Sabtu, 14 Februari 2015

Penduduk Indonesia masih Miskin

SEBAGAI umat Islam sudah seharusnya meneledani kehidupan dan akhlak Nabi Muhammad SAW, termasuk dalam berderma. Namun dalam berderma, apalagi bila dilihat di jalan-jalan raya banyak orang yang menengadahkan tangan dengan pakaian rombeng dan wajah kuyu. Memang akan trenyuh bila melihat kondisi dan mendengar lirih suaranya.

Memberi atau tidak, itu sebuah pilihan. Jika memberi kemungkinan besar tak mendidik karena membuatnya kecanduan untuk terus memelas belas kasih orang. Memang seharusnya membangkitkannya agar menjadi manusia yang mandiri dan berpenghasilan. Namun tidak sedikit orang-orang yang berderma tidak menghiraukan aspek ini. Mereka langsung beri saja. Bila semua orang berperilaku seperti ini sangat mungkin tidak mengentaskan kemiskinan di negeri ini. Apalagi bila dilihat dari tahun ke tahun, angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia penurunannya belum menggembirakan.


Bank Dunia melaporkan jumlah penduduk miskin Indonesia 2007 sebanyak 105,3 juta, atau 45,2% dari total populasi Indonesia sebanyak 232,9 juta jiwa. Sedangkan BPS (Badan Pusat Statistik) melaporkan pada Maret 2007 menurun menjadi 37,2 juta jiwa (16,6%) dari 39,3 juta jiwa (17,7%) pada Maret 2006. Jumlah penurunan ini bila dilihat dari jumlah penduduk miskin belum mengubah orang menjadi mandiri dan bahkan belum membawa perubahan yang signifikan. Sehingga penduduk Indonesia masih miskin dan memerlukan perhatian yang lebih pada masalah tersebut. Tentu yang harus menjadi perhatian dan pemikiran, yaitu bagaimana mengubah taraf hidup orang miskin menjadi produktif, solutif, dan mandiri.

Memang ini persoalan yang membutuhkan pemikiran dan kerja keras. Pemerintah bersama lembaga-lembaga mitra memang sedang berupaya ke arah tersebut. Misalnya, untuk penanggulangan kemiskinana diluncurkan berbagai Inpres, seperti Inpres Kesehatan, Inpres Perhubungan, Inpres Pasar, Bangdes, Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) dan lainnya. Namun bila ditanya seberapa besar efek program pemberdayaan tersebut pada lapisan masyarakat miskin? Jawabannya adalah perekonomian Indonesia ambruk dan tak tahan menghadapi krisis moneter pada 1997, yang hingga 2008 pun masih dirasakan dampaknya.

Menurut Dalle Daniel Sulekale, Ketua Yayasan Kurnia, dalam tulisannya yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Era Otonomi Daerah” (www.ekonomirakyat.org) berpendapat, struktur perekonomian Indonesia ambruk karena kurang seimbangnya perhatian yang diberikan pemerintah Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga kini, terutama dalam pengembangan ekonomi kelompok-kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah, dibandingkan dengan kelompok-kelompok usaha besar. Begitu pun kelompok-kelompok usaha besar kurang menjalin hubungan yang sifatnya saling memperkuat dengan kelompok-kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah.

Jadi, menurut Dalle, strategi pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak dibarengi pemerataan merupakan kesalahan besar. Itulah yang tidak diperhatikan pemerintah sehingga perekonomian masyarakat Indonesia terpuruk. Yang miskin belum berdaya, dan yang kaya belum (membantu) memberdayakan masyarakat miskin.    

Memang ada beberapa lembaga sosial atau lembaga amil zakat di Indonesia yang berupaya membantu menyelesaikan persoalan tersebut. Dengan dana zakat, infak, shodaqah dan dana sosial lainnya, mereka berkiprah bersama masyarakat dalam berbagai program pemberdayaan.

Program yang memberdayakan
Mengentaskan kemiskinan dengan program yang memberdayakan dan memandirikan masyarakat dhuafa serta bisa menjadi solusi bagi yang lainnya, merupakan langkah yang harus ditempuh semua lembaga Islam. Semua programnya harus dikhususkan untuk masyarakat dhuafa atau warga miskin yang memiliki potensi untuk produktif, mandiri, dan meningkatkan taraf hidupnya.


Namun berjalan tidaknya, berhasil tidaknya, atau sukses tidaknya dalam memberdayakan masyarakat miskin dan dhuafa, tidak lepas dari kepedulian dan kepercayaan masyarakat. Untuk itu, marilah memberdayakan masyarakat miskin dan dhuafa dengan menyisihkan sebagian rezeki melalui lembaga yang amanah, berpengalaman dan terbukti dalam pelaksanaannya. 

(ahmad sahidin)