Alhamdulilah saya dapat menyelesaikan baca buku karya Murtadha
Muthahhari. Kali ini terjemahan dari "Insone Komil" yang diberi judul
baru “Manusia Seutuhnya: Studi Kritis Berbagai Pandangan Filosofis”. Buku ini diterbitkan
Sadra Press tahun 2012. Tebalnya 298 halaman. Terdiri dari 13 bab, yang secara
isi saling terkait dengan perspektif kajian yang berbeda. Mulai dari kajian
ta'rif dari kaum sufi dan filosof. Dilengkapi dengan kutipan ayat Alquran dan
riwayat hadis dari Baginda Rasulullah Saw dan Ali bin Abu Thalib as.
Dikarenakan uraiannya berurut maka akan
terasa tidak lengkap saat berhenti membaca pada bab awal. Sehingga perlu dibaca
tuntas. Inilah yang saya lakukan. Dibaca sampai beres dari awal sampai akhir
buku.
Banyak informasi dan pengetahuan yang saya dapatkan. Di antaranya tentang lemahnya filsafat eksistensialisme dan sosialisme, tidak kokohnya pemikiran Nietzsche, pemikiran Rumi, catatan sejarah Islam tentang konsep insaniyah dari Umar, Ali, kaum urafa, dan paham yang mengutamakan akal dan cinta, kekuatan dan kekuasaan. Juga memberikan kritik atas sejumlah aliran irfan yang cenderung egoisme dan asosial. Pada bagian akhir bab, Muthahhari memberikan catatan atas unggulnya ajaran Agama Islam atas pandangan filsafat dan irfan yang mengkaji konsepsi manusia sempurna.
Tentang unggulnya Islam di atas berbagai
pendapat dan aliran, yang diungkapkan oleh Muthahhari dalam kalimat:
"Islam bukanlah paham satu nilai atau bernilai tunggal. Ia mempunyai mata yang dapat melihat semua hal. Apa pun yang dikatakan para filosof, Islam telah mengatakan sebelumnya. Apa pun yang dilihat oleh urafa, Islam lebih tajam memandangnya. Islam memiliki pandangan yang lebih luas ketimbang paham mahabbah, paham kekuasaan dan kekuatan, paham sosialisme, paham kebebasan dan eksistensialisme.
"Pada hakikatnya, pada wajah Islam tidak terdapat titik-titik noda kelemahan seperti yang terdapat pada beberapa paham lain. Logika yang gamblang dan terarah menunjukkan bahwa Islam adalah paham yang komprehensif dan sempurna. Inilah yang membuktikan bahwa Islam itu datangnya dari Allah SWT" (halaman 293).
"Islam bukanlah paham satu nilai atau bernilai tunggal. Ia mempunyai mata yang dapat melihat semua hal. Apa pun yang dikatakan para filosof, Islam telah mengatakan sebelumnya. Apa pun yang dilihat oleh urafa, Islam lebih tajam memandangnya. Islam memiliki pandangan yang lebih luas ketimbang paham mahabbah, paham kekuasaan dan kekuatan, paham sosialisme, paham kebebasan dan eksistensialisme.
"Pada hakikatnya, pada wajah Islam tidak terdapat titik-titik noda kelemahan seperti yang terdapat pada beberapa paham lain. Logika yang gamblang dan terarah menunjukkan bahwa Islam adalah paham yang komprehensif dan sempurna. Inilah yang membuktikan bahwa Islam itu datangnya dari Allah SWT" (halaman 293).
Tentu yang disimpulkan oleh Muthahhari
di atas belum bisa dianggap final. Sebab pemikiran manusia akan terus
berkembang dan mengalami kritik dari para pemikir setelahnya. Memang sosok
Muthahhari ini sangat kuat dalam memegang ajaran Islam dan bisa dikatakan ulama
yang konsern dalam studi kritis atas pemikiran dari ilmuwan dan filsuf Barat.
Bahkan kepada para ilmuwan, filosof, urafa, dan ulama pun dilakukan oleh
Muthahhari. Dan mesti diakui di Indonesia, sejumlah akademisi dan cendekiawan
Muslim mengetahui pemikirannya dari terjemahan buku-bukunya. Sampai di Bandung
ada institusi pendidikan yang menggunakan nama Muthahhari. Bisa dipahami karena
Muthahhari menguasai khazanah ilmu-ilmu Islam dan mengetahui perkembangan
peradaban Barat. Dan saya beruntung bisa membaca karya-karyanya.
Terakhir, saat membaca dari awal sampai akhir buku, saya mencatat beberapa petikan dari buku (yang menurut saya mencerahkan) sebagai berikut:
Terakhir, saat membaca dari awal sampai akhir buku, saya mencatat beberapa petikan dari buku (yang menurut saya mencerahkan) sebagai berikut:
Orang yang kuat adalah orang yang tidak
menyimpan dendam kepada siapa pun. Sebaliknya, orang yang lemah selalu
mendendam dan iri hati kepada setiap orang (halaman 239).
Mendekatkan diri kepada Allah bukan
merupakan pendahuluan dari mengabdi pada hamba-hamba-Nya. Tapi sebaliknya,
mengabdi pada hamba-Nya merupakan pendahuluan dari mendekatkan diri kepada
Allah dan taqarrub menuju maqam Ilahi (halaman 254).
Insan Kamil adalah manusia yang seluruh
nilai insaninya berkembang seimbang dan stabil. Tak satu pun dari nilai-nilai
itu yang berkembang tidak selaras dengan nilai-nilai yang lain. Al-Quran
menyebut manusia yang nilai-nilai insaninya berkembang dan sempurna ini sebagai
"imam" (halaman 29).
Demikian yang saya bagikan dari hasil bacaan
atas buku “Manusia Seutuhnya: Studi Kritis Berbagai Pandangan Filosofis.” Semoga
bermanfaat. Terima kasih. *** (Ahmad Sahidin)