PENDIDIKAN merupakan fondasi utama yang menjadi ukuran maju mundurnya kualitas dan pembangunan bangsa. Namun sedikit orang yang tertarik memperhatikan hal ini, terutama kesadaran atas sejarah. Sejarah, selain bermakna untuk menunjukkan identitas, juga mengetahui hal-hal yang telah dilakukan para pendahulu kita.
Di sinilah
pentingnya sejarah sebagai pengukuh adanya peristiwa penting dan pelajaran yang
harus kita ambil untuk kehidupan sekarang. Bukankah hidup kita ini adalah
melanjutkan jejak yang terdahulu, atau berpijak dari masa lalu? Hal Ini yang
saya kira harus disadari bahwa sejarah dan kehidupan masa lalu akan menambah
vitalitas hidup dan juga mengarahkan ke hal-hal yang lebih baik dari
sebelumnya.
Memang harus
diakui hidup memang tidak statis. Ini yang harus diakui bahwa hidup dan
perjalanan kehidupan ini tak selurus jalan tol. Karena itu, beberapa masalah
eksistensial dan kemelut sosial yang mengganggu dalam benak harus diselesaikan. Apabila tidak disimpan maka akan semakin mengendap dan menumpuk karena akan
banyak masalah yang hadir sekaligus mengisi kehidupan manusia.
Saya yakin bahwa
setiap orang pernah mengalami krisis-krisis ekstensial, yang mempertanyakan
hakikat hidup dan tujuan hidup? Mempertanyakan mengapa manusia
ada di dunia dan apa tujuan akhir dari kehidupan ini? Pertanyaan-pertanyaan
inilah yang kadang “mengganggu” sekaligus “mencerdaskan” serta “menghidupkan”
manusia di dunia ini, sehingga dalam hidupnya manusia selalu bergerak secara
dinamis dan bebas memilih takdir hidupnya.
Namun, tak semua
orang bisa sepakat terhadap orang yang
memiliki pemikiran dan pilihan hidupnya secara mandiri. Seperti filsuf Socrates,
yang mempunyai kesadaran atas kebenaran yang diusungnya itu disalahpahami
sebagai penghinaan terhadap Dewa-dewa Yunani, sehingga nyawa jadi tebusannya.
Memang harus
diakui bahwa hidup sebuah pilihan, termasuk menentukan masa depan hidupnya
seperti apa dan bagaimana? Hidup memang butuh pengorbanan untuk mengalami rasa
pedih, sakit, derita, tertindas, dan nestapa. Bahkan untuk bahagia dan
sejahtera pun butuh keberanian. Hidup ini berproses—latarkabunna thobaqon
anthobaq. Begitu memang. Belajar dari sejarah, menjadikan kita hidup lebih
bermakna dan dinamis.
Kesadaran untuk
belajar dari masa lalu inilah yang tak ada pada generasi kaum Muslim sekarang.
Hal ini disebabkan pengaruh media terhadap perilaku setiap orang, terutama
tayangan dan tontonan yang jauh dari nilai-nilai agama. Jangan disalahkan jika
remaja sekarang lebih akrab dengan tradisi valentine days, hero
spiderman-superman-robin hood, dan budaya hedonis Barat daripada akhlak
Rasulullah saw, keluarga Nabi, sahabat, ulama-ulama, dan para
ilmuwan Islam.
Ketidaktahuan terhadap mereka ini yang menjadikan kaum Muslim sekarang tidak memiliki figur teladan. Masalah inilah yang menjadikan mereka cenderung meniru dan mengikuti tradisi Barat sehingga kemorosotan moral dan akhlak remaja terabaikan dalam kehidupannya.
Tentu hal tersebut tidak boleh berlarut-larut sampai menjadi masalah besar yang akut dan berat. Oleh karena itu, sangat perlu melakukan antisipasi sejak dini melalui bacaan atau buku-buku yang isinya berbasiskan ajaran Islam dan nilai-nilai keteladanan dari tokoh-tokoh Islam yang terdahulu. Menurut saya, abad sekarang ini memerlukan teladan manusia yang paripurna. Yang dapat memenuhi tingkat kebutuhan akan teladan sejak kecil sampai dewasa. Tentu Baginda Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam. Juga tokoh agama lainnya untuk masing-masing dari umat agama. Adakah yang universal, yang bisa diterima lintas agama dan budaya serta generasi manusia dari masa ke masa? Yuk, kita telusuri sejarah! *** (ahmad sahidin, alumni UIN SGD Bandung)