Rabu, 25 Februari 2015

Peduli Kaum Hawa, Berdayakan Muslimah

BANYAK perusahaan yang menggunakan tenaga kaum hawa dalam menjalankan roda  usahanya. Pabrik-pabrik yang berada di kota-kota besar biasanya banyak memperkerjakan kaum hawa sebagai karyawan. Hampir 70% yang jadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri adalah kaum hawa, yang rata-rata beraktivitas sebagai pembantu rumah tangga, buruh pabrik, bagian dapur, mengurus hewan peliharaan, dan lain sebagainya. Namun keberadaannya tidak semanis janji yang disampaikan para agen pengirim TKI/TKW.

Bahkan bila melihat iklan lowongan kerja di media massa atau pada papan informasi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), banyak perusahaan yang cenderung mencari tenaga kerja wanita. Di samping bisa memberi upah murah, pengusaha juga merasa lebih dapat menghemat uang perusahaan karena tidak perlu memberi tunjangan sosial akibat tidak adanya tanggungan keluarga. Dengan memperkerjakan kaum wanita, perusahaan tidak akan mendapatkan kesulitan dalam menerapkan kebijaksanaan perusahaan—karena wanita cenderung penurut.

Memang ada upaya untuk mengatasi masalah sikap pengusaha yang cenderung mengeksploitasi karyawan wanita. Melalui Menteri Tenaga Kerja, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1989 yang mengancam dengan sanksi hukuman bagi perusahaan yang melanggar Ketentuan Upah Minimal. Tetapi karena sanksi yang diberikan relatif ringan, maka pihak perusahaan biasanya tidak merasa terbebani atau tidak menjadi persoalan yang serius dengan adanya sanksi tersebut. Akhirnya, yang menjadi korban tetap saja karyawan, terutama kaum wanita. Dari mulai gajih tak standar, dibayar setengah gajih, hingga pelecehan seksual dan tekanan mental.

Tak ada jalan yang lebih aman untuk kaum wanita, selain mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dalam bentuk usaha-usaha produktif. Namun tak semua wanita atau perempuan berpikiran ke arah tersebut. Apalagi yang melangkah ke dunia pemberdayaan dan kewirausahaan, pasti belum sebanding dengan jumlah wanita atau perempuan yang ada di Indonesia.. 

Peran dalam pemberdayaan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pakar ekonomi mikro Iwan Rudi Saktiawan, bahwa kaum hawa merupakan salah satu pilar berjalannya pemberdayaan ekonomi di sebuah masyarakat. Ia mencontohkan program Grameent Bank di Bangladesh yang memberikan pinjaman dana buat kaum dhuafa, yang rata-rata wanita atau ibu-ibu miskin. Mereka dengan pinjaman modal tanpa agunan, mulai merintis usaha, memproduksi, memasarkan, dan menikmati hasil usahanya itu.

Kerja pemberdayaaan yang diusung Prof Muhammad Yunus itu tidak langsung sukses, tapi melalui proses waktu yang cukup lama. Dengan waktu yang lama itu, Grameen Bank yang memulai pada 1976, telah membuktikan bahwa pemberian kredit ke kaum miskin, terutama kaum wanita, telah berperan memotong lingkaran kemiskinan dan terhindar dari jeratan lintah darat (rentenir).

Program Misykat dan Baby Sitter
Lembaga Amil Zakat Nasional Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid (DPU DT) sebagai lembaga yang diamanahi dalam mengelola dan menyalurkan dana umat seperti zakat, infak, shodaqah atau dana sosial lainnya, melirik kaum hawa atau ibu-ibu miskin dalam menjalankan program-program pemberdayaannya. Dua di antara program yang diperuntukan bagi kaum hawa yang dhuafa dan miskin ini adalah Misykat dan Baby Sitter.

Program Microfinance Syariah berbasis Masyarakat (Misykat) yang didirikan secara resmi pada 22 April 2002 ini hingga kini sudah menampakkan hasilnya. Lebih dari 1500 orang dhuafa dan miskin telah diberi pendidikan, pelatihan, dan pesmbinaan, sehingga bisa berkarir dalam usahanya masing-masing.

Di Bandung saja dari tahun 2003 sampai Februari 2008, tercatat sekitar 1169  kaum dhuafa yang diberdayakan, yang sebagian besar kaum hawa atau ibu-ibu. Sedangkan kaum adam atau laki-laki kurang dari 50 orang. Jenis usaha kaum hawa yang menjadi anggota Misykat DPU DT, di antaranya: warung sembako, warung kelontongan, pedagang asongan, produksi makanan tradisional (rangining-ranginang), bakso, peci rajut, telor asin, kue kering, kue basah, menjahit, catering, warung nasi, jualan sayur keliling, ayam potong, ternak kelinci, ternak domba, ternak ikan, bandeng presto, tas mendong, aksesoris kerang, dan usaha-usaha lainnya.

Sedangkan program Baby Sitter yang telah digulirkan hingga lima angkatan ini menghasilkan 115 Baby Sitter. Baby Sitter ini berbeda dengan lulusan lembaga lain, karena mereka diberi pendidikan Islam khas Menejemen Qalbu (MQ). Program yang bekerjasama dengan Muslimah Center Yayasan Daarut Tauhiid Bandung ini berlangsung sejak akhir 2004 hingga 2006. Lulusannya pun ditempatkan di keluarga-keluarga muslim (jamaah dan mitra Daarut Tauhiid) yang berada di kota-kota besar Indonesia.

Program Misykat dan Baby Sitter yang memberdayakan muslimah dhuafa ini dinilai baik oleh Dr.Hj.Diah Permata Nurwita Sari, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat.

”Saya terus terang sangat menyambut baik adanya pemberdayaan muslimah yang dibiayai dan diselenggarakan DPU DT. Dengan pemberdayaan muslimah ini, mudah-mudahan program-progamnya terbingkai dengan nilai-nilai Islam. Karena saya tidak bisa memungkiri bahwa masih banyak keluarga-keluarga miskin yang membutuhkan bantuan untuk membangun sistem yang baik dalam sebuah keluarga,” komentar doktor teknik penerbangan lulusan University of Applied Science Aachen, Jerman, beberapa waktu lalu. (Ahmad Sahidin; pernah dimuat dalam majalah swadaya)