Ibnu Khaldun adalah ilmuwan dan sejarawan Muslim yang hidup pada abad 15
Masehi di Tunisia, Afrika. Khaldun memiliki kecerdasan dan kemahiran dalam
hukum sehingga menjadi qadi di beberapa dinasti-dinasti yang terdapat di
Afrika. Khaldun termasuk orang yang mengenal gejala runtuh dan maju sebuah
kerajaan. Karena itu, setiap kali kerajaan tempatnya mengabdi akan mengalami
kejatuhan segera Khaldun meninggalkannya. Di akhir masa hidupnya, Khaldun
bergabung dengan sebuah kerajaan di Mesir. Di sinilah menuntaskan karya
monumental yang berjudul Kitab Ibar, yang terkenal dengan sebutkan Al-Mukaddimah.
Hingga sekarang bagian awal kitab Ibar ini dibaca dan dikaji sehingga
menginspirasi ilmuwan dan filosof Barat.
Khaldun meyakini bahwa gerak sejarah dan perkembangan umat manusia
bersifat progresif linier, bergerak maju menuju kesempurnaan. Gagasan ini
disebut pula jatuh bangun kerajaan: mula-mula tumbuh, besar, dan mengalami
kemunduran diakibatkan degradasi moral dan konflik internal kerajaan. Hingga
akhirnya jatuh dan terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil.
Menurut Khaldun, tumbuhnya sebuah kerajaan dimulai dari solidaritas, ashabiyah.
Hampir seluruh kerajaan yang tumbuh di Dunia Islam berasal dari suku dan bani.
Sebut saja Umayyah, berasal dari Bani Umayyah yang dipelopori Muawiyah bin Abu
Sufyan. Selanjutnya ada Abbasiyah yang berasal dari keluarga Abbas dan lainnya.
Khaldun mengatakan bahwa solidaritas yang terkuat bukan didasarkan
kekeluargaan, tetapi didasarkan agama.
Teori Sejarah: Muthahhari
Murtadha
Muthahhari lahir pada 1338 H./1919 M. di Firman, Masyhad, Iran. Ia belajar
agama Islam dari ayahnya Muhammad Husein Muthahhari. Kemudian menempuh
pendidikan hawzah (sekolah agama) dan belajar kepada Allamah Thabathabai dan
Imam Khumaini. Tidak hanya paham ilmu agama, Muthahhari juga menguasai filsafat
Barat sehingga dalam sejumlah karya tulisnya tampak sikap kritis terhadap
pemikiran Barat. Muthahhari juga aktif dalam gerakan politik
dan bergabung dengan revolusi di bawah komando Imam Khumaini. Ulama yang bercambang lebat ini pada 3 Mei 1979
ditembak oleh kelompok Hizbe Furqan hingga wafat.
Selain menjadi penceramah agama dan pengajar di universitas, Muthahhari
rajin menulis buku da nada buku yang disalin dari ceramahnya.
Berikut ini buku-buku karya Muthahhari: Ta’liqât ‘ala Ushûl al-Falsafah
wa al-Madzhab al-Waqî’iy, Qishâsh al-Mukhlisîn,
Al-Insân wa al-Mashir, Mas’alat al-Hijâb, Al-‘Adl al-Ilâhi, Ad-Dawâfi’
Nahw al-Mâdiyah, Al-Jadzb wa al-Daf’ fî Syakhsiyyat al-Imâm ‘Alî, Al-Adamât
al-Mutaqâbilat bayn al-Islâm wa Iran, Nizhâm Huqûq al-Mar’at fî
al-Islâm, Fî Rihâb Nahj al-Balaghah, Al-Imdâdat al-Ghaibiyyah fî Hayât
al-Insân, ‘Isyrûn Hadits, Nahdhat al-Imâm al-Mahdi, Khatm
al-Nubuwwah, Al-Nabîy al-Ummiy, Anmath al-Walâ’ wa Anwâ’ al-Wilâyat,
Al-Akhlâq al-Jinsiyyat min Wijhah al-Nazhar al-Islâm, Tashhîh wa Kitâbah Hawasy
Kitâb al-Tashil li Bahmatiyar bin Marzaban, dan Kulliyât al-‘Ulûm
al-Islamiyah.
Dalam kajian sejarah, ada dua
karya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris kemudian Indonesia adaah
Society and History (Masyarakat dan Sejarah) dan Menguak Masa
Depan Umat Manusia: Suatu Pendekatan Filsafat Sejarah.
Hampir semua pemikiran Muthahhari tidak lepas dari tinjauan Al-Quran.
Juga dalam mencetuskan pemikiran sejarah disandarkan pada Al-Quran dengan
membandingkan analisa dari penulis sebelumnya di Barat yang beraliran idealis
maupun materialis. Karena itu, Muthahhari melayangkan kritik secara khusus
untuk filsafat materialisme.
Dalam buku Mengenal Epistemologi, Muthahhari menyebut
sejarah bagian dari pengetahuan dan menjadi sumber dari ilmu pengetahuan.
Muthahhari membagi sejarah pada tiga. Pertama, sejarah transmisif adalah
sejarah yang dilaporkan, atau informasi berkaitan dengan masa lalu yang
dikisahkan dalam Al-Quran, hadis/riwayat, dan tradisi masyarakat. Sejarah
transmisif ini bisa juga dikatakan materi sejarah. Kedua, sejarah ilmiah.
Sejarah merupakan ilmu khusus dan memiliki aturan, karakter, dan mengandung
makna. Para peneliti/sejarawan melakukan kajian sejarah (secara ilmiah) ini
dalam laboratorium mental. Ketiga, sejarah filsafati. Sejarah berkaitan dengan
perkembangan, tahapan, hukum yang mengatur jalannya sejarah, gerak, perubahan,
dan sebab akibat. Inilah ranah filsafat sejarah dan dasar pemikiran sejarah
yang menjadi khas Muthahhari.
Menurut Muthahhari, sejarah bergerak maju ke depan menuju sempurna (progresif linier). Dari
sisi waktu hampir seluruh manusia usia
bertambah, dunia juga memiliki usia yang terus bertambah dan terjadi perubahan-perubahan
yang dilakukan manusia. Kemudian dari setiap masa selalu ada penyempurnaan
terhadap pengetahuan, kebudayaan, dan karya manusia. Misalnya, setiap punya
keinginan agar hidupnya lebih baik di masa depan. Bahkan, ingin anak
keturunannya lebih baik dari dirinya sendiri sehingga diberi pendidikan dan
diharapkan menjadi manusia yang terbaik. Banyak produk teknologi informasi yang
setiap tahun berubah dan memiliki fasilitas yang lengkap. Kemudian muncul lagi
dengan fasilitas yang lebih lengkap dari sebelumnya. Dalam kendaraan pun demikian: terjadi
perkembangan. Dari binatang, gerobak, sepeda, motor, mobil, dan pesawat
terbang. Senantiasa ada penyempurnaan dalam setiap karya manusia. Inilah bukti
dari upaya-upaya manusia menuju kesempuranaan dan termasuk dalam perkembangan
sejarah.
Saya menduga gagasan Muthahhari di atas dipengaruhi teologi Islam mazhab
Syiah yang menyatakan sejarah masa depan yang sempurna ketika hadir Imam
Al-Mahdi yang menjadi penguasa tunggal di dunia ini sebelum Kiamat terjadi.
Selain membahas gerak dan tujuan akhir sejarah, Muthahhari menyebutkan
ada faktor/kekuatan pendorong dalam sejarah (driving forces historis).
Dengan merujuk pada berbagai karya ilmuan sebelumnya, baik Barat maupun Islam,
Muthahhari menyederhanakan teori gerak sejarah sebagai berikut:
Pertama, rasial. Ras-ras
tertentu mampu membentuk budaya dan peradaban. Gagasan ini berasal dari
filsafat Aristoteles dan Count Gobineu. Kedua, geografis. Lingkungan alam tertentu melahirkan
budaya, pendidikan, dan industry. Daerah yang beriklim sedang melahirkan
temperamen sedang dan otak yang tangguh. Daerah pantai dan pedalaman
mempengaruhi karakter dan budaya manusia yang berbeda. Filsuf yang mendukung
teori geografis ini adalah Ibnu Sina dan Montesquieu.
Ketiga, orang jenius dan
pahlwan. Kebudayaan dan perubahan terjadi karena adanya orang jenius dan para
pahlawan. Mereka ini jumlahnya minoritas, tetapi kreatif dan mampu mengubah
sejarah. Filsuf yang mendukung teori ini adalah Thomas Carlyle. Keempat,
ekonomi adalah kekuatan pendorong dalam sejarah. Struktur masyarakat ditentukan
ekonomi, materi, dan alat produksi. Kehidupan manusia tida bisa lepas dari
aspek ekonomi dan materi. Yang mendukung teori ini adalah Karl Marx dan
pendukung filsafat materialisme.
Kelima, keagamaan/Tuhan. Semua
perubahan dan perkembangan sejarah merupakan perwujudan kehendak Tuhan. Sejarah
kehidupan manusia dengan kebudayaan dan perubahan yang terjadi di dunia bukan
karena manusia, tetapi Tuhan yang berada di balik semua itu. Teori scenario
Tuhan ini dipegang oleh Bishop Bossuet dan diyakini oleh Agustinus.
Teori sejarah di atas dikritik kembali oleh Muthahhari bahwa tidak
universal, bersifat parsial/spekulatif, dan kecocokannya terbatasi area
tertentu. Dari sekian teori di atas, yang dianggap teori gerak sejarah yang
universal adalah peranan orang jenius dan pahlawan serta peranan personalitas
manusia.
Muthahhari mengkritik teori-teori sejarah di atas, ingin mengembalikan
posisi manusia sebagai subjek dalam sejarah. Manusia sebagai pelaku dan
pencipta perubahan dengan segala kemampuan dan potensinya hingga lahir
kebudayaan. Sedangkan aspek di luar manusia, bisa dipahami sebagai hal yang
mendukung atau melengkapi analisa terhadap sejarah. Untuk menguatkan pemikiran
kesejarahan, Muthahhari menggunakan al-Quran dan sejumlah karya ulama terdahulu.
Karena itu, Muthahhari merupakan sosok ulama yang berani menggabungkan khazanah
ilmu Islam dengan disiplin ilmu modern dan tidak segan untuk bersikap
kritis.
(Ahmad Sahidin)