Buku Filsafat Islam
Kontemporer: Daras Pertama ini ditulis oleh Muhammad Taqi Mishbah
Yazdi. Tebalnya 153 halaman. Terbitan RausyanFikr Yogyakarta tahun 2019.
Terdiri dari sepuluh bagian, yang di dalamnya secara khusus dan fokus membahas
kausalitas, yaitu teori dan akibat dalam konteks filsafat.
Setiap ulasan dari bagian demi bagian sampai halaman akhir buku
disajikan ringkasan pembahasan. Saya kira ini memang buku untuk dijadikan teks
pelajaran, sehingga yang membaca diingatkan lagi dengan ringkasan atas bagian kajian,
yang harus diakui susah "dikunyah" pada lembarannya.
Secara umum buku ini menguraikan sebab dan akibat, prinsip kausalitas,
hubungan kausalitas, hubungan maujud dan material, kebergantungan akibat pada
sebab, keselarasan sebab dan akibat, hukum sebab dan akibat, sebab efisien,
sebab final, dan dunia memiliki tujuan.
Pada bagian "dunia memiliki tujuan" ini saya sedikit bisa
pahami. Ini terkait dengan maksud penciptaan manusia di dunia ini, yakni
kesadaran atas adanya Tuhan, sehingga dengan penuh sadar diri ibadah kepadaNya
dengan pasrah yang sebenarnya.
Ada beberapa istilah yang sudah akrab pada kaum Muslimin, yaitu ikhtiar
dan iradah. Keduanya masuk pada sebab dan akibat, bahkan dari akibat melahirkan
sebab dan terus beruntun kausalitas
dalam kehidupan ini. Antara sebab dan akibat ini tampaknya tak akan berakhir
dalam kehidupan dunia, kecuali kalau sudah tak ada yang menyoalkannya. Dan
tentang sebab dari semua sebab atau causa prima, tentu dalam buku ini (atas
pemahaman saya) bisa dihubungkan pada Tuhan sebagai yang Mahaawal. Sedangkan
"akibat yang final" belum ada kupasan yang tuntas pada buku ini.
Hanya saja bahwa "akibat yang final" ini dihubungkan oleh penulisnya
dengan tujuan akhir dari kehidupan
manusia. Dan ini pun belum tuntas. Mungkin akan dikupas pada buku selanjutnya,
Daras Kedua dari buku ini. Kita tunggu dan baca lagi.
Sekedar info bahwa buku ini karya terjemahan dari Darwis Batawi dan
disunting oleh AM Safwan. Kedua orang ini merupakan punya minat yang serius
dalam filsafat Islam. Meski mereka ahli, tetap saja saya belum bisa memahami
hasil karya mereka ini. Dan di negeri
kita ini, tentang filsafat Islam belum ada juru bicara yang mampu atau mahir menyampaikan
pelajaran filsafat secara mudah dan bisa dicerna oleh kalangan awam. Tetap saja
filsafat masih menjadi "daras" yang berada di menara gading. Ini saya
kira persoalan dalam kajian filsafat di negeri ini.
Terakhir, saya memahami filsafat adalah dasar untuk semua ilmu
pengetahuan dan menjadi landasan bagi tumbuhnya peradaban. Karena itu, filsafat
mesti sampai pada kalangan awam juga dengan kemasan yang mudah dicerna dan
praktis. Nah, ini mesti mulai dikaji. *** (ahmad
sahidin)