DALAM sejarah Islam banyak kaum hawa yang bisa dijadikan
teladan. Beberapa di antaranya adalah Khadijah binti Khuwailid dan Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah saw.
Khadijah berasal dari kalangan bangsawan Quraisy dan keluarga pedagang. Tidak heran jika kemudian ia menjadi pebisnis besar
dan kaya.
Salah satu karyawan yang menjualkan dagangan Khadijah adalah
Muhammad bin Abdullah. Sosok Muhammad yang dikenal sebagai Al-Amin (yang dapat
dipercaya) membuat Khadijah percaya dan tidak keberatan membawa barang
dagangannya itu ke luar kota. Apalagi kemampuan bisnis Muhammad yang cekatan,
piawai, cerdas, dan berperrilaku mulia membuat hati Khadijah tertarik. Khadijah
pun menikah dengan Muhammad. Setelah pernikahan dengan Khadijah, Muhammad
diangkat menjadi nabi dan rasul penutup. Misi suci ini membuat Rasulullah saw
banyak meninggalkan rumah untuk berdakwah. Sebagai istri, Khadijah pun
mendukungnya, hingga tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk membantu
penyebaran Islam.
Selain Khadijah, ada Fathimah Az-Zahra yang dikenal sebagai
Muslimah yang banyak membantu dakwah ayahnya, Rasulullah saw. Fathimah lahir
pada 20 Jumadil Tsani tahun kelima
kenabian. Sejak kecil Fathimah sering dibawa bepergian oleh
ayahnya.
Suatu hari Rasulullah saw sedang sujud di Masjidil Haram.
Lalu, beberapa orang musyrik datang dan melemparkan bangkai kambing ke arah
punggung Nabi. Kemudian dengan cepat Fathimah menyingkirkan bangkai kambing
yang menimpa ayahnya itu. Ketika itu juga Nabi langsung bermunajat, “Ya Allah,
engkau yang akan menghadapi para pemuka Quraisy. Engkaulah yang akan menghadapi
Abu Jahal Bin Hisyam, Utbah Bin Rabiah, Syaibah Bin Rabiah, Uqbah Bin Abi Muith
dan Ubay Bin Khalaf ” (HR.Muslim). Bahkan dalam Perang Uhud, Fathimahlah yang
membersihkan dan mengobati luka-luka yang diderita Rasulullah saw.
Fathimah juga dikenal istri yang tak pernah mengeluh soal
kemiskinan, dan tak menuntut Ali bin Abu Thalib untuk memberinya kalung atau
perhiasan. Bahkan dalam sejarah diceritakan bahwa Fathimah hidup bersama Ali bin
Abu Thalib dalam rumah kecil yang terbuat dari tanah dengan memakai alas dari
kulit kambing dan jika siang alas kulit itu digunakan untuk tempat rumput makanan
untanya. Bahkan jilbabnya pun terbuat dari tenunan kulit pohon kurma.
Bentuk kehidupan Fathimah Az-Zahra yang sederhana dan
prihatin tersebut menujukkan putri Rasulullah saw merupakan sosok yang
mencintai akhirat ketimbang dunia. Aspek ini yang mestinya diteladani dalam
kehidupan, terutama sisi kesederhanaan dan kesetiaannya.
Fathimah pun tak malu harus menggiling gandum untuk
menyiapkan roti keluarganya sehingga tangannya luka. Hal ini merupakan
pelajaran, seorang ibu rumah tangga harus berupaya untuk produktif dan merasa
cukup dengan yang ada, membantu suami dalam masalah rumah tangga.
Pelayanan dan kesetiaan Fathimah pada suaminya tidak ada
bandingannya. Beliau begitu lembut dan pandai menghibur suaminya, sehingga bisa
menghilangkan rasa lelah jiwa dan badan suami tercintanya. Ali bin Abu Thalib, suaminya,
mengatakan, “setiap saat aku melihat wajahnya, maka hilanglah semua kesedihanku.”
Muhammad Quraisy Shihab menjelaskan, dalam sejarah telah ada
beberapa aktivitas yang dilakukan kaum hawa pada masa Nabi Muhammad saw. Dari
urusan bisnis sampai dalam peperangan. Nama-nama seperti Ummu Salamah (istri
Nabi), Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah, dan lain-lain,
tercatat sebagai tokoh-tokoh yang terlibat dalam peperangan.
Di samping itu, para perempuan pada masa Nabi Muhammad saw
aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias
pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias, dan Shafiyah bin Huyay—istri Nabi Muhammad saw juga dikenal sebagai perawat.
Keterlibatan mereka itu merupakan hasil dari didikan dan
binaan Rasulullah saw, yang senantiasa memberi perhatian atau pengarahan kepada
perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan
pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat. Misalnya, ada hadis yang diriwayatkan Abu
Nu'aim dari Abdullah bin Rabi' Al-Anshari, bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Sebaik-baik ‘permainan’ seorang perempuan Muslimah di dalam rumahnya adalah
memintal (menenun)”.
Aisyah binti
Abu Bakar diriwayatkan pernah berkata, "Alat pemintal di tangan perempuan
lebih baik daripada tombak di tangan lelaki." Bahkan, Rasulullah
saw dengan risalah Ilahi menetapkan hak milik bagi kaum hawa dengan berbagai
jenis dan cabangnya serta hak untuk mempergunakannya, termasuk hak
mempertahankan hartanya dan membela dirinya. Begitulah peran kaum hawa yang bisa menjadi teladan bagi kaum Muslimah
di masa sekarang ini. [ahmad sahidin]