Kamis, 07 November 2019

Aqidah dalam Agama Islam

Aqidah berasal dari kata aqada atau aqa’id, yang secara harfiah berarti menghubungkan dua ujung dari sesuatu secara kokoh. Berdasarkan dari definisi itu, aqidah kemudian dimaknai sebagai kepercayaan, keyakinan, dan dasar-dasar keimanan dalam agama Islam.
Aqidah disebut juga dengan istilah "ushuluddin", yang berarti dasar-dasar agama. Namun, yang popular dalam dirasah Islamiyyah (ilmu-ilmu Islam) yang dipelajari di madrasah-madrasah dan perguruan tinggi Islam adalah ilmu kalam, yang merujuk pada kajian kalamullah (ayat-ayat Al-Quran atau wahyu Allah) dan hadis. Orang yang ahli dalam ilmu kalam disebut mutakalimun. Dalam istilah modern, ilmu kalam ini disebut teologi, yang berasal dari kata theos dan logos. Teologi dan ilmu kalam maknanya sama, yaitu ilmu-ilmu ketuhanan atau kajian tentang keyakinan agama.

Banyak orang bilang bahwa yang utama dalam agama adalah aqidah. Orang Islam harus meyakini aqidah sebagai dasar dalam beragama. Orang yang tidak yakin dengan aqidah belum bisa diakui keislamannya. Karena itu, seorang yang beragama harus memahami uraian-uraian yang terdapat dalam aqidah yang diyakininya. Aqidah utama dalam agama Islam adalah meyakini Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir, meyakini hari Kiamat, meyakini Al-Quran sebagai kitab suci dan kiblat pada Kabah (Baitullah) di Makkah.

Meski berdasarkan pada Al-Quran dan hadis, tetapi aqidah dalam agama Islam memiliki perbedaan pemahaman atau penafsiran sehingga terpecah-pecah dalam mazhab-mazhab. Di antaranya: Jabariyah, Qadariyah, Syiah, Khawarij, Murjiah, Asyariah, Mutazilah, Maturidiyah, Thahawiyah, Ahlussunnah wal Jamaah, Wahabiyah, dan lainnya. Dalam setiap mazhab tersebut terpecah lagi dalam kelompok kecil dari mazhab tersebut. Misalnya dalam mazhab Syiah ada: Zaidiyah, Kisaniyah, Ismailiyah, Sabaiyah, Imamiyah (Itsna Asyariyah), Qaramithah, dan lainnya.

Meski berasal dari satu sumber (Al-Quran dan Al-Hadits Rasulullah saw), tetapi setiap ulama dan orang-orang Islam memiliki pemahaman yang berbeda dalam pembahasan akidah dan uraiannya. Bukan antar mazhab, seperti Syiah dan Sunni yang beda dalam prinsip uraian aqidah, bahkan di antara sesama Sunni pun ada bedanya. Ulama NU dan ulama Muhammadiyah, yang sama-sama mazhab Sunni pun berbeda.

Pembahasan aqidah Islam secara umum—meski terbagi dalam mazhab-mazhab—meliputi ketuhanan (Allah), sifat dan dzat Allah, perbuatan (af’al) Allah, akhirat (mahsyar, mizan, syirat, surga, dan neraka), kebangkitan setelah wafat, kenabian dan syafaat, kesucian wahyu, kitab suci, kiamat, kehadiran (Imam Mahdi, Nabi Isa as, Dajjal, dan Yajuj wa Ma’juj), kepemimpinan, kafir dan mukmin, takdir (qadha dan qadar), kebebasan dan kepasrahan, keadilan Ilahi, al-bada’ (perubahan takdir), peranan Allah dalam hidup manusia, pahala dan dosa, dan makhluk-makhluk gaib.

Meski beda dalam memahami aqidah, tetapi selama merujuk pada sumber ajaran agama Islam (al-Quran dan Hadis Rasulullah saw) maka bisa diterima keberadaannya. Apalagi kalau seseorang mengucapkan syahadatain: pengakuan Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai Rasul-Nya, maka orang mengucapkannya adalah termasuk orang Islam; meski hanya dalam bentuk ucapan lahiriah. Bukti dari keislaman dan keimanan nanti terlihat pada akhlak dan pelaksanaan amaliah Islam. Seseorang yang mengaku Muslim atau Muslimah, sebaiknya menunaikan syariat ibadah dan meneladani Rasulullah saw dalam perbuatan keseharian. Bagaimana bila tidak? Nah, ini perlu peningkatan dan belajar tentang agama Islam, agar mengetahui hak dan kewajiban orang Islam.

“Sesungguhnya  Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”  (QS Al-Qalam: 7). *** 

(Diambil dari karya Ahmad Sahidin, Buku Pintar Dirasah Islamiyyah. Bandung: Acarya Media Utama, 2010)