Ada beberapa orang yang diistimewakan berkaitan dengan kelahiran
seorang manusia di dunia ini. Kita tahu Nabi Adam lahir tanpa ibu dan bapak,
Nabi Isa lahir tanpa bapak, Hawa (isteri Adam) tanpa ibu, dan mungkin ada yang
lainnya. Dan sebesar apa pun kebesaran manusia, secara fitrah tidak terlahir
begitu saja, tapi ia ada perantara yang menyebabkan lahirnya ke dunia ini.
Ibu,
di sini menjadi salah satu jembatan lahir
dan berkembangnya manusia. Bukankah khataminnabiyyin Muhammad SAW pun terlahir dari seorang ibu yang bernama
Aminah Binti Wahhab?
Nama lengkapnya adalah Aminah binti Wahhab bin Abdul Manaf Bin
Zuhrah Bin Kilab. Ia adalah akhwat yang berasal dari keturunan Bani Quraisy,
suku yang sangat terhormat di Mekkah, Arab.
Setelah Aminah dewasa dinikahi laki-laki keturunan Bani Hasyim,
yaitu Abdullah Bin Abdul Muthalib. Pesta perkawinannya pun dirayakan selama
tiga hari tiga malam. Sesuai dengan budaya masyarakat Arab, usai resepsi Abdullah
harus tinggal bersama mertua dan berbakti terhadapnya selama tiga hari dan hari
keempatnya baru diperkenankan memboyong istrinya. Bahkan bagi masyarakat Mekkah
pernikahan mereka disambut gembira, karena secara politis telah menyatukan dua
bani yang sering konflik antara Bani Hasyim dan Bani Quraisy.
Pada suatu hari Aminah bertanya kepada Abdullah perihal puteri
kepala Bani Quraisy yang ingin diperistri Abdullah. Mengenai hal ini Abdullah
menyatakan bahwa mereka melihat pada dirinya ada cahaya.
“Demi Allah, aku tidak keliru, pada jidatmu ada cahaya yang
memancar. Dan aku menginginkan cahaya itu berpindah padaku. Sungguh beruntung
dan mulianya bila aku menjadi istrimu,” ujar Qatala Binti Naufal, adik dari
seorang pendeta Nasrani yang bernama Waraqah Bin Naufal.
Perkawinannya pun membuahkan hasil. Ketika mengandung Aminah
bermimpi bahwa ada seseorang yang berkata, “Wahai Aminah, engkau tengah
mengandung seorang pemimpin umat manusia.”
Pada masa-masa mengandung itu Aminah sering ditinggalkan Abdullah yang
berdagang ke negeri Syam. Aminah merasa kesepian. Tapi dengan seringnya muncul mimpi-mimpi
itu ia jadi tidak resah.
Dua bulan berlalu, terdengar berita bahwa rombongan dari Syam akan
tiba di Mekkah. Aminah menunggu suaminya dan berencana akan menceritakan mimpi-mimpi
yang dialaminya. Tapi ujian mungkin harus diterimanya. Abdullah tidak ikut
pulang ke Mekkah. Dua bulan kemudian muncul kabar bahwa Abdullah wafat dan dikuburkan
di Yatsrib. Kesedihan yang tiada tara pun melanda Aminah. Hal ini terlihat dari
syair yang dibuatnya :
seorang anak Hasyim telah mati di sisi Batha
menyisihkan liang lahat di tempat yang jauh di sana
banyak ajakan cita-cita yang hendak dipenuhi
tidak banyak yang ditinggalkan seperti anak
Hasyim ini
mereka membawa tempat tidurnya di senja hari
rekan-rekannya
menampakkannya berramai-ramai
cita-cita dan keraguannya kian
melambung
dia telah banyak
memberikan kasih sayang
Namun beberapa bulan kemudian ia merasa bahagia karena kandungannya
mulai besar. Saat kandungan besar Aminah seringkali mendapatkan kejadian aneh
yang membuatnya ceria.
Maka pada 12 Rabiul Awwal (ada juga yang menyatakan 17 Rabiul Awwal)
tahun gajah (20 April 570) Aminah melahirkan bayi laki-laki sehat, tampan, bersih
dan wajahnya bercahaya. Dan sang kakek, Abdul Muthalib, sangat bahagia dengan
lahirnya sang cucu hingga membawanya ke Ka’bah (al-baitullah) dan
diberi nama Muhammad. Berkaitan dengan kelahiran Nabi diriwayatkan bahwa
sepuluh balkon istana Kisra runtuh dan beberapa gereja di sekitar Buhairah
amblas ke tanah.
Karena sudah ketentuan tradisi masyarakat Arab, Muhammad disusui Halimah
Binti Abi Duaib As-Sa’diyah, seorang wanita Bani Badya yang tinggal di daerah
perkampungan tandus.
“Dari mengandung sampai melahirkan Muhammad atas perkawinanku
dengan Abdullah, aku tidak merasakan berat atau pun sakit. Dan hampir tiap
malam aku sering melihat ada cahaya dari langit yang menembus ke rumahku. Ini
mungkin tanda dari Al-Mudzanab (pendeta dari Persia) yang suatu ketika
berbicara padaku, nanti akan lahir seorang laki-laki dari bangsamu yang
menggegerkan alam dunia,” ucap Aminah.
Setelah dua tahun disusui Halimah, Muhammad kecil kembali
kepangkuan ibunya. Sebulan kemudian Aminah membawanya berziarah ke makam
suaminya di Yatsrib. Mereka tinggal di sana sebulan lamanya dan kembali lagi ke
Mekkah. Namun ditengah perjalanan, tepatnya di Abwa—desa antara Mekkah dan Madinah—Aminah
menderita sakit hingga berakhir pada kematiannya ditahun 575/577.
Ibunda Rasulullah saw ini wafat ketika Muhammad
berusia 6 tahun. Aminah merupakan wanita agung
dan terhormat. Selayaknya kaum wanita meneladaninya.
[AHMAD SAHIDIN, tulisan lama dan pernah dimuat dalam majalah swadaya]