Jumat, 13 Februari 2015

Diah Permata Nurwita Sari: Rasulullah SAW memberikan kesempatan kepada Muslimah untuk menuntut ilmu dan mengamalkan ilmu-ilmunya


Adakah landasan syari` yang berkaitan dengan pemberdayaan Muslimah?

Landasan itu sebenarnya tidak harus dalil tekstual. Untuk dalil tekstual ada dalam surat At-Thaubah ayat 105, waquli`maluu fasayarallahu `amalukum. Pada ayat ini Allah memerintahkan kita untuk berkarya, bekerja, berbuat. Perintah berkarya ini tidak hanya untuk laki-laki, tapi juga kepada para Muslimah agar melakukan suatu aktivitas yang berguna. Bahkan dalam sirah Rasulullah SAW kita melihat bagaimana Rasulullah SAW “membiarkan” kiprah-kiprah para Muslimah.

 Artinya, Rasulullah SAW meridhai para Muslimah untuk berkontribusi, baik dalam hartanya, karyanya, atau ikut berperang. Jadi fakta ini menunjukkan bahwa para Muslimah diberdayakan. Istri Rasulullah SAW sendiri kan jadi ahli hadits. Rasulullah juga memberikan kesempatan kepada Muslimah untuk menuntut ilmu dan mengamalkan ilmu-ilmunya. Inilah bukti adanya landasan bahwa kita dianjurkan untuk memberdayakan Muslimah.

Kenapa di Indonesia banyak wanita yang menjadi korban eksploitasi?



Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya hal tersebut. Kita tidak bisa hitam putih menilai semua itu. Kadang karena masalah ekonomi, masalah gaya hidup. Namun untuk para Tenaga Kerja Wanita (TKW) sendiri umumnya sebagai lapangan pekerjaan saja. Tergiur dengan penghasilan yang besar. Tapi seharusnya ditimbang antara penghasilan yang didapat dengan pengorbanan yang diberikan. Ekspor TKW ke luar negeri yang kemarin-kemarin banyak masalah itu seharusnya mulai dibenahi kualitasnya dan dibenahi pula pemahamannya. Sehingga nantinya tenaga kerja yang dikirim itu punya keahlian-keahlian dan tidak terjadi masalah-masalah yang bersifat semena-mena terhadap TKW kita, termasuk perlindungan hukum terhadap mereka harus menjadi pekerjaan rumah kita. Tidak cukup dianggap sebagai pahlawan devisa saja.

Setujukah Muslimah itu harus produktif, baik di ruang domestik maupun publik?

Ya saya setuju. Allah SWT kan memang mendorong kita untuk beramal dan berbuat sesuatu yang sifatnya amal shalih. Muslimah memang harus produktif, baik itu dalam melahirkan anak-anak maupun mendidik generasi berikutnya yang terdidik sesuai dengan prinsip-prinsip Islam atau materi-materi yang berguna. Contoh sederhananya, kita sebagai umat Islam punya kewajiban untuk berzakat. Banyak ayat-ayat dalam Al-Quran yang memerintahkan kita untuk berjihad dalam harta.

Nah, bagaimana mungkin kita akan berjihad dengan harta kalau kita termasuk mustahik zakat. Jadi bagaimana kita akan berzakat kalau tidak punya harta. Tentu jalannya adalah produktif, ikhtiyar, dan berkarya sehingga menghasilkan harta dan bisa berjihad dengan itu. Ini harus jadi motivasi bagi kita bahwa harus berupaya untuk menjadi muzaki. Tidak terus menerus berada dalam kondisi mustahik.

Pemberdayaan Muslimah sebenarnya tanggungjawab siapa?

Saya pikir jadi tanggungjawab semua orang. Setiap pribadi kan harus bertanggungjawab atas dirinya. Kan nanti kita di akhirat akan berhadapan dengan Allah diminta pertanggungjawabannya atas semua yang kita lakukan. Setiap diri tidak bisa saling menyalahkan atau mengatakan. Habis sih saya tidak pernah diberdayakan. Nanti kita tidak bisa berbicara seperti itu.

Jadi, dari dirinya sendiri harus ada dorongan yang kuat untuk berbuat. Kemudian sebagai umat Islam kita harus saling membantu, memberikan peluang, atau membentuk sistem secara bersama.
Karena memang ini yang diajarkan Islam agar bisa saling memperhatikan dan melakukan sinergitas.

Sejauh ini apakah peran pemerintah sudah maksimal, khususnya kementerian pemberdayaan perempuan Indonesia?

Kalau sudah maksimal menurut saya belum. Tapi saya lihat banyak yang sudah dilakukan kementerian perempuan di Indonesia. Hanya saja harus ada penyeimbang-penyeimbang yang lain. Di antara penyeimbang-penyeimbang itu harusnya dimulai dari pemberdayaan keluarga. Sehingga di sana yang terberdayakan bukan hanya Muslimah saja, tapi juga laki-laki atau orang-orang yang termasuk dalam keluarga.

Jadi, pemberdayaan yang dilakukan adalah pemberdayaan suami-istri. Jangan hanya perempuan saja yang diberdayakan, sementara laki-lakinya dibiarkan memble atau tidak berdaya. Imbangilah segala sesuatunya. Saya cenderung pemberdayaan keluarga kalau ingin menghasilkan masyarakat yang baik. Lalu kemudian di Indonesia muncul kementerian pemberdayaan perempuan, itu semata-mata karena perempuan sudah jauh tertinggal starnya sehingga harus ada daya dorong khusus. Tapi ini harus diimbangkan satu dengan yang lainnya.

Apa tantangan terbesar yang dihadapi kaum Muslimah sekarang?

Saya melihat tantangan pertama adalah memberikan pemahaman yang benar tentang dirinya sendiri, kehidupannya, dan arah tujuan hidupnya. Ini memang filosofis sekali. Tapi itu kuncinya. Muslimah sekarang kenapa tidak berbuat, atau kenapa mereka salah arah. Itu semua karena mereka tidak paham akan hakikat dan arah tujuannya kemana. Kalau tahu tujuannya, insya Allah ia akan konsisten dengan arah tujuan hidupnya.

Apa yang harus dilakukan umat Islam untuk meningkatkan produktivitas atau memberdayakan Muslimah?

Meskipun normatif, saya menyarankan adanya program pencerahan dan membuka wawasan yang benar. Ini harus digalakan. Kita juga kan tahu bahwa seorang Muslim itu harus shalat, shaum, zakat, haji, dan lain sebagainya. Itu semua orang tahu. Tapi bila ditanya apa dampak dari semua itu bagi kehidupan, masyarakat, dan lingkungan kita. Nah, semua hal itulah yang harus disambungkan dalam kehidupan. Harus ada dampaknya di masyarakat. Pemahaman ini yang tidak ada di masyarakat. Karena itu harus terus menerus kita ingatkan, cerahkan wawasannya. Jangan sampai masyarakat kita ini berhenti hanya sebatas shalat, zakat, shaum, tapi tidak ada dampak sosialnya di masyarakat.

Bagaimana komentar Ibu perihal Lembaga Amil Zakat Nasional Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid yang menyalurkan dana zakat, infak, shadaqah untuk pemberdayaan Muslimah, khususnya Program Pelatihan Baby Sitter?

Saya terus terang sangat menyambut baik adanya pemberdayaan Muslimah dengan Program Pelatihan Baby Sitter yang dibiayai dan diselenggarakan Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid (DPU DT). Dengan pemberdayaan Muslimah, mudah-mudahan program-progamnya dapat terbingkai dengan nilai-nilai Islam. Karena saya tidak bisa menafikan atau memungkiri bahwa masih banyak keluarga-keluarga miskin yang membutuhkan bantuan untuk membangun sistem yang baik dalam sebuah keluarga.

Karena baby sitter ini punya peran yang besar karena berinteraksi dengan keluarga, terutama dengan anak-anak. Kita juga sering melihat perilaku anak lebih mirip perilaku pengasuhnya ketimbang orangtua. Sebagai upaya penyelamatan aset-aset generasi Muslim, tentunya baby sitter sangat berpeluang untuk membingkai mereka dengan nilai-nilai Islam yang baik dan benar. Sehingga ketika orangtua tak bisa berperan langsung dalam pendidikan anak dan dipercayakan kepada baby sitter, maka baby sitter itu haruslah memiliki wawasan keislaman yang benar. Tentu saja hal itu tidak menggugurkan tanggungjawab dan peran dari seorang ibu terhadap anak.

Ada pesan untuk para Muslimah?

Mulailah kenal dengan dirinya. Kenali hakikat dan tujuan hidupnya. Kenali berbagai masalah yang ada dan cari penyelesaiannya. Masalah memang akan selalu ada. Tapi penyelesaiannya harus menggunakan cara-cara yang sesuai dengan tuntunan agama.

BIODATA

NAMA
Hj. Diah Permata Nurwita Sari

KELAHIRAN
Bandung, 24 Oktober 1967

PENDIDIKAN TERAKHIR
S-3 University of Applied Science Aachen Jerman

ALAMAT
Jalan Mandala II No.24 Bandung 40193

SUAMI
Ir. H. Abdul Hadi Wijaya, M.Sc

AKTIVITAS
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat
- Anggota International Moslem Woman Union (IMWU) Cabang Indonesia
- Ketua Divisi Pemberdayaan Perempuan dan Anak Ikatan Cendekiawan Muslim 
   Indonesia (ICMI) Orwil Jawa Barat
- Ketua Lembaga Dakwah dan Pengembangan Potensi Anak PERMATA Bandung
- Ketua II Kaukus Perempuan Politik Indonesia Cabang Jawa Barat
- Anggota Majelis Pertimbangan Wilayah (MPW) Partai Keadilan Sejahtera Jawa Barat.