Setelah
Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat, Imam Hasan bin Ali dibaiat menjadi khalifah
Islam oleh umat Islam pada Jumat, 21 Ramadhan 40 Hijriah.
Secara politik, pemerintahan
Imam Hasan lemah karena beberapa wilayah Islam seperti Suriah dan Damaskus
dikuasai Muawiyah bin Abu Sufyan. Sedangkan wilayah kekuasaan Imam Hasan hanya
Makkah dan Madinah.
Keadaan tersebut diperburuk dengan gencarnya gerakan Khawarij
yang banyak melakukan pembantaian terhadap umat Islam. Bahkan, kalangan munafik jumlahnya semakin
bertambah disertai dengan hadirnya orang-orang Muawiyah yang gencar menanamkan
isu-isu negatif terhadap keluarga Nabi Muhammad saw. Merasa khawatir terhadap
umat Islam yang menjadi sasaran kezaliman mereka, Imam Hasan menyanggupi
perjanjian damai yang ditawarkan Muawiyah dengan syarat menghentikan pembunuhan
terhadap kaum Muslim. Tidak lama kemudian Muawiyah memproklamirkan dirinya
sebagai penguasa di Damaskus, Syiria.
“Demi
Allah, aku letakkan jabatan itu karena tidak ada yang mendukung dan membantuku.
Kalau saja ada yang membantu dan mendukungku, tentu setiap hari aku perangi dia
sampai Allah memutuskan antara dia dan aku,” kata Imam Hasan dalam sebuah
pidatonya (Rasul Ja`farian, 2006: 378-454).
Imam
Hasan beserta keluarga meninggalkan Kufah menuju Madinah sehingga pemerintahan
Khulafa Ar-Rasyidun berakhir tanpa perlawanan fisik. Tidak salah jika Imam
Hasan disebut pendiri mazhab ukhuwah yang tidak menginginkan umatnya menjadi
korban kezaliman musuh. Dengan sikap ini wajar kalau dahulu kakeknya, Rasulullah
saw, menyebut Imam Hasan sebagai pemuda ahli surga.
Dari Abu Said Al-Khudriy bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Al-Hasan dan Al-Husain adalah penghulu para pemuda ahli surga”
(HR Ahmad dan Al-Hakim) dan Abu Hazm menceritakan bahwa Abu Hurairah mendengar
Rasulullah saw berkata, “Barangsiapa yang mencintai Hasan dan Husain berarti
telah mencintaiku, dan barang siapa yang membencinya berarti telah membenciku”
(HR Ahmad).
Meski sudah
menyerahkan kekuasaannya, Imam Hasan tetap diawasi dan dibunuh dengan racun
sehingga wafat pada 660 M. []
(Diambil dari buku SEJARAH
POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit:
Acarya
Media Utama, Bandung, tahun 2010)