Sabtu, 08 Juli 2017

Imam Ali As-Sajjad


Kepemimpinan Islam pun beralih kepada Imam Ali As-Sajjad putra Imam Husain bin Ali yang selamat dari pembantaian keji di Karbala. Imam Ali bin Husain ini lahir di Madinah, 15 Jumadil Ula 36 H. Cucu Imam Ali bin Abi Thalib ini pada kalangan sufi dikenal dengan nama Imam Ali Zainal Abidin yang bergelar As-Sajjad.

Imam Ali Zainal Abidin dikenal sebagai sebagai zahid dan dermawan. Sehari-harinya banyak dihabiskan dengan ibadah, sujud, dan doa. Dalam melantunkan doa tidak lepas air mata. Suatu hari pengikutnya mendapatinya sedang terisak-isak menangis seraya menggumamkan kalimat, “La ilaha illallah, haqqan haqqa. La ilaha illallah ta`abidan wa riqqa. La ilaha illallah imanan wa shidqa (tidak ada tuhan kecuali Allah yang sebenar-benarnya. Tidak ada tuhan kecuali Allah dengan keimanan dan ketulusan).”

“Ya Sayyidi,” tegurnya, “belum jugakah datang waktunya dukamu berhenti dan tangismu berkurang.” 

“Bagaimana engkau ini,” kata Ali, “Yakub bin Ishaq adalah Nabi dan putra Nabi. Ia mempunyai dua belas putra. Seorang di antara mereka hilang dan Yakub menderita. Matanya buta karena sering menangis dan rambutnya beruban. Padahal, anak yang ditangisinya masih hidup di dunia. Aku melihat ayahku, saudaraku, dan tujuh belas saudaraku dibantai di depanku. Mungkinkah hilang dukaku dan berkurang tangisanku?”

Seorang perawi hadits, Al-Zuhri, berujar, “Aku tidak menjumpai seorang pun dari keluarga Rasulullah (saw) yang lebih utama dari putra Husain.” 

Imam Ali Zainal Abidin juga dikenal ahli sujud sehingga digelari As-Sajjad. Mengenai kesalehannya, diceritakan bahwa ketika hendak shalat wajah Imam Ali Zainal Abidin pucat dan badannya gemetar. Ketika ditanya mengapa demikian, ia menjawab, “Kamu tidak mengetahui di hadapan siapa aku berdiri (shalat) dan kepada siapa aku bermunajat.”

Namun, sosok zahid itu nasibnya tidak mulus. Ia oleh Yazid bin Muawiyah dan Abdul Malik, penguasa Daulah Umayyah, dirantai ibarat binatang di depan umum. Ia digiring dari Damaskus ke Madinah kemudian kembali lagi ke Madinah. Sungguh betapa kejamnya musuh Islam memperlakukan keturunan Nabi Muhammad saw.

Wibawa Imam Ali Zainal Abidin membuat kaum Muslim simpati sehingga banyak yang menjadi pengikutnya. Melihat simpati kaum Muslim yang semakin bertambah, pemerintah Daulah Umayyah menilainya sebagai potensi yang dapat mengganggu stabilitas politik dan meruntuhkan tampuk kekuasaannya. Akhirnya, penguasa Daulah Umayyah, Al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan, meracuni makanannya. Imam Ali Zainal Abidin mengembuskan nafas terakhir pada 25 Muharram 95 H.[]


(Diambil dari buku SEJARAH POLITIK ISLAM karya Ahmad Sahidin. Penerbit:  Acarya Media Utama, Bandung, tahun 2010)