4-12-2107
Ya, memang ada proses yang
ditempuh. Memang ada yang instan, tetapi itu tidak akan berbuah ibrah dan
pengalaman. Yang terpenting dalam hidup ini dapat mengalami, merasakan, dan
berbuah hikmah. Dan tentu harusnya bisa untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (diri sendiri dan keluarga). Hasil yang
diraih memang sesuai dengan proses yang ditempuh. Berusaha dan mau melakukannya
dengan proses dan selanjutnya menunggu serta terus tidak berhenti dalam menjalaninya. Itu nasihat orang-orang yang
mengaku beragama.
Ya, itu biasanya yang ditempuh semua orang. Itu juga yang dijalankan dalam agama: sambil menunggu batas hidup diisi dengan aneka ikhtiar sambil pasrah atau ridha dengan ketentuan Allah yang diberikan kepada diri kita. Dan harus diyakini semua orang beragama, menanti masa tibanya saat yang tepat dan sempurna berdasarkan perspektif ketuhanan. Yang ditempuh seorang manusia adalah proses dan menanti hasil adalah bagian dari transendensi.
Saya tahu bahwa menunggu itu
siklus alamiah. Ada kelahiran, perjalanan masa hidup, dan kematian. Di dunia:
muncul lagi kelahiran, menjalani hidup dan kematian. Setiap fase memang siklus.
Namun, yang tidak terjangkau panca-indera lahiriah ada gerak linier melewati
fase demi fase hingga tiba pada akhir dari perjalanan. Rumitnya memahami:
apakah jiwa beserta "tubuh" baru, atau sekadar jiwa yang bergerak?
Ah, itu bukan bagian yang perlu ditelusuri. Cukup percaya dengan agama; yang
diwariskan dari para Nabi kemudian pewarisnya yang berantai dari generasi demi
generasi hingga tiba pada kita. Tentu rantai generasi ini yang patut dikaji:
sahih dan otentik. Itu yang perlu diurai lagi. Dan, saya mesti belajar.
Benak pun tanya: belajar
apalagi? Bukankah sudah sampai master? Bukankah dari sekolah dasar sampai
pascasarjana banyak ilmu dan pengalaman yang didapatkan? Bukankah usia kian
bertambah, yang berarti banyak dinamika hidup yang menyatu dengan jiwa dan raga
dari waktu ke waktu? Lantas, belajar apalagi dan untuk apa?
Seorang cendekia abad 7
Masehi pernah berkata: dua pencari yang tidak pernah kenyang. Pencari ilmu dan
harta. Apakah itu yang dirujuk? Apa hasil dari ilmu yang terhimpun atau yang
disimpan pada memori? Adakah materi darinya untuk kehidupan; memenuhi kebutuhan
dasar manusia? Ingat hidup bukan persoalan intelektual yang cerdas dan jiwa tercerahkan,
tetapi ragawi pun mesti dipenuhi kebutuhannya. Ingatlah itu!
Ya, saya paham dengan ucapan benak. Dan itu yang membayang. Satu lagi yang belum terjawab: tujuan yang terpuncak dari belajar (studi) itu apa? Jika hanya intelektual dan selembar "kertas", tidak perlu menempuh sampai tertinggi. Cukup bisa baca, tulis, dan hitung. Tambah sedikit latih komunikasi dan gaul saja. Itu juga cukup untuk menjadi menjalani hidup sebagai manusia. Lalu, pelajari dan berlatih keras untuk bisnis atau bekali diri dalam kegiatan jasa-jasa yang menghasilkan materi (finansial). Itu juga cukup. Dan saya tertegun dengan nasihat benak tersebut. Ah, tampaknya memang benar. Menurut Anda? (ahmad sahidin)