Setiap orang punya hasrat. Besar kecilnya
tergantung seberapa kuat dirinya berkiprah dalam usahanya. Ini mungkin yang
disebut motivasi, daya dorong, yang mesti dimiliki. Namun yang paling penting,
seberapa besar kita tangguh dan berupaya keras menerjang badai-badai yang
sedang menghadang. Kuncinya, adalah kekuatan jiwa dan optimalisasi sepenuhnya
terhadap yang kita hasrati itu.
Dengan kata lain, siapkah diri ini
berkompetisi secara baik dan benar, atau melawan—jika kita mengidentikan semua
pesaing adalah—yang tidak akur (setuju) dengan kita. Maka kita harus berpikir
jauh perihal itu. Sebabnya, tidak semua orang merasa dirinya dianggap lawan
maupun kawan. Adakalanya lawan sering menjadi kawan. Dan juga sebaliknya, kawan
menjadi lawan. Bahkan sejak 15 Abad yang lalu pernah didengungkan seorang
menantu Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib, cintailah orang yang kau cintai
sekedarnya saja; siapa tahu—pada suatu hari kelak—ia akan berbalik menjadi
orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci sekedarnya saja; siapa
tahu—pada suatu hari kelak—ia akan menjadi orang yang kau cintai.
Ini mungkin sekedar nasehat. Namun tidak
setiap orang suka akan nasehat. Apalagi ketika berada dalam keadaan yang tidak
terkendalikan. Mereka yang berada dalam kondisi terguncang—baik itu batin
maupun pikirannya—senantiasa memposisikan siapa pun di hadapannya sebagai musuh.
Bahayanya, orang yang terkena penyakit ini—ketika
tidak bisa melawan secara terbuka—ia akan menggunakan cara lain, sehingga yang
nampak hanyalah akibat yang tidak kita duga-duga. Atau hanya dampaklah yang
terasa pada kita. Dan siapa pun tidak akan mampu menggambarkan dampaknya secara
lahiriah. Yang muncul hanyalah suasana-intuisi dan keadaan ruang-waktu yang
tidak nyaman, dan hal-hal yang berada di luar daya tangkap kita.
Karena itu, siapa pun yang bertindak seperti
itu berarti sedang mengidap paranoid. Dan kita perlu merenungi diri sendiri,
apakah kita termasuk pada kategori paranoid atau tidak. Bila ya, berarti kita perlu
melakukan perbaikan dan penyempurnaan-penyempurnaan. Untuk itu, mari kita menyempurnakan
diri sendiri sebelum menyempurnakan yang lain. *** (ahmadsahidin)