Kepemimpinan
Islam pun beralih kepada Imam Ali As-Sajjad putra Imam Husain bin Ali yang
selamat dari pembantaian keji di Karbala. Imam Ali bin Husain ini lahir di
Madinah, 15 Jumadil Ula 36 H. Cucu Imam Ali bin Abi Thalib ini pada kalangan
sufi dikenal dengan nama Imam Ali Zainal Abidin yang bergelar As-Sajjad.
Imam
Ali Zainal Abidin dikenal sebagai sebagai zahid dan dermawan. Sehari-harinya
banyak dihabiskan dengan ibadah, sujud, dan doa. Dalam melantunkan doa tidak
lepas air mata. Suatu hari pengikutnya mendapatinya sedang terisak-isak
menangis seraya menggumamkan kalimat, “La ilaha illallah, haqqan haqqa. La
ilaha illallah ta`abidan wa riqqa. La ilaha illallah imanan wa shidqa
(tidak ada tuhan kecuali Allah yang sebenar-benarnya. Tidak ada tuhan kecuali
Allah dengan keimanan dan ketulusan).”
“Ya
Sayyidi,” tegurnya, “belum jugakah datang waktunya dukamu berhenti dan tangismu
berkurang.”
“Bagaimana
engkau ini,” kata Ali, “Yakub bin Ishaq adalah Nabi dan putra Nabi. Ia
mempunyai dua belas putra. Seorang di antara mereka hilang dan Yakub menderita.
Matanya buta karena sering menangis dan rambutnya beruban. Padahal, anak yang
ditangisinya masih hidup di dunia. Aku melihat ayahku, saudaraku, dan tujuh
belas saudaraku dibantai di depanku. Mungkinkah hilang dukaku dan berkurang
tangisanku?”
Seorang
perawi hadits, Al-Zuhri, berujar, “Aku tidak menjumpai seorang pun dari
keluarga Rasulullah (saw) yang lebih utama dari putra Husain.”
Imam
Ali Zainal Abidin juga dikenal ahli sujud sehingga digelari As-Sajjad.
Mengenai kesalehannya, diceritakan bahwa ketika hendak shalat wajah Imam Ali
Zainal Abidin pucat dan badannya gemetar. Ketika ditanya mengapa demikian, ia
menjawab, “Kamu tidak mengetahui di hadapan siapa aku berdiri (shalat) dan
kepada siapa aku bermunajat.”
Namun,
sosok zahid itu nasibnya tidak mulus. Ia oleh Yazid bin Muawiyah dan Abdul
Malik, penguasa Daulah Umayyah, dirantai ibarat binatang di depan umum. Ia
digiring dari Damaskus ke Madinah kemudian kembali lagi ke Madinah. Sungguh
betapa kejamnya musuh Islam memperlakukan keturunan Nabi Muhammad saw.
Wibawa
Imam Ali Zainal Abidin membuat kaum Muslim simpati sehingga banyak yang menjadi
pengikutnya. Melihat simpati kaum Muslim yang semakin bertambah, pemerintah Daulah
Umayyah menilainya sebagai potensi yang dapat mengganggu stabilitas politik dan
meruntuhkan tampuk kekuasaannya. Akhirnya, penguasa Daulah Umayyah, Al-Walid
bin Abdul Malik bin Marwan, meracuni makanannya. Imam Ali Zainal Abidin
mengembuskan nafas terakhir pada 25 Muharram 95 H.[]
(Diambil dari buku SEJARAH
POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit:
Acarya
Media Utama, Bandung, tahun 2010)