Adakah
landasan syari` yang berkaitan dengan pemberdayaan Muslimah?
Landasan itu sebenarnya tidak harus dalil tekstual. Untuk dalil tekstual ada dalam surat At-Thaubah ayat 105, waquli`maluu fasayarallahu `amalukum. Pada ayat ini Allah memerintahkan kita untuk berkarya, bekerja, berbuat. Perintah berkarya ini tidak hanya untuk laki-laki, tapi juga kepada para Muslimah agar melakukan suatu aktivitas yang berguna. Bahkan dalam sirah Rasulullah SAW kita melihat bagaimana Rasulullah SAW “membiarkan” kiprah-kiprah para Muslimah.
Artinya, Rasulullah SAW meridhai para Muslimah untuk berkontribusi, baik dalam
hartanya, karyanya, atau ikut berperang. Jadi fakta ini menunjukkan bahwa para
Muslimah diberdayakan. Istri Rasulullah SAW sendiri kan jadi ahli hadits.
Rasulullah juga memberikan kesempatan kepada Muslimah untuk menuntut ilmu dan
mengamalkan ilmu-ilmunya. Inilah bukti adanya landasan bahwa kita dianjurkan
untuk memberdayakan Muslimah.
Kenapa di Indonesia banyak wanita yang menjadi korban eksploitasi?
Banyak faktor
yang melatarbelakangi terjadinya hal tersebut. Kita tidak bisa hitam putih menilai semua itu.
Kadang karena masalah ekonomi, masalah gaya hidup. Namun untuk para Tenaga
Kerja Wanita (TKW) sendiri umumnya sebagai lapangan pekerjaan saja. Tergiur
dengan penghasilan yang besar. Tapi seharusnya ditimbang antara penghasilan
yang didapat dengan pengorbanan yang diberikan. Ekspor TKW ke luar negeri yang
kemarin-kemarin banyak masalah itu seharusnya mulai dibenahi kualitasnya dan
dibenahi pula pemahamannya. Sehingga nantinya tenaga kerja yang dikirim itu
punya keahlian-keahlian dan tidak terjadi masalah-masalah yang bersifat
semena-mena terhadap TKW kita, termasuk perlindungan hukum terhadap mereka
harus menjadi pekerjaan rumah kita. Tidak cukup dianggap sebagai pahlawan
devisa saja.
Setujukah
Muslimah itu harus produktif, baik di ruang domestik maupun publik?
Ya saya setuju.
Allah SWT kan memang mendorong kita untuk beramal dan berbuat sesuatu yang
sifatnya amal shalih. Muslimah memang harus produktif, baik itu dalam
melahirkan anak-anak maupun mendidik generasi berikutnya yang terdidik sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam atau materi-materi yang berguna. Contoh
sederhananya, kita sebagai umat Islam punya kewajiban untuk berzakat. Banyak
ayat-ayat dalam Al-Quran yang memerintahkan kita untuk berjihad dalam harta.
Nah, bagaimana mungkin kita akan berjihad dengan harta kalau kita termasuk mustahik zakat. Jadi bagaimana kita akan berzakat kalau tidak punya harta. Tentu jalannya adalah produktif, ikhtiyar, dan berkarya sehingga menghasilkan harta dan bisa berjihad dengan itu. Ini harus jadi motivasi bagi kita bahwa harus berupaya untuk menjadi muzaki. Tidak terus menerus berada dalam kondisi mustahik.
Pemberdayaan
Muslimah sebenarnya tanggungjawab siapa?
Saya pikir jadi
tanggungjawab semua orang. Setiap pribadi kan harus bertanggungjawab atas
dirinya. Kan nanti kita di akhirat akan berhadapan dengan Allah diminta
pertanggungjawabannya atas semua yang kita lakukan. Setiap diri tidak bisa
saling menyalahkan atau mengatakan. Habis sih saya tidak pernah diberdayakan.
Nanti kita tidak bisa berbicara seperti itu.
Jadi, dari dirinya sendiri harus ada dorongan yang kuat untuk berbuat. Kemudian sebagai umat Islam kita harus saling membantu, memberikan peluang, atau membentuk sistem secara bersama. Karena memang ini yang diajarkan Islam agar bisa saling memperhatikan dan melakukan sinergitas.
Sejauh ini
apakah peran pemerintah sudah maksimal, khususnya kementerian pemberdayaan
perempuan Indonesia?
Kalau sudah
maksimal menurut saya belum. Tapi saya lihat banyak yang sudah dilakukan kementerian
perempuan di Indonesia. Hanya saja harus ada penyeimbang-penyeimbang yang lain.
Di antara penyeimbang-penyeimbang itu harusnya dimulai dari pemberdayaan
keluarga. Sehingga di sana yang terberdayakan bukan hanya Muslimah saja, tapi
juga laki-laki atau orang-orang yang termasuk dalam keluarga.
Jadi, pemberdayaan yang dilakukan adalah pemberdayaan suami-istri. Jangan hanya perempuan saja yang diberdayakan, sementara laki-lakinya dibiarkan memble atau tidak berdaya. Imbangilah segala sesuatunya. Saya cenderung pemberdayaan keluarga kalau ingin menghasilkan masyarakat yang baik. Lalu kemudian di Indonesia muncul kementerian pemberdayaan perempuan, itu semata-mata karena perempuan sudah jauh tertinggal starnya sehingga harus ada daya dorong khusus. Tapi ini harus diimbangkan satu dengan yang lainnya.
Apa tantangan
terbesar yang dihadapi kaum Muslimah sekarang?
Saya melihat tantangan pertama adalah memberikan pemahaman
yang benar tentang dirinya sendiri, kehidupannya, dan arah tujuan hidupnya. Ini
memang filosofis sekali. Tapi itu kuncinya. Muslimah sekarang kenapa tidak
berbuat, atau kenapa mereka salah arah. Itu semua karena mereka tidak paham akan hakikat dan arah tujuannya kemana.
Kalau tahu tujuannya, insya Allah ia akan konsisten dengan arah tujuan
hidupnya.
Apa yang harus dilakukan umat Islam untuk meningkatkan produktivitas atau memberdayakan Muslimah?
Meskipun normatif, saya menyarankan adanya program pencerahan dan membuka wawasan yang benar. Ini harus digalakan. Kita juga kan tahu bahwa seorang Muslim itu harus shalat, shaum, zakat, haji, dan lain sebagainya. Itu semua orang tahu. Tapi bila ditanya apa dampak dari semua itu bagi kehidupan, masyarakat, dan lingkungan kita. Nah, semua hal itulah yang harus disambungkan dalam kehidupan. Harus ada dampaknya di masyarakat. Pemahaman ini yang tidak ada di masyarakat. Karena itu harus terus menerus kita ingatkan, cerahkan wawasannya. Jangan sampai masyarakat kita ini berhenti hanya sebatas shalat, zakat, shaum, tapi tidak ada dampak sosialnya di masyarakat.
Bagaimana
komentar Ibu perihal Lembaga Amil Zakat Nasional Dompet Peduli Ummat Daarut
Tauhiid yang menyalurkan dana zakat, infak, shadaqah untuk pemberdayaan
Muslimah, khususnya Program Pelatihan Baby Sitter?
Saya terus terang
sangat menyambut baik adanya pemberdayaan Muslimah dengan Program Pelatihan
Baby Sitter yang dibiayai dan diselenggarakan Dompet Peduli Ummat Daarut
Tauhiid (DPU DT). Dengan pemberdayaan Muslimah, mudah-mudahan program-progamnya
dapat terbingkai dengan nilai-nilai Islam. Karena saya tidak bisa menafikan
atau memungkiri bahwa masih banyak keluarga-keluarga miskin yang membutuhkan
bantuan untuk membangun sistem yang baik dalam sebuah keluarga.
Karena baby sitter ini punya peran yang besar karena berinteraksi dengan keluarga, terutama dengan anak-anak. Kita juga sering melihat perilaku anak lebih mirip perilaku pengasuhnya ketimbang orangtua. Sebagai upaya penyelamatan aset-aset generasi Muslim, tentunya baby sitter sangat berpeluang untuk membingkai mereka dengan nilai-nilai Islam yang baik dan benar. Sehingga ketika orangtua tak bisa berperan langsung dalam pendidikan anak dan dipercayakan kepada baby sitter, maka baby sitter itu haruslah memiliki wawasan keislaman yang benar. Tentu saja hal itu tidak menggugurkan tanggungjawab dan peran dari seorang ibu terhadap anak.
Ada pesan untuk para Muslimah?
Mulailah kenal
dengan dirinya. Kenali hakikat dan tujuan hidupnya. Kenali berbagai masalah
yang ada dan cari penyelesaiannya. Masalah memang akan selalu ada. Tapi
penyelesaiannya harus menggunakan cara-cara yang sesuai dengan tuntunan agama.
BIODATA
NAMA
Hj. Diah Permata
Nurwita Sari
KELAHIRAN
Bandung, 24 Oktober 1967
PENDIDIKAN TERAKHIR
S-3 University of Applied Science Aachen Jerman
ALAMAT
Jalan Mandala II
No.24 Bandung 40193
SUAMI
Ir. H.
Abdul Hadi Wijaya, M.Sc
AKTIVITAS
- Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat
- Anggota International Moslem Woman Union (IMWU) Cabang
Indonesia
- Ketua Divisi Pemberdayaan Perempuan dan Anak Ikatan
Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI)
Orwil Jawa Barat
- Ketua Lembaga Dakwah dan Pengembangan Potensi Anak PERMATA
Bandung
- Ketua II Kaukus Perempuan Politik Indonesia Cabang Jawa
Barat
- Anggota Majelis Pertimbangan Wilayah (MPW) Partai Keadilan
Sejahtera Jawa Barat.