Rabu, 10 Juli 2019

Catatan Mudik di Garut: Menghitung Dosa


Sabtu-Selasa, 16-19 Juni 2018. Kami empat hari di lembur almarhum bapak dan almarhumah ibu, Samarang Garut.

Kami mengisi hari dengan silaturahmi, kunjungan kepada saudara dari ayah maupun ibu. Setiap kali melihat wajah mereka teringat dengan orang tua. Mereka sudah tua dan yang silaturahim pun bertambah tua.

Kami menyadari bahwa usia manusia tidak abadi. Nyawa milik Tuhan, sehingga kapan pun diambil-Nya mesti siap sedia dan pasrah. Yang menjadi masalah adalah selama di dunia ini, apakah banyak berkelakuan baik dan amal saleh, atau sebaliknya?

Cobalah hitung dosa yang dilakukan, baik kecil atau besar, dalam sehari. Catat setiap kali berbuat tidak baik atau berkelakuan dosa. Tulis saja dengan jujur oleh diri sendiri tanpa diketahui orang lain.

Setelah shalat isya atau sebelum tidur, hitung jumlah dosanya. Kemudian istighfar, shalawat, dan baca Alquran sesuai dengan kesanggupan. Lantas di akhir atau awal mintalah ampunan kepada Allah. Kalau menyangkut sesama manusia segera SMS, telepon, WhatsApp dan lainnya. Sampaikan minta maaf. Atau jika memang orangnya susah dihubungi segera sedekah atas namanya. Itu yang bisa di-share tentang pengetahuan yang masuk pada memori. Kalau ada petunjuk lainnya, boleh dilakoni.

Apabila sudah meminta ampun dengan istighfar, shalawat, dan baca Alquran, maka segera tidur dan berdoa agar besok hari terhindar dari kelakuan dosa.

Tulis semua dosa setiap harinya dan terus menerus sampai akhir bulan. Lihat dan hitung serta jumlahkan keseluruhan dari dosa-dosa selama satu bulan penuh. Moga pada bulan berikutnya berkurang dan sadar sehingga setiap kali akan berbuat tidak baik atau dosa, segera hentikan. Semoga berhasil!

Kembali pada cerita mudik. Aktivitas lainnya selama mudik lebaran di kampung orangtua adalah ziarah dan menikmati alam kampung dengan berjalan melewati lembah dan pegunungan. Dalam perjalanan melewati gunung sawah-sawah, tali sandal terputus sehingga mesti nyeker (tanpa alas kaki) sampai tiba di rumah peninggalan orangtua, tempat kami menginap.

Hari terakhir kami membuat masakan seadanya. Dengan mengambil labu di belakang sebagai sayurnya. Sebelum pulang kami sempatkan pula untuk ziarah "perpisahan" ke makam almarhumah ibu yang berada di belakang rumah. Kemudiang ngobrol dengan saudara yang berkunjung.

Sekira jam 16.30 kami dijemput untuk kembali ke Bandung melalui jalur kamojang, monteng, paseh, majalaya, arjasari, banjaran dan kopo. Perjalanan keluar masuk kampung.

Alhamdulillah tiba di rumah tepat saat azdan isya berkumandang. Taqobbalallohu a'malakum bi ahsani qobuul. Allahumma shalli 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala Aali Sayyidina Muhammad. *** (ahmad sahidin)