Sabtu, 28 Februari 2015

Aminah binti Wahhab, Bunda tercinta Rasulullah SAW




Ada beberapa orang yang diistimewakan berkaitan dengan kelahiran seorang manusia di dunia ini. Kita tahu Nabi Adam lahir tanpa ibu dan bapak, Nabi Isa lahir tanpa bapak, Hawa (isteri Adam) tanpa ibu, dan mungkin ada yang lainnya. Dan sebesar apa pun kebesaran manusia, secara fitrah tidak terlahir begitu saja, tapi ia ada perantara yang menyebabkan lahirnya ke dunia ini. 

Ibu, di sini  menjadi salah satu jembatan lahir dan berkembangnya manusia. Bukankah khataminnabiyyin Muhammad  SAW pun terlahir dari seorang ibu yang bernama Aminah Binti Wahhab?


Nama lengkapnya adalah Aminah binti Wahhab bin Abdul Manaf Bin Zuhrah Bin Kilab. Ia adalah akhwat yang berasal dari keturunan Bani Quraisy, suku yang sangat terhormat di Mekkah, Arab.

Setelah Aminah dewasa dinikahi laki-laki keturunan Bani Hasyim, yaitu Abdullah Bin Abdul Muthalib. Pesta perkawinannya pun dirayakan selama tiga hari tiga malam. Sesuai dengan budaya masyarakat Arab, usai resepsi Abdullah harus tinggal bersama mertua dan berbakti terhadapnya selama tiga hari dan hari keempatnya baru diperkenankan memboyong istrinya. Bahkan bagi masyarakat Mekkah pernikahan mereka disambut gembira, karena secara politis telah menyatukan dua bani yang sering konflik antara Bani Hasyim dan Bani Quraisy.

Pada suatu hari Aminah bertanya kepada Abdullah perihal puteri kepala Bani Quraisy yang ingin diperistri Abdullah. Mengenai hal ini Abdullah menyatakan bahwa mereka melihat pada dirinya ada cahaya.

“Demi Allah, aku tidak keliru, pada jidatmu ada cahaya yang memancar. Dan aku menginginkan cahaya itu berpindah padaku. Sungguh beruntung dan mulianya bila aku menjadi istrimu,” ujar Qatala Binti Naufal, adik dari seorang pendeta Nasrani yang bernama Waraqah Bin Naufal.

Perkawinannya pun membuahkan hasil. Ketika mengandung Aminah bermimpi bahwa ada seseorang yang berkata, “Wahai Aminah, engkau tengah mengandung seorang pemimpin umat manusia.”  

Pada masa-masa mengandung itu Aminah sering ditinggalkan Abdullah yang berdagang ke negeri Syam. Aminah merasa kesepian. Tapi dengan seringnya muncul mimpi-mimpi itu ia jadi tidak resah.

Dua bulan berlalu, terdengar berita bahwa rombongan dari Syam akan tiba di Mekkah. Aminah menunggu suaminya dan berencana akan menceritakan mimpi-mimpi yang dialaminya. Tapi ujian mungkin harus diterimanya. Abdullah tidak ikut pulang ke Mekkah. Dua bulan kemudian muncul kabar bahwa Abdullah wafat dan dikuburkan di Yatsrib. Kesedihan yang tiada tara pun melanda Aminah. Hal ini terlihat dari syair yang dibuatnya :

seorang anak Hasyim telah mati di sisi Batha
menyisihkan liang lahat di tempat yang jauh di sana
banyak ajakan cita-cita yang hendak dipenuhi

  tidak banyak yang ditinggalkan seperti anak Hasyim ini
  mereka membawa tempat tidurnya di senja hari
  rekan-rekannya menampakkannya berramai-ramai

   cita-cita dan keraguannya kian melambung
   dia telah banyak memberikan kasih sayang

Namun beberapa bulan kemudian ia merasa bahagia karena kandungannya mulai besar. Saat kandungan besar Aminah seringkali mendapatkan kejadian aneh yang membuatnya ceria.

Maka pada 12 Rabiul Awwal (ada juga yang menyatakan 17 Rabiul Awwal) tahun gajah (20 April 570) Aminah melahirkan bayi laki-laki sehat, tampan, bersih dan wajahnya bercahaya. Dan sang kakek, Abdul Muthalib, sangat bahagia dengan lahirnya sang cucu hingga membawanya ke Ka’bah (al-baitullah) dan diberi nama Muhammad. Berkaitan dengan kelahiran Nabi diriwayatkan bahwa sepuluh balkon istana Kisra runtuh dan beberapa gereja di sekitar Buhairah amblas ke tanah.  

Karena sudah ketentuan tradisi masyarakat Arab, Muhammad disusui Halimah Binti Abi Duaib As-Sa’diyah, seorang wanita Bani Badya yang tinggal di daerah perkampungan tandus.

“Dari mengandung sampai melahirkan Muhammad atas perkawinanku dengan Abdullah, aku tidak merasakan berat atau pun sakit. Dan hampir tiap malam aku sering melihat ada cahaya dari langit yang menembus ke rumahku. Ini mungkin tanda dari Al-Mudzanab (pendeta dari Persia) yang suatu ketika berbicara padaku, nanti akan lahir seorang laki-laki dari bangsamu yang menggegerkan alam dunia,” ucap Aminah.

Setelah dua tahun disusui Halimah, Muhammad kecil kembali kepangkuan ibunya. Sebulan kemudian Aminah membawanya berziarah ke makam suaminya di Yatsrib. Mereka tinggal di sana sebulan lamanya dan kembali lagi ke Mekkah. Namun ditengah perjalanan, tepatnya di Abwa—desa antara Mekkah dan Madinah—Aminah menderita sakit hingga berakhir pada kematiannya ditahun 575/577.

Ibunda Rasulullah saw ini wafat ketika Muhammad berusia 6 tahun. Aminah merupakan wanita agung dan terhormat. Selayaknya kaum wanita meneladaninya.

[AHMAD SAHIDIN, tulisan lama dan pernah dimuat dalam majalah swadaya]