TIDAK ada agama yang begitu serius mengatur persoalan ilmu
dan pendidikan, selain agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Agama yang
diridhai Allah Ta`ala ini, menempatkan ilmu pada posisi yang luar biasa,
sehingga umat Islam diwajibkan belajar.
Ada beberapa hadits yang menjadi rujukan mengenai hal
tersebut. Di antaranya: “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap Muslim”
(HR.Bukhari); “Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu,
maka Allah mudahkan jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan
sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat”(HR.Muslim);
“Barangsiapa keluar dalam rangka mencari ilmu, maka dia berada di dalam jalan
Allah hingga kembali” (HR. Tirmidzi); dan dalam hadits yang diriwayatkan Ar
Rabii’, Rasulullah saw bersabda, “Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu
adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Sedangkan mengajarkannya
kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu
pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan akhirat.”
Bahkan dalam al-Quran terdapat ayat-ayat yang menegaskan
pentingnya mencari, mempelajari, dan menjadi orang berilmu. Di antaranya ”
…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan” (Q.S.Al-Mujaadilah [58] : 11); ”Katakanlah: ’Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (Q.S.
Az-Zumar [39]: 9); “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah orang yang berilmu (ulama)” (Q.S.Fathir [35]: 28);
dan ayat-ayat lainnya.
Meski memang sangat dianjurkan, namun dalam menuntutnya
tidak sembarang ilmu. Ilmu yang wajib dituntut oleh umat Islam adalah ilmu yang
bermanfaat, yang benar, yang bisa mendekatkan kepada Allah, dan mendapatkan
kebahagiaan bagi diri, keluarga, dan masyarakat, serta bermanfaat di dunia dan
akhirat. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila
anak cucu Adam wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara:
shodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan
orangtuanya” (HR.Muslim). Salah satu jenis ilmu yang termasuk dalam hadits
tersebut, adalah ilmu agama dan ilmu-ilmu umum lainnya yang banyak
bersinggungan dengan kehidupan umat Islam. Adapun ilmu yang tidak manfaat,
bahkan terlarang adalah ilmu sihir, ilmu meramal (astrologi), ilmu-ilmu umum
atau teknologi yang digunakan di jalan kemaksiatan, kedurhakaan, atau yang
dapat menghancurkan bangsa.
Mengingat pentingnya menuntut ilmu yang bermanfaat,
Rasulullah SAW sendiri dalam sebauh riwayat pernah memohon dalam salah satu
doanya, “Allaahumma inni a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u (Ya, Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat).
Ada dialog Nabi Daud a.s yang menerima wahyu dari Allah.
Allah berfirman, “Wahai, Dawud, pelajarilah ilmu yang bermanfaat.”
“Ya, Rabbi, apakah ilmu yang bermanfaat itu?” tanya Nabi
Daud.
Allah berfirman, “Ialah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui
keluhuran, keagungan, kebesaran, dan kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala
sesuatu. Inilah yang mendekatkan engkau kepada-Ku”.
Jelas dari hadits qudsi ini bahwa ilmu yang bermanfaat itu
adalah ilmu yang bisa membuat kita semakin mengenal Allah, dekat kepada Allah,
dan yang bisa meningkatkan keimanan kita kepada Allah Ta`ala.
Selain bisa mengangkat derajat, ilmu juga bisa menurunkan
derajat manusia hingga membawa kehancuran. Nuklir atau senjata modern yang
digunakan menghancurkan negara yang tak jelas dosanya, menjadikan pelakunya
mendapat cemoohan dan hujatan, sehingga wibawa kemanusiaanya tak dihargai lagi
dunia. Contohnya Amerika Serikat dan Israel serta sekutunya, hingga kini
citranya buruk di mata dunia.
Hikmah lainnya, ilmu menjadi bukti kontribusi bagi peradaban
dunia. Sejarah Islam telah menunjukkan
hal tersebut. Misalnya tentang ilmu al-jabar atau algoritma dikembangkan oleh
Al-Khawarizmi; bidang kedokteran oleh Avicenna (Ibn Sinna); bidang ilmu sosial
dan filsafat oleh Averroes (Ibn Rusyd); bidang sejarah dan sosiologi oleh Ibnu
Khaldun; bidang ilmu jiwa dan spiritual oleh Imam Al-Ghazali; bidang politik
dan kosmologi oleh Farabi dan Al-Kindi; bidang hukum dan ekonomi Islam oleh
para fuqaha(Imam Ja`far Ash-Shadiq, Imam Asy-Syafi`i, Imam Ahmad ibn Hanbali,
Imam Malik ibn Anas, dan Abu Hanifah); bidang sastra dan bahasa oleh Ibn Thufail;
dan tokoh-tokoh Muslim lainnya.
Pada masa sekarang pun kita mengetahui beberapa tokoh Muslim
yang berhasil mendapatkan penghargaan dunia atau nobel, seperti Abdussalam
dalam bidang sains dan Muhammad Yunus di bidang pemberdayaan masyarakat.
Mereka menjadi terkenal di dunia ilmu pengetahuan karena
ketekunannya dalam menuntut ilmu
sehingga berhasil meraih prestasi yang
gemilang. Para tokoh tersebut tetap saja dikenang meski telah wafat. Jelaslah
bahwa dengan menuntut ilmu dan belajar,
derajat manusia terangkat dan menjadi teladan sepanjang sejarah. Karena
itu, sungguh tidak sesuai dengan landasan agama bila seorang Muslim tidak
belajar atau menuntut ilmu sepanjang hidupnya.
[ahmad sahidin]
[ahmad sahidin]