SEBAGAI umat Islam sudah seharusnya meneledani kehidupan dan
akhlak Nabi Muhammad SAW, termasuk dalam berderma. Namun dalam berderma,
apalagi bila dilihat di jalan-jalan raya banyak orang yang menengadahkan tangan
dengan pakaian rombeng dan wajah kuyu. Memang akan trenyuh bila melihat kondisi dan mendengar lirih suaranya.
Memberi atau tidak, itu sebuah pilihan. Jika memberi kemungkinan besar tak
mendidik karena membuatnya kecanduan untuk terus memelas belas kasih orang. Memang
seharusnya membangkitkannya agar menjadi manusia yang mandiri dan
berpenghasilan. Namun tidak sedikit orang-orang yang berderma tidak
menghiraukan aspek ini. Mereka langsung beri saja. Bila semua orang berperilaku
seperti ini sangat mungkin tidak mengentaskan kemiskinan di negeri ini. Apalagi
bila dilihat dari tahun ke tahun, angka kemiskinan dan pengangguran di
Indonesia penurunannya belum menggembirakan.
Bank Dunia melaporkan jumlah penduduk miskin Indonesia 2007 sebanyak 105,3
juta, atau 45,2% dari total populasi Indonesia sebanyak 232,9 juta jiwa. Sedangkan
BPS (Badan Pusat Statistik) melaporkan pada Maret 2007 menurun menjadi 37,2
juta jiwa (16,6%) dari 39,3 juta jiwa (17,7%) pada Maret 2006. Jumlah penurunan
ini bila dilihat dari jumlah penduduk miskin belum mengubah orang menjadi
mandiri dan bahkan belum membawa perubahan yang signifikan. Sehingga penduduk
Indonesia masih miskin dan memerlukan perhatian yang lebih pada masalah
tersebut. Tentu yang harus menjadi perhatian dan pemikiran, yaitu bagaimana
mengubah taraf hidup orang miskin menjadi produktif, solutif, dan mandiri.
Memang ini persoalan yang membutuhkan pemikiran dan kerja keras. Pemerintah
bersama lembaga-lembaga mitra memang sedang berupaya ke arah tersebut. Misalnya,
untuk penanggulangan kemiskinana diluncurkan berbagai Inpres, seperti Inpres
Kesehatan, Inpres Perhubungan, Inpres Pasar, Bangdes, Inpres Desa Tertinggal
(IDT), Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil
(P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan
Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pembangunan Prasarana
Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) dan lainnya. Namun bila ditanya seberapa besar
efek program pemberdayaan tersebut pada lapisan masyarakat miskin? Jawabannya adalah
perekonomian Indonesia ambruk dan tak tahan menghadapi krisis moneter pada 1997,
yang hingga 2008 pun masih dirasakan dampaknya.
Menurut Dalle Daniel Sulekale, Ketua Yayasan Kurnia, dalam tulisannya yang
berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Era Otonomi Daerah” (www.ekonomirakyat.org)
berpendapat, struktur perekonomian Indonesia ambruk
karena kurang seimbangnya perhatian yang diberikan pemerintah Indonesia sejak
awal kemerdekaan hingga kini, terutama dalam pengembangan ekonomi
kelompok-kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah, dibandingkan dengan kelompok-kelompok
usaha besar. Begitu pun kelompok-kelompok usaha besar kurang menjalin hubungan
yang sifatnya saling memperkuat dengan kelompok-kelompok usaha mikro, kecil,
dan menengah.
Jadi, menurut Dalle, strategi pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak
dibarengi pemerataan merupakan kesalahan besar. Itulah yang tidak diperhatikan pemerintah
sehingga perekonomian masyarakat Indonesia terpuruk. Yang miskin belum
berdaya, dan yang kaya belum (membantu) memberdayakan masyarakat miskin.
Memang ada beberapa lembaga
sosial atau lembaga amil zakat di Indonesia yang berupaya membantu
menyelesaikan persoalan tersebut. Dengan dana zakat, infak, shodaqah dan dana
sosial lainnya, mereka berkiprah bersama masyarakat dalam berbagai program
pemberdayaan.
Program yang memberdayakan
Mengentaskan kemiskinan dengan
program yang memberdayakan dan memandirikan masyarakat dhuafa serta bisa
menjadi solusi bagi yang lainnya, merupakan langkah yang harus ditempuh semua
lembaga Islam. Semua programnya harus dikhususkan untuk masyarakat dhuafa atau
warga miskin yang memiliki potensi untuk produktif, mandiri, dan meningkatkan
taraf hidupnya.
Namun berjalan tidaknya, berhasil
tidaknya, atau sukses tidaknya dalam memberdayakan masyarakat miskin dan
dhuafa, tidak lepas dari kepedulian dan kepercayaan masyarakat. Untuk itu,
marilah memberdayakan masyarakat miskin dan dhuafa dengan menyisihkan sebagian
rezeki melalui lembaga yang amanah, berpengalaman dan terbukti dalam
pelaksanaannya.
(ahmad sahidin)