Tiba-tiba ada seseorang yang menunggang keledai. Ia turun dan mengikat keledai
berdekatan dengan kuda milik Ibnu Sina. Dengan maksud supaya keledainya bisa
ikut memakan jerami. Dan orang tersebut pun duduk dekat dengan posisi duduk Ibnu Sina.
Ketika ia duduk, Ibnu Sina berbicara: "Keledaimu jauhkan dari kuda
supaya tidak ditendangnya."
Namun, orang yang diajak bicara itu diam. Dan tidak lama terjadi
yang disampaikan oleh Ibnu Sina. Si keledai ditendang kuda hingga cidera.
Pemilik keledai marah kepada Ibnu Sina dan meminta tanggung jawabnya. Ibnu Sina
tidak menjawab. Terdiam saja.
Sampai kemudian si pemilik keledai mendatangi hakim dan
meminta agar Ibnu Sina membayar atas cidera keledai. Saat ditanya oleh hakim
pun Ibnu Sina terdiam
Hakim berkata lagi kepada orang yang mengadu: "Apakah ia
bisu?"
Orang itu menjawab: "Tidak, tadi bicara padaku."
Hakim bertanya: "Apa yang ia katakan?"
Orang itu kembali menjawab: "Jangan dekatkan keledaimu nanti
ditendang kudaku."
Setelah mendengar jawaban itu, sang hakim langsung tertawa dan berkata kepada Ibnu Sina: "Anda
ternyata pintar. Cukup diam dan kebenaran
terungkap."
Sambil tersenyum Ibnu Sina berkata kepada hakim: "Tidak ada cara lain untuk menghadapi orang bodoh adalah dengan diam."
Demikian cuplikan satu di antara anekdot yang dicantumkan dalam buku "Cita Humanisme Islam" karya George Abraham Makdisi. Diterbitkan Serambi Jakarta.
Saya dapat pelajaran berharga dari cuplikan kisah tersebut. Saya setuju
bahwa melawan orang bodoh itu sulit dan bisa ditaklukkan dengan berdiam alias
tidak melayaninya, baik berbentuk lisan dan tulisan maupun perilaku. *** (ahmad sahidin)