekistan pada 973 M. Al-Biruni menulis lebih dari 200 buku. Karyanya yang terkenal adalah Gems (Kitab Al-Jamahir). Selain ahli dalam ilmu-ilmu alam, juga ahli dalam filsafat dan ilmu-ilmu agama.

Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun lahir di Tunis, Tunisia, pada 1 Ramadhan 732 H./27 Mei 1332 M. Lengkapnya bernama Abdurahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdurahman bin Khaldun. Ia ahli sejarah, sosiolog, dan ekonom Muslim. Karya monumentalnya adalah Kitab al-I'bar wa Diwan al Mubtada wa al-Khabar fi Ayyam al A'rab wa al Barbar atau disingkat Al I'bar (tujuh jilid). Dengan buku tersebut, ia disebut pelopor ilmu-ilmu sosial.

Al-Ghazali. Abi Hamid bin Muhammad bin Muhammad Ath-Thusi Al-Shafi'i Al-Ghazali dikenal sebagai ulama, filosof, psikolog, fuqaha, mutakallim, dan sufi. Al-Ghazali lahir di Thus, Khurasan, Iran, pada 1058 M. Karyanya adalah Al-Munqidh min al-Dalal, Hujjat al-Haq, Al-Iqtisad fil-I`tiqad,  Al-Maqsad al-Asna fi Sharah Asma' Allahu al-Husna, Jawahir al-Qur'an wa Duraruh, Fayasl al-Tafriqa bayn al-Islam Wal-Zandaqa, Misykat al-Anwar, Tafsir al-Yaqut al-Ta'wil, Mizan al-'Amal, Ihya' Ulum al-Din,  Bidayat al-Hidayah, Kimiya-ye Sa'adat, Nasihat al-Muluk, Al-Munqidh min al-Dalal, Maqasid al Falasifa, Tahafut al-Falasifa, Miyar al-Ilm fi fan al-Mantiq,  Mihak al-Nazar fi al-Mantiq, Al-Qistas al-Mustaqim, Fatawy al-Ghazali, Al-Wasit fi al-Mathab, Tahzib al-Isul, dan Al-Mustasfa fi 'Ilm al-Isul.

Ibnu Thufail. Abi Bakr Muhammad bin Abdul Malik bin Muhammad bin Muhammad bin Thufail Al-Qisi ini lahir pada 1107 M. dan wafat pada 1185 di Granada, Andalusia. Ibnu Thufail adalah filsuf dan sastrawan. Karyanya yang terkenal adalah Hayy ibn Yaqzan.

Ibnu Rusyd. Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd ini lahir di Cordova pada 1126 M. dan wafat pada 1198. Ibnu Rusyd adalah ahli fiqih, ahli ilmu hisab, dokter, dan filsuf. Karyanya adalah Kitab Kuliyah fith-Thibb (16 jilid), Mabadil Falsafah, Taslul, Kasyful Adillah, Tahafatul Tahafut, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Tafsir Urjuza, dan De Anima Aristotles.

Ibnu Arabi. Syaikh Muhyiddin Muhammad bin Ali (1165-1240 M.) ini sahabat dekat Ibnu Rusyd. Ia berkelana ke Maghribi, Cordova, Mesir, Tunisa, Fez, Maroko, Jerussalem, Makkah, Hejaz, Allepo, Asia kecil, dan wafat di Damaskus. Ibnu Arabi dikenal ahli tasawuf, mufasir, dan filsuf.

Al-Mas'udi. Abi Al-Husain Ali bin Al-Husain Al-Mas'udi ini ahli sejarah dan penjelajah dunia. Lahir di Baghdad pada 896 M. Karyanya adalah Muruj Adh-Dhahab Wa Ma'adin Al-Jawahir, Muruj al-Thahab, Muruj al-Zaman, Kitab Al-Ausat, dan Kitab al-Tanbih wa al-Ishraf.

Ibnu Battuta. Ibnu Battuta lahir di Tangier, pada Kamis, 2 Rajab 725 H./14 Juni 1325 M. Ia dikenal seorang penjelajah dunia dan ahli geografi.

Ibnu Hazm. Ali bin Hazm lahir di Cordoba, Andalusia, pada 994 dan wafat pada 1064 M. Ia ahli fiqih dan filsuf. Tidak kurang dari 400 judul buku yang ditulisnya, salah satunya Tawq al-Hamamah.

Suhrawardi Al-Maqtul. Syaikh Syihabiddin Abil  Futuh Yahya Suhrawardi ini lebih dikenal sebagai Syaikh Isyraq. Lahir pada 549 H/1154 M. di kota Suhraward, Iran. Ia wafat dihukum mati oleh Shalahuddin Al-Ayyubi, penguasa Islam, pada 587 H./1179 M di Halab. Suhrawardi dikenal seorang sufi dan pendiri filsafat hikmah isyraqiyah. Karyanya adalah al-Talwihat, al-Muqawamat, Kitab al-Masyari' wa-'l-Mutarahat dan Hikmat al-Ishraq, Risalah 'Aql-e Surkh, Âwaz-e Pur Jibril, Ruzi Ba Jamaat-e Sufiyân, dan Hayakil al-Nur.

Mulla Shadra. Shadra adalah filsuf Muslim yang berhasil mengombinasikan aliran-aliran pemikiran Islam dalam satu pemikiran yang disebut hikmah al-muta`aliyah. Shadra lahir pada 979 H./1571 M. di Syiraz, Iran. Pada 1050 H./1648 M., Shadra jatuh sakit di Bashrah, Irak, dalam perjalanan haji yang ketujuh dengan jalan kaki dan akhirnya wafat. Jasadnya dikuburkan di Najaf, Irak, berdekatan dengan kuburan Ali bin Abi Thalib. Karya tulisnya yang terkenal adalah Al-Hikmah Al-Muta`aliyah Fi Al-Asfar Al-Aqliyyat Al-Arba`ah.

Thabathaba'i. Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i adalah faqih, filsuf, mufasir, dan ahli matematika. Lahir di Tabriz, Iran, pada 1321 H./1903 M. Thabathaba'i menulis Tafsir Al-Mizan sebagai karya monumentalnya.

Muhammad Iqbal. Muhammad Iqbal lahir pada 9 November 1877 M. di Sialkot, Punjab, India, dan wafat pada 1938. Iqbal menyelesaikan sekolah dasar di Sialkot dan melanjutkan di Liberal Arts di Scotch Mission College (Murray College) dan Goverment College, Lahore, dan Trinity College Cambridge University, Inggris, serta Ludwig-Maximilians University di Munich, Jerman, hingga meraih Ph.D pada 1907. Iqbal dikenal sebagai penyair dan filsuf Modern. Karya tulisnya yang terkenal adalah The Development of Metaphysics in Persian, Javid Nama, Asrar-i-Khudi, Rumuz-i-Bekhudi, dan The Reconstruction of Religious Thought in Islam.

 Sayyid Quthb. Sayyid Quthb lahir di Musyah, Asyuf, Mesir, pada 1906 dan wafat di Kairo pada 1960. Pada usia menjelang 10 tahun sudah hafal al-Quran. Quthb dikenal ahli sastra dan mufasir. Ia tidak menikah. Karyanya adalah The America that I Saw, Al-Adalah Al-Ijtima’iyyah fil-Islam, Fi Zilal Al-Quran, Sign Post on the Road, dan Ma’alim fi al Thariq.

Muhammad Baqir Ash-Shadr. Muhammad Baqir Ash-Shadr adalah sarjana, ulama, guru dan tokoh politik. Lahir di Kazimain, Baghdad, Irak, pada 25 Dzulqaidah 1353 H./1Maret 1935 M. Pada usia 10 tahun sudah berceramah tentang sejarah Islam dan kebudayaan Islam. Ash-Shadr bersama saudara perempuannya, Bint Al-Huda, dihukum mati pada 8 April 1980 oleh rezim Saddam karena aktivitas politiknya. Karya tulisnya adalah ‘Ushul, Ghayat Al-Fikr fi Al-’Ushul, Falsafatuna, dan Iqtishaduna.

Murtadha Muthahhari. Murtadha Muthahhari lahir pada 1338 H./1919 M. di Firman, Masyhad, Iran. Ia adalah filsuf yang kritis terhadap pemikiran Barat dan arsitek revolusi Islam Iran. Pada tanggal 1 Mei 1979, Muthahhari wafat akibat dihujani peluru oleh kelompok Hizbe Furqan. Hari wafatnya dijadikan hari guru nasional di Republik Islam Iran. Karya ilmiahnya meliputi Ta’liqât ‘ala Ushûl al-Falsafah wa al-Madzhab al-Waqî’iy, Qishâsh al-Mukhlisîn, Al-Insân wa al-Mashir, Mas’alat al-Hijâb, Al-‘Adl al-Ilâhi, Ad-Dawâfi’ Nahw al-Mâdiyah, Al-Jadzb wa al-Daf’ fî Syakhsiyyat al-Imâm ‘Alî, Al-Adamât al-Mutaqâbilat bayn al-Islâm wa Iran, Nizhâm Huqûq al-Mar’at fî al-Islâm, Fî Rihâb Nahj al-Balaghah, Al-Imdâdat al-Ghaibiyyah fî Hayât al-Insân, ‘Isyrûn Hadits, Nahdhat al-Imâm al-Mahdi, Khatm al-Nubuwwah, Al-Nabîy al-Ummiy, Anmath al-Walâ’ wa Anwâ’ al-Wilâyat, Al-Akhlâq al-Jinsiyyat min Wijhah al-Nazhar al-Islâm, Tashhîh wa Kitâbah Hawasy Kitâb al-Tashil li Bahmatiyar bin Marzaban, dan Kulliyât al-‘Ulûm al-Islamiyah.

Mehdi Hairi Yazdi. Mehdi Hairi Yazdi adalah ulama Iran yang ahli filsafat dan sains. Lahir pada 1923 di Qum Iran dan wafat pada usia 76 tahun. Masa hidupnya dihabiskan sebagai pengajar dan peneliti di sejumlah universitas dan lembaga Islam. Beberapa karyanya adalah Herem e Hasti, Agahi wa Guwahi, Kawushyha ye Aql e Amali, Elmi e Kulli, Metafisika, Hekmat wa Hukumat, Ilmu e Huzhuri, dan Al-Hujjah fi al-Fiqh.

Memang secara geografis keberadaan ilmuwan Muslim dan ulama pada masa lalu terpencar dalam berbagai kawasan yang jauh. Namun, mereka terhubungkan satu sama lain dengan keimanan dan tradisi intelektual. Bahkan, saat bangsa Eropa menguasai wilayah Dunia Islam pada abad ke-19 sampai Perang Dunia II, kaum intelektual Muslim yang terpencar-pencar itu merapatkan barisan sampai gaung pembaruan Islam dan perlawanan terhadap kolonialisme Barat berlangsung diberbagai kawasan Islam.[4] Tentu umat Islam tidak boleh hanya sekadar kagum kepada para ulama, cendekiawan, dan ilmuwan Muslim terdahulu, tetapi justru harus tergerak untuk berkarya lebih dari mereka. Bisakah umat Islam membuktikannya? Sebuah pertanyaan besar yang hanya bisa dijawab oleh umat Islam sekarang. *** (ahmad sahidin, alumni uin sgd bandung)


[1] Emsoe Abdurahman dan Apriyanto Ranoedarsono, The Amazing Story Al-Quran (Bandung: Salamadani, 2009) bagian al-Quran dan perpustakaan.

[2] Wikipedia dengan entri Ikhwan Al-Shafa.

[3] Ziauddin Sardar, Kembali ke Masa Depan (Jakarta: Serambi, 2005) h.155-159.

[4] Azyumardi Azra, “Intelektual Muslim di Dunia Islam” dalam rubrik resonansi Harian Umum Republika, 19 Oktober 2006.