Jumat, 13 Desember 2019

Aforisme Filsafat dan Pewarisan Pengetahuan

Setelah membaca buku-buku filsafat ("dunia Barat dan dunia Islam") ternyata dalam filsafat ada tradisi "pewarisan" pengetahuan. Hampir seluruh filosof dari zaman ke zaman, dalam mengembangkan pemikirannya (baik kritik atas filsafat sebelumnya atau temuan-temuan barunya) senantiasa berpijak pada "bahu" para filosof sebelumnya. Sehingga kontinuitas intelektual dalam disiplin filsafat sangat tampak perubahan dan perkembangan dari zaman ke zamannya.

Dan saya beranggapan (mohon dikoreksi) bahwa mungkin hanya dalam disiplin filsafat ada kontinuitas intelektual yang bersifat kritis, dinamis, dan kreatif dengan memunculkan gagasan atau wacana (pengetahuan) baru dalam setiap zamannya. Dinamika akan terhenti jika "pengetahuan" dikunci dengan ideologi atau legitimasi sakralitas agama maupun politik. Jika masuk ranah ideologi, bukan lagi knowledge.
Sebuah laku yang tidak etis jika seseorang yang ingin memahami khazanah ilmu di zaman kini tanpa menengok, membaca, dan memahami produk intelektual kaum terdahulu. Maka mengakses "sejarah" adalah pelajaran teramat penting dan jangan diabaikan. Tentang ini Bung Karno menyebutkan: "jangan sekali-kali melupakan sejarah".
Nah, dalam rangka mengingat kembali sejarah maka perlu sikap kritis dibangun sejak sekarang ini. Salah satunya dengan mempertanyakan keyakinan yang dianut. Misalnya tentang dasar-dasar agama yang disebut dalam sebuah mazhab: benarkah berdasarkan pada sumber otentik?
Jika "dasar-dasar agama" yang diusung salah satu mazhab dalam Islam tidak mampu dibuktikan secara genealogi (baik sumber nash sebagai pijakan maupun tokoh perumusnya tidak ditemukan) maka lambat laun akan "menjalar" keraguan demi keraguan tentang otentisitas mazhab. Maka menggali akar "sejarah" dari keyakinan yang dianut (berupa mazhab yang dipilih) sangat penting dilakukan untuk memastikan dan memantapkan. Beranikah membuka sejarah?

12-12-2017
Ahmad Sahidin