Ada beberapa
penyakit qalbu yang kadang terus hinggapi dan gugurkan amaliyah ibadah seorang
Muslim. Menurut Imam al-Ghazali, bahwa penyakit qalbu bermuara pada hasad
(iri), riya’ dan ‘ujub atau takabbur. Ketiga penyakit ini merupakan induk dari
semua penyakit qalbu lainnya.
Penyakit hasad
atau dengki adalah sikap tidak suka melihat orang lain mendapat nikmat dan
mengharapkan nikmat itu lenyap darinya. Sedangkan kibr atau sombong merupakan
penyakit qalbu, yang pelakunya kadang menganggap remeh orang lain. Rasulullah SAW
bersabda, “kibr itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain"
(HR.Muslim).
Ada pun penyakit
riya ini berkaitan dengan keinginan untuk menanpakkan diri sekaligus ingin
dianggap yang paling wah dan hebat atau lainnya di hadapan orang lain.
]Jika kita
cermati ketiga jenis penyakit kronis ini, bahkan penyakit-penyakit qalbu
lainnya serta kerusakan yang ditimbulkannya sejatinya berpangkal dari ‘virus’
cinta dunia (hubb al-dunya) yang berlebihan.
Akibat terlalu
cinta dunia, rasa iri terhadap nikmat yang dimiliki orang lain akan mulai
menyelinap dalam qalbu-nya. Lalu muncul sifat sombong, karena telah merasa
memiliki segalanya, kemudian bersemi keinginan untuk memamerkan apa yang telah
diperolehnya. Dari sini kemudian tumbuh sikap menghalalkan segala cara asal
tujuan dapat tercapai. Yang penting hasil. Tak peduli bagaimana proses yang
dilaluinya.
Adapun terapi
atau pengobatan yang ditawarkan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, untuk menangani
berbagai penyakit qalbu di atas adalah:
1) Memaksakan dirinya selalu mendekatkan diri
kepada Allah SWT dimana pun berada. Bila seluruh hidupnya sudah diarahkan pada
Allah, maka qalbunya akan selalu mengajak dan mendorong pemiliknya untuk
menemukan ketenangan dan ketentraman bersama Allah SWT. Sehingga tatkala itulah
ruh benar-benar merasakan kehidupan, kenikmatan dan menjadikan hidup lain
daripada yang lain, bukan kehidupan yang penuh kelalaian dan berpaling dari
tujuan penciptaan manusia.
2) Tidak bosan berdzikir. Di antara sebagian
tanda sehatnya qalbu adalah tidak pernah bosan untuk berdzikir mengingat Allah
SWT. Tidak pernah merasa jemu untuk mengabdi kepada-Nya, tidak terlena dan
asyik dengan selain-Nya, kecuali kepada orang yang menunjukkan ke jalan-Nya,
orang yang mengingatkan dia kepada Allah atau saling mengingatkan dalam
kerangka berdzikir kepada-Nya.
3) Menyesal jika luput dari berdzikir. Qalbu
yang sehat di antara tandanya adalah, jika luput dan ketinggalan dari dzikir
dan wirid, maka dia sangat menyesal, merasa sedih dan sakit melebihi sedihnya
seorang bakhil yang kehilangan hartanya.
4) Rindu
beribadah. Qalbu yang sehat selalu rindu untuk menghamba dan mengabdi kepada
Allah, sebagaimana rindunya seorang yang kelaparan terhadap makanan dan
minuman.
5) Khusyu` dalam
shalat. Qalbu yang sehat adalah jika dia sedang melakukan shalat, maka dia
tinggalkan segala keinginan dan sesuatu yang bersifat keduniaan. Sangat
memperhatikan masalah shalat dan bersegera melakukannya, serta mendapati
ketenangan dan kenikmatan di dalam shalat tersebut. Baginya shalat merupakan
kebahagiaan dan penyejuk hati dan jiwa.
6) Selalu
introspeksi dan meperbaiki diri. Qalbu yang sehat senantiasa menaruh perhatian yang besar untuk terus
memperbaiki amal, melebihi perhatian terhadap amal itu sendiri. Dia terus
bersemangat untuk meningkat kan keikhlasan dalam beramal, mengharap nasihat,
mutaba'ah (mengontrol) dan ihsan (seakan-akan melihat Allah) dalam beribadah,
atau selalu merasa dilihat Allah). Bersamaan dengan itu dia selalu
memperhatikan pemberian dan nikmat dari Allah SWT serta kekurangan dirinya di
dalam memenuhi hak-hakNya.
Jika semua yang
disebut sudah tertanam dalam diri, menurut Ibnu Qayyim, maka ia bisa disebut
Muslim yang sehat qalbu dan layak disebut hamba Allah.