Sabtu, 28 Desember 2019

Maqamat untuk Penempuh Tasawuf

Salah satu bagian yang terdapat dalam khazanah Islam adalah penempaan ibadah secara konsisten dan berkelanjutan yang biasanya disebut riyadhah tasawuf.

Sufi atau orang yang menjalani tradisi tasawuf menekuni sekaligus menjalani tahapan ibadah yang disebut dengan riyadhah. Riyadhah yang biasa dilakukan terdiri dari tingkatan-tingkatan (maqamat) antara lain:

Pertama yang dilakukan adalah bertobat. Ia harus menyesal atas dosa-dosanya yang lalu dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi sembari melafalkan dzikir dan wirid-wirid tertentu.

Kedua, untuk memantapkan tobatnya ia harus zuhud. Ia mulai menjauhkan diri dari dunia materi dan dunia ramai serta fokus beribadah.

Ketiga adalah wara’. Ia harus menjauhkan dirinya dari perbuatan syubhat dan tidak memakan makanan atau minuman yang tidak jelas kedudukan halal-haramnya. Berada dalam ketaatan dan taqwa kepada Allah.

Keempat adalah faqir. Ia harus menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya.

Kelima adalah harus sabar. Bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Allah yang berat dan menjauhi larangan-larangan-Nya, tetapi juga sabar dalam menerima musibah berat yang ditimpakan Allah.

Keenam adalah tawakal. Ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Ia tidak memikirkan hari esok karena bagi seorang sufi cukup apa yang ada untuk hari ini karena esok belum tentu masih hidup.

Ketujuh adalah ridha. Ia tidak menentang cobaan dari Allah, bahkan menerimanya dengan sepenuh hati. Karena itu, seorang sufi tidak menyimpan perasaan benci kepada siapa pun karena semua yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah.

Tentang ini, ada penggalan cerita. Seseorang bertanya kepada Rabiah Adawiyah: "Apakah engkau benci setan?"

Rabiah Adawiyah: "Tidak, cintaku pada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk rasa benci pada setan."

Ah, berat tampaknya menempuh maqamat tersebut. Fariduddin Attar disebut orang yang telah menempuh tujuh maqam tersebut. Sedangkan Jalaluddin Rumi, sebagaimana yang saya dengar dari sang guru, baru sampai pada gang menuju maqam tobat. Dan saya hanya terpelongo saja kala sang guru bercerita tentang perjalanan ruhaniah yang harus ditempuh seorang sufi untuk sampai kepada Tuhan.

Ah, betapa berat. Dan saya belum bisa seperti kaum sufi. Saya hanya mampu sebagai pembaca buku saja. Ini maqam saya. Hatur nuhun. *** (Ahmad Sahidin)