Selasa, 31 Maret 2015

Murtadha Muthahhari dan Ali Syariati: Dua Intelektual Muslim Iran

Alhamdulillah saat kuliah saya membaca buku-buku yang berkaitan dengan Rasulullah saw dan perkembangan Islam. Juga membaca pemikiran ulama-ulama terdahulu dalam bidang fikih, teologi, filsafat, dan tasawuf. Hanya sekilas saja, tidak mendalam. Maklum hanya tuntutan kuliah alias untuk membuat makalah dan tugas-tugas. Kalau untuk didalami, baru sekadar niat saja.

Namun, ketika kuliah menjelang akhir saya mulai memfokuskan diri untuk mengenal sosok ulama Murtadha Muthahhari dan cendekiawan Ali Syariati. Dua tokoh besar Islam yang hidup pada zaman modern. Keduanya merupakan pelopor revolusi Islam Iran yang berhasil menumbangkan rezim Syah Pahlevi. Meski keduanya bermazhab Syiah Imamiyah, tetapi tidak menutup pikiran saya untuk mengkaji dan mereguk pemikirannya yang mencerahkan.

Perkenalan saya dengan Murtadha Muthahhari dan Ali Syariati diawali dengan membaca buku Islam Alternatif dan Islam Aktual buah pena Jalaluddin Rakhmat. Kedua bukunya diterbitkan Mizan dan termasuk yang laris.

Saya ingat betul karya Murtadha Muthahhari yang kali pertama dibaca adalah buku berjudul Masyarakat dan Sejarah yang diterbitkan Mizan. Buku ini termasuk buku yang lebih dari lima kali dibaca. Saya baca berulang karena saking beratnya materi yang dibahas yang berisi kritik terhadap materialisme historis dan filsafat sosial dari filsuf Barat.

Saya yang baru berkenalan dengan ilmu sejarah dan filsafat Barat merasakan betapa sukarnya memahami karya Muthahhari tersebut. Beruntung kemudian saya berjalan-jalan ke Toko Buku Palasari-Bandung dan menemukan buku berjudul Islam dan Tantangan Zaman yang diterbitkan Pustaka Hidayah.

Perlahan-lahan melalui buku ini saya mulai paham tentang kecenderungan dan pemikiran Muthahhari. Seorang teman yang aktif di Yayasan Muthahhari Bandung meminjamkan jurnal Al-Hikmah yang berisi pemikiran Muthahhari yang ditulis oleh Jalaluddin Rakhmat.

Dari kabar teman itu, saya keranjingan untuk terus melahap buku-buku karya Murtadha Muthahhari. Bahkan, saya sampaikan kepadanya bahwa saya ingin meneliti pemikiran Muthahhari untuk skripsi di UIN Bandung.

Mulailah dikumpulkan buku-buku Muthahhari, baik terjemahan maupun fotokopi dari Bahasa Inggris. Sedikit demi sedikit dibaca, dipikirkan ulang, dicari pemikiran utama dari ulama yang wafat ditembak ini. Sekira tiga bulan membaca dan memilah gagasan-gagasan dari Muthahhari, saya mengurungkan diri untuk menjadikannya skripsi karena Muthahhari dari segi keilmuan terlalu luas dan tidak memiliki pemikiran yang spesifik pada kajian sejarah.

Maklum karena sejarah merupakan bidang yang diambil saya ketika kuliah di UIN Bandung. Muthahhari memang memuat beberapa telaah dan pandangan kesejarahan, tetapi ruang lingkupnya lebih cenderung melebar dalam khazanah filsafat. Mungkin untuk para pengkaji filsafat Islam, Muthahhari layak diapresiasi dan dikaji lebih jauh serta dicarikan kontribusinya.

Saya kemudian beralih membaca karya-karya Dr Ali Syariati. Saya kumpulkan buku-buknya. Dari pembacaan saya bahwa Ali Syariati memang beda dengan Muthahhari dalam pemikiran dan cara pandang atas Islam. Syariati dalam ranah intelektualnya fokus pada masalah sosial dan perubahan masyarakat serta berani mengkritik ulama. Sedangkan Muthahhari lebih melihat hal-hal yang disepakati atau menjadi pandangan umum dari kalangan ulama seperti Khomeini. 

Dalam karya Syariati, lebih banyak berbicara pada tema manusia dan sejarah. Saya menemukan pemikiran Syariati berkaitan dengan sejarah, khususnya pada manusia yang berperan sebagai penggerak sejarah dan perjalanan manusia dalam ruang dan waktu yang dikaji secara filsafat sejarah.

Menurut saya, Syariati memiliki konsern dalam sejarah dan masyarakat sehingga berkaitan dengan bidang garapan kuliah saya, khususnya ilmu sejarah. Ini hanya pandangan pribadi saya, bisa jadi orang lain tidak demikian. Anda juga boleh komentar. *** (ahmad sahidin)