NABI
Muhammad saw merupakan teladan sepanjang masa. Jejak langkah dan aktivitasnya
menjadi panutan yang tidak habis digali. Hampir dalam setiap aspek, kaum Muslim
merujuk kepada Muhammad saw. Perilakunya menjadi sunnah dan ucapannya menjadi
hadis.
Dari
hadis dan sunah kemudian tersusun sebuah biografi yang ditulis dengan
runut; dari lahir hingga wafat, dari buaian hingga remaja, dari menikah sampai
beranak cucu, dari berdagang hingga memimpin negara, dan dari awal turun wahyu
hingga berakhir wahyu. Semuanya dituangkan dalam sebuah kitab yang disebut
Sirah Nabawiyah.
Sejarawan Muslim sepakat bahwa Sirah Nabawiyah yang kali pertama muncul karya
Ibnu Ishaq. Sayangnya karya Ibnu Ishaq tidak selesai karena wafat
sehingga muridnya, Ibnu Hisyam, melanjutkan sekaligus memperbaiki yang dikenal dengan kitab Sirah Ibn Hisyam.
Dari
karya Ibnu Hisyam (wafat 218 H.) ini para sejarawan, baik terdahulu maupun
sekarang, merujuk dan mengambil serpihan-serpihan sejarah periode awal Islam
kemudian merekonstruksi sejarah Islam sesuai dengan versinya masing-masing.
Bahkan, para sastrawan pun terinspirasi menulis sosok Nabi Muhammad saw. Sebut saja Salman Rushdi, Naguib Mahfudz, Abdurrahman Asy-Syarqawi, Idrus Shahab, dan Tasaro GK.
Bahkan, para sastrawan pun terinspirasi menulis sosok Nabi Muhammad saw. Sebut saja Salman Rushdi, Naguib Mahfudz, Abdurrahman Asy-Syarqawi, Idrus Shahab, dan Tasaro GK.
Karya sastra lama, yang juga kadang dianggap bagian Sirah Nabawiyah adalah Kitab Al-Barzanji. Kitab ini sudah banyak diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, termasuk bahasa Sunda. Syair-syair tentang sejarah kehidupan Rasulullah saw; mulai dari lahir hingga masa hijrah dan kehidupan di Madinah. Kitab tersebut biasa dibaca oleh komunitas Islam tradisional ketika Maulid Nabi dan acara syukuran aqiqah bayi yang baru lahir.
Kitab Al-Barzanji ini yang paling akrab di masyarakat. Ibu-ibu pengajian di masjid dan bapak yang ikut pengajian juga pernah membacanya. Biasanya saat undangan aqeqahan anak suka dibacakan secara giliran yang dipandu oleh ustadz. Diselingi dengan shalawat. Hanya saja yang kurang dan penting dari kitab Al-Barzanji yakni memahami isinya tentang sejarah Nabi Muhammad Saw. Ini penting untuk ambil teladan dari Rasulullah Saw melalui bacaan atas Kitab Al-Barzanji. Tah, ini tentu tugas para Assatidz yang memandu baca kitab tersebut. Alangkah baik meski tidak tuntas, ada beberapa bagian dari syair-syair Al-Barzanji ini dibacakan terjemahnya dan dikupas dari sisi sejarahnya.
Kalau ditelusuri dalam sejarah, mungkin lebih dari ratusan karya sastra dalam bentuk puisi, nadoman, dan syair (prosa) yang berkaitan dengan Nabi Muhammad saw. Karya sastra tersebut dalam ilmu sejarah tergolong dalam historiografi tradisional. Tentunya untuk dijadikan sumber perlu sikap kritis. Sebab karya sastra lebih dominan unsur subjektivitas ketimbang objektifitas. Lebih banyak unsur pengagungannya ketimbang menyajikan peristiwa apa adanya. Memang begitu seorang pecinta kadang mengagungkan yang dicinta. Dan wajar jika ada pemuliaan dalam bentuk narasi. *** (Ahmad Sahidin)