SYAIKH Ja`far Subhani dalam buku Memilih
Takdir Allah, yang diterbitkan Pustaka Hidayah, Bandung, menceritakan bahwa suatu
ketika Nabi Muhammad Rasulullah SAW sedang bersama para sahabatnya berpapasan
dengan orang Yahudi.
“Assamu`alaika! (Celakalah Engkau Muhammad
!),” sapanya kepada Rasulullah. Nabi pun menjawab, “Wa a`laika (Dan juga
untukmu)”.
Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya dia telah mengucapkan salam kematian kepada engkau”.
“Aku telah menjawabnya dengan jawaban
demikian. Sesungguhnya orang Yahudi itu akan digigit ular ditengkuknya, kemudian
dia akan mati,” jawab Nabi Muhammad SAW.
Namun beberapa jam kemudian Yahudi itu
berjalan sambil membawa setumpuk kayu. Para sahabat heran karena yang
diramalkan Rasulullah SAW tidak terbukti. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan
berkata, “Letakkan kayu itu !”. Yahudi itu pun menurutinya.
Nabi Muhammad SAW menyuruhnya membuka
tumpukan kayu itu. Setelah dibuka, di dalamnya terdapat seekor ular yang sedang
menggigit kayu. Nabi Muhammad SAW bertanya, “Hai Yahudi, amalan apa yang telah
engkau kerjakan hari ini?”
“Aku tidak melakukan apa-apa, kecuali aku
datang dengan membawa kayu bakar ini, dan aku punya dua potong roti. Satu
potong kumakan, dan satunya lagi kuberikan pada orang miskin,” ujar Yahudi itu
menerangkan.
Kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda,
”Dengan sedekah rotimu itu Allah menghindarkan kematian dari engkau.
Sesungguhnya sedekah itu menolak bala (bencana).”
Dari peristiwa ini sang Yahudi itu
dikabarkan berikrar syahadah. Ia mengakui dan meyakini kebenaran Islam,
terutama dalam ibadah sosial yang tidak disadarinya bisa mengubah takdir
hidupnya.
Memang sudah ketentuan Allah bahwa segala
sesuatu yang dilakukan manusia akan Allah balas sesuai dengan kadarnya. Jika
seseorang itu berbuat baik (amal shalih) maka pahala dan keberuntungan yang
akan diterimanya. Begitulah konsep berbagi dalam Islam. Selain mendapatkan
pahala, juga diselamatkan dari bencana.
Konsep berbagi dengan sesama ini dalam
syariat Islam disebut zakat, infak, dan shodaqah. Selain membahagiakan mereka
yang menjadi penerima dari ibadah sosial ini, zakat bisa memberdayakan mereka
yang dhuafa.
Memang pemberdayaan ekonomi Umat Islam
melalui pelaksanaan ibadah zakat masih banyak menemui hambatan yang bersumber
terutama dari kalangan Umat Islam, yaiu belum adanya kesadaran dalam berzakat.
Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat dan mekanisme
pembayaran, menyebabkan pelaksanaan ibadah zakat menjadi tergantung pada masing-masing individu. Hal ini
pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat, yang seharusnya
memegang peranan penting dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar dalam
pelaksanaannya ini menjadi lebih efektif dan efisien.
Menurut ulama dari Mesir, Yusuf Qardhawi,
zakat adalah sistem keuangan dan ekonomi umat Islam, yang sekaligus sistem
sosial karena berusaha menyelamatkan masyarakat dari berbagai kelemahan. Zakat
juga bisa disebut sistem moral karena ia bertujuan membersihkan jiwa dari
kekikiran orang kaya dan menghilangkan jiwa hasud atau dengki orang yang tidak
punya (miskin dan dhuafa).
Bila kita menunaikan zakat, maka bisa
disebut memiliki keimanan sekaligus menjalankan misi sosial agama Islam di muka
bumi.
Banyak pendapat, baik dari kalangan Muslim
maupun non Muslim, yang mengagumi indahnya konsepsi zakat sebagai pemecahan
problematika sosial. Namun di Indonesia sendiri tak terlihat buktinya. Seandainya
seluruh umat Islam melaksanakan ibadah sosial ini dengan baik, tentu tidak akan
ditemukan lagi orang-orang yang hidupnya sengsara.
Akan tetapi, kebanyakan telah
melalaikan kewajiban ini, sehingga nasib umat Islam sekarang ini lebih buruk dalam
kehidupan ekonomi dan politiknya. Coba bandingkan dengan Iran, Lebanon, Mesir
dan Arab Saudi. Kita hanya bisa berdecak kagum atas berbagai fasilitas yang
diberikan pada umat Islam yang kurang mampu, yang semuanya berasal dari dana
umat seperti zakat, infak, dan shodaqah atau khumus di negara Iran.
Mari kita membudayakan berbagai ibadah
sosial—seperti zakat, infak, shodaqah dan lainnya—dalam kehidupan sehingga umat
Islam hidupnya menjadi lebih baik dan sejahtera.
[ahmad sahidin]